Seorang atlet profesional dipandang sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kesehatan prima. Oleh karenanya kematian mendadak pada atlet, terutama yang berusia muda, merupakan kejutan yang ramai dibicarakan di berbagai media massa, kalangan medis, komunitas olahraga maupun masyarakat umum. Angka kejadian kematian mendadak pada atlet memang tergolong rendah, namun demikian jumlahnya 2-4 kali lebih sering dibandingkan dengan non-atlet.
Kematian mendadak didefiniskan sebagai kematian tidak terduga, ditandai dengan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan terjadi dalam tenggang waktu 1 jam setelah timbulnya gejala, dengan atau tanpa adanya penyakit jantung. Kematian mendadak pada atlet dapat terjadi saat atlet berlatih/bertanding ataupun sesaat setelah melakukan kerja fisik berat. Kematian mendadak saat pertandingan dikategorikan menjadi dua: penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah akibat trauma seperti cedera pada kepala atau tulang belakang, namun penyebab terbanyak adalah penyebab tidak langsung yaitu aritmia (gangguan irama jantung) yang berlanjut menjadi henti jantung.
Kelainan struktur yang paling sering dijumpai pada kematian mendadak seorang atlet adalah hipertrofi kardiomiopati yang ditandai dengan hipertrofi abnormal berupa penebalan asimetris pada dinding dan septum ventrikel, peningkatan matriks ekstraseluler dan apoptosis (kematian sel) terutama pada ventrikel kiri. Sejauh ini, arti klinis dan dampak perubahan morfologi jantung berupa pembesaran jantung (hipertrofi ventrikel kiri) berkepanjangan dikaitkan dengan latihan fisik intensif masih belum dipahami sepenuhnya. Demikian pula pengaruh penghentian latihan fisik (detraining), terutama henti latih untuk jangka waktu panjang, belum banyak diteliti.
Adalah dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS, AIFM, staf pengajar Departemen Fisiologi FKUI kemudian melakukan penelitian pada tikus Wistar dewasa muda yang diberi latihan fisik aerobik dan anaerobik jangka panjang pada jentera berjalan. Disertai dengan suatu periode henti latih yang memperlihatkan terjadinya perubahan (remodeling) jantung disertai apoptosis (kematian sel) serta perubahan letak (lateralisasi) kanal penghubung antar sel (gap junction). Remodeling jantung ini mempengaruhi kecepatan penghantaran impuls listrik jantung yang dapat dilihat melalui rekaman elektrokardiografi (EKG). Periode henti latih tidak memulihkan remodeling jantung maupun gangguan penghantaran impuls listrik, terutama akibat latihan anaerobik. Dari hasil penelitian ini belum dapat dipastikan bahwa latihan aerobik dan terutama anaerobik jangka panjang tidak membawa dampak buruk pada kesehatan jantung, terutama apabila latihan tersebut melebihi kapasitas normal seseorang.
Pemaparan tersebut dipresentasikan oleh dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS, AIFM dalam sidang promosi doktoralnya, Selasa (28/7) lalu di Ruang Senat Akademik Fakultas (SAF) FKUI Salemba, Jakarta. Disertasi berjudul “Remodeling Miokardium Ventrikel Tikus Wistar Akibat Latihan Fisik jangka Panjang serta Henti Latih sebagai Dasar Aritmogenesis” ini dipaparkan dengan baik di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. dr. Fransiscus D. Suyatna, PhD, SpFK dengan anggota penguji Prof. dr. Mohammad Sadikin, DSc; Dr. Nurhadi Ibrahim, MS, PhD; dan Prof. Dr. dr. Frans Ferdinal, MS (Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara).
Di akhir sidang, ketua sidang Prof. dr. Pratiwi P. Sudarmono, SpMK(K), PhD, mengangkat dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS, AIFM sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI. Disertasi yang disusun di bawah bimbingan promotor Prof. dr. Jeanne A. Pawitan, MS, PhD dan ko-promotor dr. Nurjati Chairani Siregar, MS, PhD, SpPA(K) dan Dr. drg. Sri Redjeki Prasetyo, MS (Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indoensia) ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dasar mengenai patofisiologi perubahan yang terjadi akibat latihan fisik jangka panjang serta henti latih pada jantung. (Mel/Dan/Die)