Penurunan angka kematian balita di dunia cukup tajam dalam 20 tahun terakhir. Kematian bayi dan neonatal juga mengalami penurunan karena adanya peningkatan kualitas tata laksana asfiksia dan infeksi. Namun bila dibandingkan dengan angka kematian balita, penurunan angka neonatal sangat lambat di banyak negara. Hal tersebut terjadi karena cacat bawaan pada awalnya tidak dianggap sebagai penyebab bermakna terhadap tingginya kematian neonatal.
Cacat bawaan, selain menyebabkan kematian, juga menyebabkan rendahnya kualitas hidup anak serta mahalnya biaya perawatan. Secara umum, cacat bawaan dibedakan menjadi dua yaitu fungsional dan struktural. Diagnosis definitif cacat bawaan fungsional biasanya dilakukan dengan pemeriksaan hormon atau metabolit. Cacat bawaan struktural yang paling banyak ditemukan adalah malformasi kongenital (MK). MK juga dibedakan menjadi isolated dan multipel.
Malformasi kongenital multipel (MKM) sampai sekarang masih menjadi isu penting karena berkontribusi sebesar 20% terhadap kematian neonatal. Kurangnya kewaspadaan tenaga kesehatan mengenai MKM, keterbatasan fasilitas laboratorium genetik, mahalnya biaya pemeriksaan, dan tidak masuknya pemeriksaan genetik dalam sistem pembiayaan kesehatan nasional menjadi penyebab utama dalam penegakkan diagnosis definitif (penyebab) MKM. Diagnosis definitif perlu didapat karena dengan diketahuinya penyebab maka tata laksana komprehensif terhadap pasien MKM menjadi lebih optimal. Tindakan pencegahan pun bisa dilakukan bila kerusakan materi genetik diketahui sumbernya.
Era genomik di bidang kedokteran dan kedokteran molekuler tidak bisa dibendung lagi. Pesatnya perkembangan ilmu genetika, biologi molekuler, dan nano teknologi harus bisa dimanfaatkan oleh para tenaga kesehatan, termasuk dokter, untuk membantu tata laksana pasien. Mulai dari diagnostik, pencegahan, hingga pengobatan. Melalui penelitian disertasinya, staf pengajar Departemen Biologi Kedokteran FKUI, dr. Yulia Ariani Aswin, SpA, mengangkat peran perkembangan ilmu genetika, biologi molekuler dan nano teknologi dalam membuat alur diagnosis pasien dengan cacat bawaan (malformasi kongenital multipel atau MKM).
Penelitian yang dilakukan oleh dr. Yulia ini menemukan bahwa langkah terpenting tetap pada penilaian klinis. Empat puluh persen kasus dapat diduga penyebabnya hanya dengan menggunakan data klinis, yang dibantu oleh database fenotip. Berdasarkan data klinis, pasien MKM di Indonesia memiliki fenotip beragam dan bersifat multiorgan. Tiga fenotip tersering yang ditemukan pada subjek adalah hambatan pertumbuhan, mikrosefali, dan penyakit jantung bawaan.
Sementara itu, 60% kasus tidak dapat diduga penyebabnya sehingga membutuhkan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan genetik yang sederhana yaitu analisis kromosom (G-banding), masih memiliki peran yang penting, mengingat harganya yang terjangkau. Melalui metode ini, 34,7% kasus dapat diketahui jenis kerusakan genetiknya. Lebih dari separuhnya membutuhkan pemeriksaan lanjutan yang lebih canggih, yaitu dengan metode microarray. Pemeriksaan microarray dapat menemukan beberapa jenis kelainan genetik dengan berbagai tingkat validitas. Sebanyak 90% kasus MKM dapat diketahui atau diduga jenis kerusakannya sehingga langkah lanjutan dari setiap kasus dapat ditentukan.
Untuk kasus dengan temuan penyebab yang sudah jelas hubungan kausalitasnya, dapat langsung dibuat perencanaan jangka panjang tata laksana, hingga ke upaya pencegahan dan konseling genetik. Beberapa kasus memerlukan konfirmasi dengan cara melakukan pemeriksaan orangtua untuk memastikan hubungan kausalitas temuan microarray.
Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Yulia Ariani Aswin, SpA, pada sidang promosi doktoralnya, Senin (2/12/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI Salemba.
Disertasi berjudul “Identifikasi Variasi Struktur Kromosom pada Unknown Malformasi Kongenital Multipel dengan Array Comparative Genomic Hybridization: Upaya Memahami Etiologi dan Patogenesis” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K) dengan anggota tim penguji Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K); Dr. dr. Lanny C. Gultom, SpA(K); dan dr. Farmaditya Eka Putra, M.Si.Med, PhD (Universitas Diponegoro).
Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Yulia Ariani Aswin, SpA sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI.
Melalui sambutannya promotor Prof. Dr. dr. Wahyuning Ramelan, SpAnd dan ko-promotor Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) dan Prof. Purnomo Soeharso, PhD berharap hasil penelitian ini dapat memberi tambahan pengetahuan mengenai berbagai etiologi kelainan kromososm pada MKM. Publikasi temuan kasus baru perlu dilakukan untuk dapat memastikan apakah benar temuan jenis kerusakan tersebut merupakan penyebab dari MKM. Kolaborasi riset juga perlu dilakukan untuk melakukan uji pembuktian apakah temuan jenis kerusakan tertentu memang mempunyai hubungan kausalitas.
(Humas FKUI)