Universitas Indonesia (UI) kembali menambah daftar penerima gelar Guru Besar. Dua staf pengajar dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Zakiudin Munasir, SpA(K) dan Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K), dikukuhkan sebagai guru besar pada upacara pengukuhan yang dilaksanakan hari Sabtu (20/1) lalu, pukul 10.00 WIB di Aula IMERI-FKUI, Salemba. Pada kesempatan tersebut, Prof. Zakiudin memberikan pidato pengukuhan dengan judul “Alergi pada Anak dan Permasalahannya di Indonesia, Mitos dan Fakta“. Sementara Prof. Rini memberikan pidato pengukuhan berjudul “Pediatri Sosial Pendekatan Holistik Komprehensif dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang dan Kualitas Hidup Anak: Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi”.
Prosesi pengukuhan yang dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met, tersebut, turut dihadiri oleh Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek, SpOG(K) (Menteri Kesehatan RI periode 1998-1999); dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH (Menteri Kesehatan RI periode 2012-2014) dan Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) (Menteri Kesehatan RI periode 2014-sekarang).
Dalam pidatonya, Prof. Zakiudin memaparkan topik mengenai alergi makanan pada anak. Alergi makanan pada anak merupakan masalah yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Sayangnya hingga saat ini belum ada penelitian secara nasional terkait angka kejadian alergi makanan pada anak di Indonesia secara keseluruhan. Jumlah orangtua yang menganggap anaknya alergi makanan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara objektif oleh dokter.
Selain membawa dampak pada pasien akibat gejala klinis yang diderita, alergi makanan juga akan membawa dampak negatif terhadap tumbuh kembangnya bila pasien harus pantang banyak makanan yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Apalagi jika pantangan-pantangannya tidak berdasarkan pemeriksaan yang sahih. Alergi makanan ini juga berdampak pada ekonomi karena biaya pemeriksaan penunjang, obat-obatan, dan makanan pengganti (misalnya formula khusus), relatif lebih mahal.
Gejala alergi makanan ringan dimulai dengan gatal-gatal hingga gejala berat yang dapat menimbulkan kematian, misalnya syok anafilaksis. Alergi makanan dapat memengaruhi kulit, saluran cerna dan saluran napas, serta reaksi sistemik seperti syok anafilaksis, seperti yang sering dilaporkan di luar negeri disebabkan oleh alergi kacang tanah.
Dari sejumlah 425 pasien alergi, didapatkan 164 pasien dengan alergi makanan (39%), yang terdiri dari 45% dermatitis atopik, 34% dengan batuk kronik berulang, dan 10/30 pasien dengan rinitis alergi. Di sini terlihat bahwa manifestasi terbanyak alergi makanan adalah dermatitis atopik. Ini sesuai dengan imaturitas saluran cerna pada anak dengan manifestasi alergi terbanyak pada usia dini adalah dermatitis atopik.
Diagnosis alergi makanan termasuk sulit ditegakkan. Banyaknya variasi makanan, khususnya di Indonesia, lalu bahan-bahan aditif, seperti bumbu, bahan penyedap, bahan pengawet, dan pewarna makanan, dapat menyulitkan klinisi untuk menentukan makanan pencetus alergi. Cara untuk mengidentifikasi alergi makanan pada anak sebenarnya mudah dan terbilang murah, yaitu dengan menuliskan catatan harian makanan yang diberikan pada anak. Melalui catatan tersebut, dapat dengan mudah dan cepat untuk dilakukan identifikasi makanan pencetus alergi. Beberapa strategi yang direkomendasikan untuk mencegah alergi pada anak yaitu dengan pemberian ASI eksklusif, pemberian formula susu sapi terhidrolisis parsial maupun ekstensif pada bayi yang mempunyai risiko alergi tinggi, pemberian makanan padat usia 4–6 bulan secara bertahap, dan menghindari pajanan asap rokok.
Pediatri Sosial
Pada kesempatan yang sama, Prof. Rini memaparkan pidato pengukuhannya mengenai pentingnya peran dokter spesialis anak di masyarakat. Masalah kesehatan anak di Indonesia, tak hanya berkutat pada penyakit anak yang sering dijumpai di perawatan rumah sakit. Tetapi juga terkait dengan pengobatan medis seperti pemberian obat-obatan. Aspek lain yang penting diperhatikan juga adalah upaya pencegahan penyakit, edukasi, dan rehabilitatif pada beberapa penyakit.
Pemenuhan kebutuhan dasar anak penting untuk upaya pelayanan kesehatannya. “From hospital to community” atau sebaliknya “from community to hospital” merupakan konsep dasar dalam setiap penanganan masalah anak secara menyeluruh. Penanganan kuratif bukan hanya sekedar pemberian obat dan perbaikan nutrisi tetapi juga edukasi dan konseling kepada orangtua, keluarga termasuk lingkungan terdekat anak seperti sekolah, masyarakat di sekitar anak ataupun komunitas kegiatan anak di luar sekolah. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai amanah Undang Undang Perlindungan anak No. 23 tahun 2002.
Pediatri sosial adalah suatu pendekatan kesehatan anak yang fokus pada anak, dalam keadaan sakit dan sehat, dalam konteks masyarakat, lingkungan, sekolah, dan keluarga. Petugas kesehatan tidak cukup bekerja untuk penanganan secara individu di rumah sakit, tetapi perlu didukung oleh lingkungan di sekitar anak seperti lingkungan sekolah, peran kementerian kesehatan, pendidikan, lembaga eksekutif, legislatif di suatu negara yang membidangi kesehatan dan kesejahteraan anak, termasuk lembaga peradilan.
Peran pediatri sosial sangatlah penting dalam upaya optimalisasi tumbuh kembang dan pencapaian kualitas hidup yang baik. Pendekatan komprehensif pada pelayanan kesehatan anak sebaiknya selalu dilakukan, baik upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Temuan berbagai penelitian di masyarakat/komunitas, merupakan data penting yang dapat digunakan untuk membuat materi edukasi, membuat kebijakan pelayanan kesehatan anak, maupun koordinasi dengan sektor di luar bidang kesehatan dan kedokteran. Semoga ke depan masalah kesehatan anak di masyarakat akan selalu menjadi prioritas bagi seluruh insan ilmiah sehingga negara kita akan memiliki sumberdaya manusia yang handal.
Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para sivitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat menaikkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional. (Humas FKUI)