Departemen Urologi FKUI-RSCM memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Dimulai pada tahun 1960-an dengan didirikannya Sub-bagian Urologi FKUI-RSCM oleh Prof. Oetama dengan beberapa orang staf yaitu dr. H. Ramli, dr. Proehoeman, Prof. Sadatoen Soerjohardjo, dan dr. Soemarsono Sastrowardojo.
Di era tersebut, upaya pengembangan keilmuan bidang urologi gencar dilakukan. Salah satunya dengan mengirimkan para staf ke luar negeri untuk memperdalam ilmu urologi.
dr. H. Ramli, dr. Prohoeman, dan dr. Soemarsono menempuh pelatihan urologi di Amerika Serikat, sedangkan Prof. Sadatoen Soerjohardjo menempuh pelatihan urologi di proyek kapal Hope dan melanjutkan pendidikan urologinya di Belanda.
Pada tahun 1969, Prof. Djoko Rahardjo menyelesaikan pendidikan ahli bedah di FKUI dengan bimbingan dari Prof. Oetama, Prof. Djamaluddin, dan dr. Irawan Santoso. Prof. Djoko Rahardjo awalnya mendalami sub bagian bedah toraks di bawah bimbingan dr. Irawan Santoso, yang dikenal memiliki keahlian bedah yang sangat terampil, sebelum akhirnya diminta Prof. Oetama untuk mendalami bidang urologi.
Prof. Djoko Rahardjo mendapatkan pelatihan urologi selama 1 tahun dibawah bimbingan Prof. Oetama, selanjutnya Beliau dikirim untuk melanjutkan pendidikan urologi di Berlin, Jerman Barat pada tahun 1970 hingga tahun 1972. Beliau menempuh pelatihan urologi di RS. Westend dan RS. Neukӧllner Kraukenkees, Berlin. Setelah selesai pendidikan, Prof. Djoko Rahardjo kemudian aktif menjadi staf di Sub-bagian Urologi FKUI-RSCM.
Selain nama-nama tersebut di atas, masih banyak staf Sub-bagian Urologi FKUI-RSCM yang dikirim ke luar negeri untuk melakukan pendalaman keilmuan Urologi pada masa-masa awal terbentuknya Sub-bagian Urologi di FKUI-RSCM. Diantaranya adalah dr. Rochani dan dr. Firdaoessaleh yang menjalani pelatihan urologi di AZL, Belanda, dibawah bimbingan Prof. Udoyonas setelah sebelumnya menjalani pelatihan urologi di FKUI.
Prof. Oetama aktif memberikan program pelatihan urologi selama 6 bulan kepada semua dokter yang menjalani program pendidikan ahli bedah di FKUI/ RSCM. Pelatihan ini merupakan cara Prof. Oetama untuk meningkatkan keahlian para ahli bedah dalam penanganan kasus urologi.
Beberapa ahli bedah dikirim ke berbagai daerah di Indonesia untuk menjamin penyebaran tenaga ahli bedah sehingga dapat meningkatkan pemerataan tenaga ahli bedah di tanah air. Beberapa ahli bedah tersebut antara lain Prof. Heyder bin Heyder, yang kemudian menjadi perintis bidang ilmu bedah di Semarang, Prof. Kustedjo yang kemudian menjadi perintis ilmu bedah di Bandung, Prof. Ramlan Mochtar yang kemudian mengembangkan ilmu bedah di Yogyakarta, dr. Bendjohan yang mengembangkan ilmu bedah di Malang, dan dr. M. Sinaga yang kemudian menjadi Menteri kesehatan pada saat itu.
Selain itu, ada nama Prof. Sahala Sihombing yang menyelesaikan program ahli bedahnya di FKUI. Kemudian beliau menjalani pelatihan urologi di Melbourne, Australia. Setelah menyelesaikan pelatihan urologi di Australia, Prof. Sahala Sihombing merintis pengembangan sub bagian urologi di Universitas Padjajaran, Bandung.
Sebelum era tahun 1980-an, eksistensi ahli urologi masih kurang dikenal di masyarakat. Bidang urologi pada masa itu masih belum berkembang baik. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini antara lain jumlah ahli urologi yang masih sedikit, beberapa ahli urologi yang ada saat itu masih sering melakukan operasi di luar bidang urologi dan beberapa operasi di bidang urologi masih dikerjakan oleh para ahli bedah.
Bidang urologi mengalami kemajuan yang sangat pesat di dunia pada saat terjadinya perubahan tren penanganan kasus urologi dengan menggunakan teknik endoskopi. Teknik-teknik yang minimal invasif atau non invasif sama sekali, semakin berkembang dalam bidang urologi menggantikan teknik pembedahan terbuka dengan morbiditas yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh penemuan beberapa alat baru untuk penanganan batu ginjal dan saluran kemih yaitu URS (Perez Castro, 1981), PCNL (Pieter Alken, 1981) dan ESWL (CH. Chaussy, 1980-1983).
