UI Kembali Kukuhkan Dua Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (UI) kembali mengukuhkan dua Guru Besar Tetap dari Fakultas Kedokteran pada Sabtu (16/11/2019), pukul 10.00 WIB di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Sidang terbuka pengukuhan guru besar dipimpin oleh Sekretaris Dewan Guru Besar UI, Prof. dr. Budi Sampurna, DFM., S.H., SpF(K), SpKP, yang mengukuhkan Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, Sp.KJ(K) sebagai Guru Besar Tetap FKUI dengan kepakaran Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja serta Prof. Dr. dr. Noroyono Wibowo, SpOG(K) yang merupakan Guru Besar Tetap FKUI dengan kepakaran bidang Obstetri dan Ginekologi.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Tjhin menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Penerapan Teori Psikiatri Anak dan Neurosains dalam Optimalisasi Relasi Emosi dan Kelekatan Ibu-Anak Untuk Menunjang Pertumbuhan Serta Perkembangan Emosi dan Perilaku Anak di Era Revolusi Industri 4.0”.

Sementara Prof. Noroyono menyampaikan pidato berjudulDelivering Human with Humanity: Peran Kedokteran Fetomaternal terhadap Ketahanan Nasional.

Dalam pidatonya, Prof. Tjhin menyampaikan bahwa kemajuan teknologi berpotensi menimbulkan permasalahan dan tantangan di dalam tumbuh kembang dan kesehatan jiwa anak. Keberadaan artificial intelligence (AI) dan machine learning atau super-komputer mampu mengubah interaksi antar manusia. Meski perkembangan teknologi sangat pesat dan mampu menggantikan banyak fungsi pekerjaan dalam kehidupan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa relasi emosi dan kelekatan ibu-anak merupakan dua unsur tidak dapat tergantikan.

Relasi emosi atau disebut sebagai bonding yang optimal merupakan suatu prasyarat bagi anak untuk membentuk kelekatan ibu-anak bersifat aman (secure attachment) dan menjadi dua unsur utama dalam menunjang pertumbuhan serta perkembangan emosi dan perilaku anak. Terkait kebutuhan tersebut, Prof. Tjhin merekomendasikan untuk mengintegrasikan sistem layanan kesehatan psikiatri perinatal dan psikiatri anak usia balita dalam layanan primer.

Layanan kesehatan jiwa perlu dilakukan sejak ibu mengandung sampai anak lahir untuk mendukung terbentuknya relasi emosi dan kelekatan ibu-anak. Upaya lainnya adalah psikoedukasi kepada calon orang tua mengenai perlunya dukungan sosial yang optimal dan berkesinambungan untuk menunjang tumbuh kembang janin.

Psikoedukasi mencakup bagaimana seorang ibu dapat terus bersikap tenang dan rileks selama proses kehamilan, menghadapi persalinan, dan pola perawatan serta pola pengasuhan orang tua yang tepat. Asupan asih, asuh dan asah dapat diberikan seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan anak, dan mengembangkan harapan yang rasional terhadap bayinya, sehingga tidak menimbulkan tekanan bagi diri ibu.

Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada profesional kesehatan, orangtua, guru PAUD, serta semua elemen masyarakat pemerhati anak melalui promosi kesehatan jiwa perinatal dan anak usia batita yang diberikan sedini mungkin.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Noroyono mengutarakan bahwa kesehatan seorang ibu mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya, baik secara fisik atau psikis. Ibu yang memasuki periode kehamilan dalam kondisi tidak optimal, baik itu karena malnutrisi, infeksi, stres, atau pajanan zat beracun, besar kemungkinannya untuk melahirkan bayi yang tidak mencapai potensi genetik, fisik, dan kognisinya.

Selain beban kelainan fisik yang ditimbulkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan, beban lain yang harus ditanggung adalah meningkatnya prevalensi kelainan mental-emosional dan penurunan intelegensi. Data menunjukkan bahwa jumlah penderita gangguan mental-emosional di Indonesia, termasuk spektrum autisme dan skizofrenia, mengalami peningkatan.

Intelegensi sebuah bangsa diwakilkan dengan rerata IQ. Saat Ini, rerata IQ Indonesia berada jauh di bawah Singapura dan Hong Kong.

Berdasarkan fakta tersebut, jika kita tidak berhasil mengelola kehamilan, kelahiran, dan periode pasca salin pada ibu, janin, bayi, dan anak dengan optimal, maka berbagai komplikasi yang timbul akan berperan dalam semakin tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia.

Hal ini berimbas pada semakin tingginya pengeluaran negara untuk membiayai terapi penyakit tersebut, yang pada akhirnya dapat berujung pada semakin menurunnya HDI (Human Development Index) Indonesia. Lebih lanjut, Kondisi nutrisi ibu merupakan salah satu hal utama. Sayangnya, sebagian besar ibu hamil mengalami kekurangan nutrisi yang sangat penting pada tumbuh kembang janin kedepannya hingga dewasa.

Dalam paparannya, Prof. Noroyono menyampaikan agar paradigma asuhan antenatal dapat diperluas untuk memberikan intervensi sedini mungkin, termasuk intervensi nutrisi pada awal, bahkan sebelum kehamilan. Menjadi salah satu tugas dokter fetomaternal untuk melakukan upaya optimalisasi prekonsepsi, kehamilan, dan persalinan untuk mencegah komplikasi yang dapat berdampak pada kesehatan di masa yang akan datang. Disinilah ruang bagi kedokteran fetomaternal untuk mempersiapkan lahirnya generasi terbaik bangsa, baik secara fisik maupun mental.

Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para sivitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat menaikkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional.

(Humas FKUI)