Prof. Dr. dr. Evy Yunihastuti Kaji Pentingnya Vaksinasi dan Profilaksis untuk Perlindungan Tenaga Kesehatan di Indonesia

Prof. Dr. dr. Evy Yunihastuti, Sp.PD., K-AI., FINASIM., dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap di bidang Ilmu Alergi Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) di Aula IMERI, Kampus UI, Salemba, Sabtu, 8 Juli 2023. Upacara pengukuhan tersebut dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve.

Prof. Evy menyampaikan pada orasi ilmiahnya tentang pentingnya vaksinasi dan profilaksis untuk perlindungan tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia. Pandemi Covid-19 yang baru saja berlalu, menyisakan banyak pengalaman untuk masyarakat. “Pada awal pandemi, banyak nakes yang gugur karena Covid-19 dan sampai dengan Maret 2023, tercatat 2172 meninggal. Keadaan berubah ketika Januari 2021, pemerintah memulai program vaksinasi Covid-19 dengan prioritas pertama pada nakes,” ujar Prof. Evy.

Prof. Dr. dr. Evy Yunihastuti, Sp.PD., K-AI., FINASIM

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Belajar dari Pandemi Covid-19: Vaksinasi dan Profilaksis untuk Perlindungan Tenaga Kesehatan di Indonesia” ini, tampak hadir dalam prosesi tersebut, di antaranya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Moh. Adib Khumaidi; Plt. Direktur Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. dr. Lies Dina Liastuti, Sp.JP (K), FIHA, MARS.; Direktorat Jenderal Farmalkes, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Dr. Dra. Rizka Andalucia, Apt.; Plt. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta drg. Ani Ruspitawati, M.M.; dan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.

Vaksinasi yang tadinya hanya dikenal untuk anak-anak, mulai dikenal masyarakat untuk orang dewasa. Masyarakat Indonesia juga mulai mengenal istilah, seperti vaksin primer, vaksin booster, herd immunity, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), dan yang paling populer adalah aplikasi “Peduli Lindungi”. Prof. Evy mengatakan, kejadian ini merupakan suatu percepatan pembelajaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan adanya upaya vaksinasi dewasa. Dengan program vaksin Covid-19, Indonesia kini mempunyai puluhan ribu vaksinator terlatih.

Selain Covid-19, Prof. Evy menambahkan bahwa nakes berisiko lebih tinggi tertular infeksi, tidak hanya penularan lewat udara seperti influenza dan tuberkulosis, tetapi juga melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lewat pajanan perkutan. Lebih dari 20 jenis penyakit menular dapat ditransmisikan lewat darah atau cairan tubuh.

Risiko tertinggi adalah tertusuk jarum atau benda tajam yang disebut pajanan perkutan. Risiko tertular HIV setelah pajanan perkutan adalah 0,3% dan pajanan melalui mukosa 0,03% per kejadian. Risiko tertular virus hepatitis C (VHC) setelah pajanan perkutan adalah 1,8%, virus hepatitis B (VHB) sebesar 6-30%.

“Pandemi Covid-19 mengingatkan kita tentang keselamatan nakes. Walaupun tidak cukup terdengar gaungnya, World Health Organization (WHO) sebenarnya menetapkan tahun 2021 lalu sebagai The International Year of Health and Care Workers dengan tema protect, invest, together dan penekanan urgensi pentingnya investasi untuk kesehatan nakes. Tidak hanya vaksin Covid-19, nakes perlu mendapat proteksi terhadap berbagai penyakit menular lain lewat vaksinasi, seperti hepatitis B, influenza, tetanus, atau mendapat profilaksis, seperti terapi pencegahan tuberculosis,” kata Prof. Evy.


Pengalaman dari vaksinasi Covid-19 menunjukkan Indonesia mampu melakukan vaksinasi serial berskala nasional. Capaian vaksinasi nakes sangat tinggi hingga vaksin booster Covid-19. Peran presiden sebagai contoh orang pertama yang divaksin dan pemerintah yang menjadikan nakes sebagai prioritas, menjadi faktor-faktor yang penting untuk nakes bersedia mengikuti vaksinasi Covid-19.

“Semua hal baik yang kita pelajari selama pandemi Covid-19 dapat digunakan untuk Indonesia menjadi lebih baik, termasuk menjaga kesehatan para nakes. Platform big data nakes, seharusnya dapat dimanfaatkan demikian juga dengan puluhan ribu vaksinator yang sudah dilatih. Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), Komite Ahli Penanggulangan Hepatitis, Diare, dan Saluran Pencernaan, serta Satgas Imunisasi Dewasa (PAPDI) pada tahun 2022 sudah membuat kajian dan rekomendasi untuk vaksinasi hepatitis B secara bertahap pada nakes, namun saat ini perlu menunggu implementasinya,” ujar Prof. Evy.

Di FKUI, Prof. Evy berhasil menyelesaikan pendidikan dokternya pada 1997. Pada tahun 2004, ia mendapatkan gelar dokter spesialis penyakit dalam dan menamatkan pendidikan doktornya pada 2010. Masih di kampus yang sama, di tahun berikutnya (2011) ia meraih gelar Konsultan Alergi Imunologi. Sampai dengan saat ini, Prof. Evy telah menghasilkan 127 publikasi jurnal internasional dengan scopus h-index 21 dan 23 publikasi jurnal nasional bereputasi. Beberapa di antaranya, yaitu Incidence and Severity Prediction Score Of COVID-19 In People Living with HIV (SCOVHIV): Experience from The First and Second Waves of The Pandemic In Indonesia (2022); Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini (2020); dan Diagnostic performance of APRI and FIB-4 for confirming cirrhosis in Indonesian HIV/HCV co-infected patients (2020).

(Humas FKUI)