Nyeri haid, atau dismenore, adalah masalah umum yang dialami oleh banyak perempuan saat mereka mendapat haid. Meskipun nyeri haid sering kali dianggap sebagai hal yang normal dalam kejadian haid, terdapat nyeri haid yang perlu mendapat perhatian lebih serius karena berhubungan dengan sebuah kondisi penyakit yang dikenal dengan endometriosis. Kegagalan untuk mendeteksi dini keberadaan penyakit dapat menimbulkan konsekuensi serius kepada penderitanya berupa nyeri panggul berkepanjangan hingga gangguan kesuburan.
Endometriosis adalah sebuah kondisi terdapatnya jaringan yang mirip dengan lapisan dalam rahim (endometrium) yang tumbuh di luar rahim, seperti indung telur, saluran telur, atau area lain di sekitar rongga panggul. Dokter spesialis dari Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. dr. Kanadi Sumapraja, Sp.OG, SubSp. FER, MSc, menjelaskan tentang risiko endometriosis pada Seminar Umum Kesehatan Reproduksi yang berlangsung di Auditorium Lt. 3 Gedung IMERI FKUI, Jakarta, Rabu 3 Juli 2024.
“Sebagian besar perempuan mengalami aliran darah haid yang bukan hanya keluar ke vagina (aliran anterograde) melainkan sebagian kecil juga mengalir ke arah rongga perut. Namun hanya sekitar 9-10% perempuan yang akan mengalami endometriosis, oleh karena darah menstruasi yang tumpah di rongga perut gagal dibersihkan oleh sistem pembersih. Konsekuensi dari bertahannya sisa darah menstruasi tersebut tetap bertahan hidup di rongga perut, maka acapkali wanita tersebut mengeluarkan darah haid, maka terjadi pula ‘haid mini’ di sana yang dapat memicu terjadinya reaksi peradangan yang akan menstimulasi serabut-serabut saraf nyeri di rongga panggul. Hal ini mengakibatkan penderita akan mengalami nyeri haid setiap kali datangnya haid terutama di hari-hari pertama, dan nyeri akan berkurang saat jumlah darah haid jumlahnya berkurang,” terang Dr. dr. Kanadi mengenai proses terjadinya endometriosis.
Menurut Dr. dr. Kanadi, tidak semua nyeri haid berhubungan dengan endometriosis. Berdasarkan waktu pertama kali munculnya, nyeri haid dibagi menjadi nyeri haid primer dan sekunder. Nyeri haid primer muncul dalam masa 6-12 bulan pertama setelah mendapat haid untuk pertama kalinya (menarche) dan seiring dengan bertambahnya usia maka intensitas nyerinya akan terus berkurang bahkan bisa hilang. Sedangkan nyeri haid sekunder biasanya baru dikeluhkan belakangan setelah beberapa tahun mengalami periode bebas nyeri haid sejak haid yang pertama. Nyeri haid sekunder inilah yang perlu diwaspadai dapat berhubungan dengan kejadian endometriosis.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika kondisi endometriosis tidak terdeteksi dan dibiarkan tanpa mendapatkan pengobatan yang baik, maka peradangan di rongga perut yang berkepanjangan dapat memicu terjadinya perlekatan-perlekatan di rongga perut hingga memicu kerusakan serabut saraf nyeri yang mengakibatkan nyeri panggul menahun. Endometriosis menahun juga dapat memicu terjadinya benjolan di rahim (adenomyosis) atau kista di indung telur (endometrioma) yang berpotensi mengganggu fungsi kesuburan.
Untuk menghindari kondisi tersebut di atas, maka dokter Kanadi menekankan agar setiap perempuan yang menderita nyeri haid hingga mengakibatkan tidak dapat beraktivitas secara sosial untuk sedini mungkin dibawa berkonsultasi ke dokter.
“Anggap perempuan usia muda yang berkunjung ke ruang praktek dengan keluhan nyeri haid sebagai penderita endometriosis hingga terbukti bukan. Deteksi dini merupakan langkah yang penting dalam tatalaksana endometriosis, agar dapat segera memulai program pencegahan sekunder, dengan cara memberikan terapi hormon yang bertujuan untuk mencegah terjadinya radang berkepanjangan, progresivitas penyakit, serta menyelamatkan fungsi kesuburan akibat endometriosis,” pungkas Dr. dr. Kanadi.
Seminar Umum Kesehatan Reproduksi dengan judul “Deteksi Dini Endometriosis: Menangani dan Mengatasi Nyeri Haid” ini dimoderatori oleh Prof. Dr. dr. Andon Hestiantoro, SpOG, SubSp FER, MPH dari Klaster Human Reproduction, Fertility and Family Planning (HRIFP) IMERI FKUI. Seminar diselenggarakan dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun ke-7 Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI.
“Seminar ini diadakan untuk merayakan Hari Ulang Tahun IMERI FKUI yang ke-7, bertujuan memberikan informasi mengenai pentingnya kewaspadaan terhadap nyeri haid pada perempuan dan pentingnya deteksi dini endometriosis. Kami berharap peserta dari kalangan masyarakat umum memperoleh pengetahuan baru dan kesadaran terkait risiko endometriosis,” ujar Direktur IMERI FKUI Prof. dr. Badriul Hegar, Sp.A(K), Ph.D.
(Humas FKUI)