Terapi Nutrisi bagi Pasien Kanker Paru

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker paru, hati, lambung, kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya.

Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Khusus tentang kanker paru, tidak hanya merupakan jenis kanker dengan kasus baru tertinggi dan penyebab utama kematian akibat kanker pada penduduk laki-laki yang dikaitkan dengan kebiasaan merokok, namun ternyata kanker paru juga memiliki persentase kasus baru cukup tinggi pada penduduk perempuan.

Pasien kanker umumnya mengalami penurunan berat badan sejalan dengan perkembangan penyakitnya, dengan insiden kurang gizi pada kanker diperkirakan antara 40–80%. Konsekuensi dari kurang gizi meliputi meningkatnya risiko komplikasi, menurunnya respon dan toleransi terhadap terapi, rendahnya kualitas hidup, dan menurunnya angka harapan hidup. Pada kanker, penurunan berat badan dikaitkan dengan kaheksia kanker. Kaheksia merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kehilangan otot, dan kelemahan umum dengan penyebab mulifaktorial, termasuk efek peningkatan proses peradangan (inflamasi).

Pasien kanker yang mengalami malnutrisi berada dalam kondisi hipermetabolik dengan peningkatan lipolisis dan oksidasi asam lemak, glukoneogenesis, serta katabolisme protein di seluruh tubuh. Kebutuhan akan asam amino dapat menyebabkan massa otot hilang secara bertahap dan menyebabkan ketersediaan asam amino, terutama asam amino esensial, menjadi rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui profil dan hubungan antara asam amino serum, status nutrisi dan sitokin-sitokin pro-antiinflamasi, serta T helper 17 pada pasien kaheksia kanker paru untuk digunakan dalam terapi nutrisi pasien kaheksia kanker.

Penelitian kemudian dilakukan oleh staf pengajar Departemen Ilmu Gizi FKUI dr. Diana Sunardi, M.Gizi, SpGK pada penderita kanker paru dengan kaheksia dengan tujuan melihat gambaran profil dan hubungan antara asam amino dalam darah, status gizi, asupan dan penanda peradangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kanker kaheksia mengalami anemia, albumin kurang, dan tidak nafsu makan dengan asupan protein yang rendah.

Untuk kandungan asam amino dalam darah, beberapa kadarnya jauh dibawah orang Asia lainnya, yang mungkin terkait dengan jumlah dan variasi jenis protein yang dikonsumsi. Sementara itu kadar penanda inflamasi didapatkan tinggi pada sebagian penderita. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara kadar beberapa asam amino dengan kadar hemoglobin, albumin, nafsu makan dan penanda peradangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah dan jenis asupan protein penting bagi penderita kanker.

Pemaparan hasil penemuan tersebut dipresentasikan dengan baik oleh dr. Diana Sunardi, M.Gizi, SpGK pada sidang disertasi doktoralnya, Senin (21/1/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI, Salemba. Disertasi berjudul “Asam Amino Serum pada Pasien Kanker Paru dengan Kaheksia dan Hubungannya dengan Status Nutrisi, Sitokin Pro dan Anti-inflamasiberhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji dr. Rina Agustina, MSc, PhD dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Sri Widia A. Jusman, MS; Dr. dr. Ina S. Timan, SpPK(K); dr. Elisna Syahruddin, SpPK(K), PhD; dan Dr. dr. Meilani Kumala, MS, SpGK(K).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KEGH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Diana Sunardi, M.Gizi, SpGK sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Gizi di FKUI.

Promotor Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc dan ko promotor Prof. Dr. dr. Siti Boedina Kresno, SpPK(K) dan Dr. dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam terapi nutrisi pasien dengan kaheksia kanker, sehingga status nutrisi pasien kaheksia kanker dapat diperbaiki, kualitas hidup terjaga, dan hasil terapi kanker memberikan respon optimal.

(Humas FKUI)