Pada penyakit pembesaran prostat jinak (PPJ), selain kemajuan di bidang pengobatan medikamentosa, pemeriksaan penunjang menjadi lebih lengkap dengan ditemukannya Transrectal Ultrasonography yang dapat mengukur volume prostat dengan lebih tepat dan dapat mengidentifikasi struktur prostat. Terapi operatif prostat juga mengalami kemajuan. Saat ini, Trans Urethral Resection of Prostate (TURP) adalah cara operasi terpilih untuk penangangan pembesaran prostat jinak.
Di RSCM, TUR prostat mulai diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh Prof. Oetama setelah menyelesaikan pendidikan urologinya di Amerika. TURP jauh lebih banyak dilakukan daripada operasi terbuka. Operasi terbuka hanya dilakukan untuk prostat dengan volume lebih dari 100 cc dan sekaligus untuk maksud pendidikan. Di Surabaya, pada tahun 1978, Transurethral Resection of the Prostate (TURP) mulai diperkenalkan.
Akhir-akhir ini berkembang pula cara-cara operasi prostat alternatif seperti menggunakan elektro evaporasi, elektro rotor, laser Holmium-YAG, Green Laser (KTV), Talium laser, Trans Urethral Needle Ablation (TUNA) atau pengobatan sementara dengan memasang stent, atau dilatasi menggunakan balon. Cara ini mengilhami pelebaran arteria koronaria yang menyempit dengan analogi yang sama. Selain itu pengobatan dengan pemanasan pada Pembesaran Prostat Jinak dengan Hyperthermia sampai 45°C atau Thermotherapy sampai 60°C memberi hasil yang cukup baik pada prostat dengan volume besar. Pengobatan menggunakan laser untuk batu (holyum) atau untuk prostat di Indonesia dipelopori oleh Prof. Djoko Rahardjo yang pertama kali dilakukan di RS Sumber Waras pada tahun 1985.
Dalam perkembangan transplantasi organ tubuh, urologi juga menjadi pelopor yaitu dalam pencangkokan ginjal. Pada saat ini cangkok ginjal merupakan cara terpilih untuk penanganan gagal ginjal stadium akhir. Perbaikan teknik operasi, terapi imunosupresif dan organisasi yang baik telah memperbaiki angka graft suvival yang pada saat ini mencapai lebih dari 85% pada tahun pertama, 60-70% pada lima tahun pertama, dan sekitar 40-50% pada sepuluh tahun pasca transplantasi.
Di Indonesia, usaha cangkok ginjal pertama telah dimulai di FKUI-RSCM pada tahun 1977, yang dirintis bersama-sama dengan sub-bagian Ginjal dan Hipertensi yang pada saat itu dipimpin oleh Prof. dr. R. P. Sidabutar. Tokoh-tokoh pencangkokan ginjal pertama kali di Indonesia yaitu dr. Irawan Santoso, Prof. Djoko Rahardjo, dr. David Manuputty, dr. Rochani, dan Prof. dr. R. P. Sidabutar serta dibantu oleh Prof. Kazuo Ota, seorang Professor berkebangsaan Jepang dari Tokyo.
Sebelumnya pada tahun 1975, dr. Cipto Soemartono, dr. Titus, yang merupakan seorang dokter hewan, dan Prof. Djamaluddin melakukan percobaan transplantasi pada anjing dan kambing.
Transplantasi ginjal pada saat itu dikerjakan oleh ahli urologi dan bedah vaskular. Transplantasi ginjal selanjutnya lebih rutin dilakukan di RS Cikini yang dipelopori oleh dr. David Manuputty. Sejak saat itu, cangkok ginjal sepenuhnya dilakukan oleh ahli urologi.
Di Indonesia, sebagian besar transplantasi ginjal masih dilakukan dengan donor hidup dari saudara atau keluarga dekat (related living donor). Hal tersebut yang menjadi kendala dalam perkembangan program cangkok ginjal di Indonesia disamping biaya yang tinggi. Pada saat ini program cangkok ginjal di Indonesia telah dapat dilakukan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya.
Perubahan tren pembedahan dari operasi terbuka menjadi teknik minimal invasif dalam lingkup bedah mendorong penggunaan teknik laparoskopik pada kasus-kasus bedah. Morbiditas teknik laparoskopi lebih kecil dibandingkan operasi terbuka yang biasa dilakukan. Teknik laparoskopi pertama kali dikerjakan oleh Prof. Sunaryo Hardjowijoto pada tahun 1992 di Surabaya. Pada saat itu, Beliau melakukan operasi varikokelektomi dengan teknik laparoskopi. Di RSCM, teknik laparoskopi pertama kali dikerjakan oleh Prof. Rainy Umbas pada tahun 1994. Beliau saat itu mengerjakan teknik laparoskopi pada kasus diagnostik UDT intra abdominal.
Pada September 2005, diselenggarakan acara “1st National Workshop on Laparoscopy Urology”. Pada acara tersebut diundang dr. Phikar Laguna dari AMC, Amsterdam. Pada workoshop tersebut dilakukan operasi laparoscopy simple nephrectomy dan unroofing kidney cyst yang secara tidak langsung membangkitkan kembali minat para ahli urologi di Indonesia untuk mengembangkan teknik laparoskopi setelah sempat vakum untuk beberapa waktu.
