Transformasi Sistem Rekrutmen Peserta Didik Ilmu Kedokteran Guna Tingkatkan Kualitas SDM Kesehatan

Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D mengukuhkan Prof. dr. Diantha Soemantri, M.Med.Ed, Ph.D sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran (FK) UI, pada Sabtu 7 September 2023, di Aula IMERI FKUI Salemba, Jakarta. Prof. Diantha dikukuhkan sebagai guru besar setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Transformasi Sistem Seleksi dan Rekrutmen Peserta Didik sebagai Gatekeeper Pertama Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Kesehatan”.

Dalam pidatonya, Prof. Diantha menyebut bahwa saat ini, sistem seleksi peserta didik untuk Ilmu Pendidikan Kedokteran, khususnya tahap undergraduate medical education, masih menekankan seleksi berdasarkan atribut kognitif atau akademik. Model ini membuat populasi peserta didik kurang beragam atau tidak inklusif—terutama untuk kelompok dari kalangan sosio-ekonomi tertentu—serta tidak sejalan dengan kompetensi yang diharapkan ada pada lulusan kedokteran. Padahal, Ilmu Pendidikan Kedokteran dituntut untuk melahirkan dokter yang cakap dan terampil, sekaligus memiliki profesionalisme yang mumpuni.

Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa pelanggaran etik dan disiplin praktik kedokteran dapat diprediksi dari terjadinya unprofessional behavior saat masa pendidikan. Peserta didik yang melakukan pelanggaran profesional saat pendidikan lebih mungkin untuk melakukan pelanggaran etik dan disiplin saat praktik. Dengan demikian, sejak proses seleksi, penapisan calon peserta didik berdasarkan atribut profesionalismenya perlu dilakukan. Hal ini mengingat proses mendidik dokter membutuhkan sumber daya yang besar, sehingga pemanfaatan sumber daya harus diarahkan kepada calon yang “fit for practice”.

Metode yang dapat digunakan untuk menyeleksi peserta didik berdasarkan atribut non-kognitif adalah Situational Judgment Test (STJ). Berdasarkan penelitian Soemantri, dkk. (2022), SJT adalah alat yang reliabel untuk menilai atribut non-kognitif dan memiliki dampak yang baik bagi keberagaman populasi peserta didik kedokteran. Berbagai penelitian di luar negeri juga membuktikan bahwa SJT bermanfaat untuk memperluas populasi (widening participation), termasuk menjangkau underrepresented minorities.

Prinsip widening participation selaras dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis dan pemerataan distribusinya. Upaya tersebut diawali dengan memperbaiki sistem seleksi, yaitu dengan memilih yang terbaik dan yang dibutuhkan. Artinya, kandidat terpilih harus memenuhi kriteria dan dapat ditempatkan di lokasi yang sesuai. Untuk meretensi dokter spesialis yang terpilih, diperlukan regulasi agar kebutuhan pelayanan kesehatan di lokasi tersebut terpenuhi.

Menurutnya, proses seleksi dan rekrutmen calon peserta didik membutuhkan kerja sama berbagai pihak, yakni pemerintah, institusi penyelenggara pendidikan, institusi pelayanan kesehatan, rumah sakit pendidikan, serta kolegium. Proses perancangan, implementasi, serta evaluasi sistem seleksi dan rekrutmen perlu menjadi fokus kerja bersama karena ini merupakan high stakes assessment. Implikasi proses seleksi dan rekrutmen yang tidak valid akan berdampak terlalu besar bagi individu peserta didik, institusi penyelenggara pendidikan, dan masyarakat.

Proses penetapan sistem seleksi harus mengacu pada kebutuhan negara, kondisi sosial-ekonomi masyarakat, dan sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian, perumusan kebijakan seleksi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti validitas metode, ketersediaan sumber daya pendukung, kondisi demografi dan sosioekonomi masyarakat, jumlah dan sebaran sumber daya manusia (SDM) kesehatan di daerah, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, serta praktik berdasarkan literatur terkini.

“Transformasi sistem seleksi calon peserta Pendidikan Dokter Spesialis tidak hanya mengintegrasikan metode seleksi berdasarkan atribut non-kognitif, namun termasuk di dalamnya proses penetapan kuota peserta didik di masing-masing institusi penyelenggara, serta kebijakan/regulasi untuk meretensi dokter spesialis selama kurun waktu tertentu di lokasi penempatan. Transformasi ini sekaligus menjadi awal untuk mewujudkan SDM kesehatan yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujar Prof. Diantha.

Sebelum melakukan kajian tentang transformasi sistem seleksi calon peserta Pendidikan Dokter ini, Prof. Diantha telah melakukan banyak penelitian. Beberapa di antaranya adalah Looking Beyond the Covid-19 Pandemic: the Recalibration of Student-Teacher Relationships in Teaching and Learning Process (2023), Are We Ready to Collaborate? The Inter-professional Collaborative Competencies of Healthcare Professionals in the Global South Context (2022), dan The Practice of Feedback in Health Professions Education in the Hierarchical and Collectivist Culture: A Scoping Review (2022).

Prof. dr. Diantha Soemantri, M.Med.Ed, Ph.D. menamatkan Pendidikan Dokter di FKUI pada 2005; menyelesaikan Master in Medical Education (MMedEd) di University of Dundee, Scotland, tahun 2007; dan memperoleh gelar Ph.D. (Medical Education) di Melbourne Medical School, Australia, pada 2013. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Direktur Bidang Pendidikan Kedokteran, Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI dan merupakan Wakil Ketua Bidang 1 PP PERPIPKI (Perhimpunan Pengkaji Ilmu Pendidikan Kedokteran Indonesia).

Prosesi pengukuhan guru besar Prof. Diantha turut dihadiri oleh Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia periode tahun 2018–2023, Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro; Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Prof. Dr. dr. Tri Nur Kristina, DMM., M.Kes. ; Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, Sp.GK(K); dan Rektor UI Periode 2014–2019, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met.

(Humas FKUI)