UI Kukuhkan Dua Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak

Universitas Indonesia mengukuhkan dua orang Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak dari Fakultas Kedokteran UI pada Sabtu (24/9), pukul 10.00 WIB di Balai Sidang Universitas Indonesia, Kampus UI Depok. Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met memimpin langsung sidang pengukuhan guru besar Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K) dan Prof. Dr. dr. H. Mulyadi M. Djer, SpA(K). Pada kesempatan tersebut, Prof. Hardiono menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Autisme. Cahaya dalam Kegelapan“. Sementara Prof. Mulyadi menyampaikan pidato berjudul “Kardiologi Intervensi pada Penyakit Jantung Bawaan: Masa Kini dan Akan Datang”.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Hardiono memaparkan bahwa autisme merupakan suatu gangguan pada anak dengan dua ciri, yaitu gangguan menetap dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial serta perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas dan dilakukan berulang-ulang. Anak yang mengalami autisme akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Pada awalnya seringkali terlihat sebagai keterlambatan bicara dan kontak mata yang kurang. Minatnya pun sangat terbatas, tidak wajar, dan dilakukan berulang-ulang. Apabila tidak di tata laksana dengan baik, sebagian penderita autisme tetap tidak berbicara, tidak mau bergaul dengan temannya, sehingga seringkali tidak dapat bersekolah biasa.

Gangguan autisme, atau yang dikenal dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), mengalami peningkatan jumlah penderita yang tinggi hingga tahun 2010. Hingga saat ini, penyebab pasti ASD belum dapat diketahui. Faktor genetik ditenggarai sebagai faktor terpenting penyebab ASD. Namun demikian, faktor genetik mana yang berperan, belum tersingkap. Berbagai faktor lingkungan juga telah diteliti, namun tidak ada satu pun yang benar-benar terbukti. Kondisi ini menjadi sisi gelap dari autism, yaitu sebagai  suatu gangguan yang prevalensinya tinggi namun penyebabnya belum diketahui. Sehingga belum tersedia obat dan tata laksana yang tepat. Walaupun demikian, ada cahaya dan harapan dalam tata laksana autisme. Penegakkan diagnosis disusul intervensi yang cepat dan tepat diharapkan dapat memberi hasil masa depan yang lebih baik.

Berikutnya, pada kesempatan yang sama, Prof. Mulyadi memaparkan pidato pengukuhannya mengenai teknik Kardiologi Intervensi (KI) pada penanganan kelainan jantung. KI adalah teknik penanganan kelainan jantung tanpa operasi dan sudah berkembang pesat dalam dua dasa warsa terakhir. Sebelum KI berkembang, semua kelainan jantung hanya dapat ditangani dengan operasi. Kelebihan KI jika dibandingkan dengan operasi adalah lama rawat yang lebih singkat, pasien terbebas dari penggunaan mesin jantung-paru, pasien terbebas dari sayatan pada dinding dada, dan secara kosmetik lebih baik karena tidak ada bekas sayatan di dada pasien.

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan pada anak dan merupakan sepertiga dari seluruh kelainan bawaan. Operasi merupakan tindakan yang menyeluruh untuk menangani kelainan jantung. Operasi memerlukan tim yang lengkap mulai dari ahli bedah jantung anak, ahli anestesi jantung anak, ahli intensivis jantung anak yang akan melakukan operasi, pembiusan dan perawatan pascabedah di ICU. Di samping itu, tindakan operasi memerlukan alat khusus seperti mesin jantung-paru dan juga peralatan selama perawatan pascabedah di ICU.

Namun permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah jumlah ahli bedah jantung anak, ahli anestesi jantung anak dan juga ahli intensivis jantung anak masih kurang. Fasilitas kamar operasi dan perawatan di ICU juga masih terbatas. Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan operasi jantung di beberapa rumah sakit provinsi masih mengalami kendala. Sementara itu, tindakan KI tidak seinvasif tindakan operasi. Pasien umumnya tidak memerlukan perawatan pascabedah di ICU. Hal ini memungkinkan KI dapat dilakukan di rumah sakit provinsi. KI diharapkan dapat menjadi terobosan baru untuk meningkatkan cakupan layanan penyakit jantung pada anak walau terdapat keterbatasan dalam penyediaan SDM dan fasilitas untuk operasi jantung anak.

Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para sivitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat mengharumkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional. (Humas FKUI)