DI RSCM, dr. Chaidir A. Mochtar, salah seorang staf departemen urologi RSCM, dikirim ke Belanda untuk menjalani program PhD sekaligus menjalani pelatihan teknik laparoskopi pada tahun 2002. Setelah menyelesaikan pelatihannya di Belanda pada tahun 2006, Beliau mulai menerapkan teknik laparoskopik pada beberapa operasi di RSCM. Diprakarsai oleh dr. Chaidir A. Mochtar, pada 8 November 2011, teknik laparoscopy donor nephrectomy pada trasplantasi ginjal dilakukan di Indonesia untuk pertama kalinya. Untuk mempercepat pengembangan teknik laparoskopi di RSCM, pada tahun 2013, dr. Irfan Wahyudi, staf departemen urologi RSCM, dikirim untuk mendalami teknik laparoskopi di Jerman.
Kasus-kasus dengan azoospermia yang disebabkan oleh agenesis duktus deferens bilateral atau sumbatan, yang dahulu dianggap kelainan yang tidak dapat diatasi, saat ini dapat ditangani dengan kemajuan teknik bedah mikro. Di RSCM, teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1985 dipelopori oleh Prof. Akmal Taher. Dengan melakukan operasi vasovasoctomi atau epididymo vasostomi dapat memberikan hasil patency rate yang cukup tinggi. Pada tahun 1985, bedah mikrourologi di Surabaya juga berkembang dan operasi vasovasoctomi yang sebelumnya tidak bisa dilakukan akhirnya bisa dikerjakan di Surabaya. Teknik bedah mikrourologi di Surabaya dipelopori oleh Prof. Doddy M. Soebadi.
Selain itu, dengan teknik MESA (Micro Epididymal Sperm Aspiration) atau TESE (Testicular Sperm Extraction), dimungkinkan untuk mendapatkan sperma yang dapat disuntikkan ke dalam sel telur dengan teknik ICSI (Intra Cellular Sperm Injection) sehingga dapat dilakukan in vitro fertilization. Akhir-akhir ini, teknik penanganan fertilisasi secara in vitro mulai dikenal di Surabaya.
Kemajuan urologi di bidang onkologi juga sangat pesat. Di samping kemajuan diagnostik, terdapat kemajuan pada teknik pembedahan seperti radikal prostatektomi, radikal sistektomi, dan radikal nefrektomi. Pada bidang pengobatan adjuvant terutama untuk tumor testis dari jenis germinal baik seminoma maupun non seminoma, kombinasi Bleomycin Etoposide dan CisPlatin (BEP) dapat memberikan response rate di atas 90% dan dapat memberikan cure rate sampai 97%.
Pada bidang kontrasepsi pria, ditemukan teknik vasektomi tanpa pisau dan teknik vas oklusi. Dengan menyuntikkan zat Styrene Malic Anhydrase (SMA) ke dalam lumen vas deferens, maka SMA yang bersifat basa tersebut dapat menghambat sperma yang bersifat asam. Prof. Doddy M. Soebadi melakukan penelitian mengenai hal ini, dan menjadi disertasi doktor Beliau.
Perkembangan teknik kontrasepsi ini disponsori oleh BKKBN dengan cara mengirim beberapa ahli urologi senior untuk menjalani pelatihan di Bangkok di bawah bimbingan dr. Apichart pada tahun 1985. Ahli urologi yang dikirim pada saat itu yaitu Prof. Widjoseno Gardjito, Prof. Djoko Rahardjo, dan dr. Rudi Juwana. Setelah itu, BKKBN berkerja sama dengan Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI). Prof. Djoko Rahardjo menjadi salah satu tokoh pendiri PKMI. Beliau menjabat menjadi ketua PKMI selama 2 periode dan mendapatkan grand dari USAID. PKMI rutin mengadakan kursus dan memberikan sertifikasi kemahiran kontrasepsi mantap kepada ahli bedah, dan dokter umum.
Penelitian mengenai fisiologi ereksi, yang banyak dilakukan oleh para spesialis urologi, telah dapat menghasilkan cara pengobatan non bedah. Prostaglandin E1 merupakan zat vaso aktif yang dapat menimbulkan ereksi bila disuntikkan intra kavernosa, sedangkan sildenafil suatu penghambat fosfodiesterase V adalah obat yang dapat dipakai per oral dan dapat menyebabkan relaksasi otot polos pada korpus kavernosum, sehingga terjadi ereksi. Prof. Akmal Taher, salah seorang staf departemen Urologi FKUI telah ikut mengembangkan penelitian awal mengenai hal ini dan mencapai gelar doktor dengan predikat Cumlaude. Selain itu Prof. Akmal Taher menjadi salah satu pemegang paten untuk salah satu zat vasoaktif penghambat fosfodiesterase IV.
Artikel di atas dilihat pada tanggal 14 November 2020 dari http://www.urologi-rscmfkui.com/?page_id=373 dan mengalami beberapa penyesuaian.
Departemen Urologi FKUI-RSCM saat ini diketuai oleh Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K)