Peran FKUI dalam Kesehatan dan Kemakmuran Bangsa

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB., mengawali pidato sambutannya pada Sarasehan Dies Natalis ke-73 FKUI bertema “Bersatu Berkarya untuk Indonesia Sehat” dengan kabar baik atas pencapaian bahwa Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI), yang merupakan RS pendidikan bagi FKUI, masuk dalam World’s Top Academic Health Centres (AMC) versi Brand Finance tahun 2023, pada Kamis 9 Febrauri 2023 di Aula FKUI, Salemba. Capaian tersebut, kata Dekan, membuktikan bahwa FKUI telah diapresiasi dunia dan juga berkat dukungan serta kerja sama ILUNI antar-angkatan.

“ILUNI FKUI saling berkejaran untuk saling mendukung agar rekan-rekannya bisa menjadi guru besar. Luarannya adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu riset, inovasi, publikasi akan naik, yang mengangkat FKUI dan UI untuk bisa bersaing di tingkat global,” ujarnya.

Lebih lanjut Dekan mengatakan, FKUI konsisten melaksanakan kegiatan Tri Dharma dalam rangka mewujudkan UI sebagai Entreprenurial University. “Tahun 2022, Glaucoma Impant hasil inovasi tim FKUI yang diketuai oleh Dr. dr. Virna Dwi Oktariana Asrory, Sp.M(K) produk inovasi yang sudah dihilirisasi bekerja sama dengan PT Rohto, pencapaiannya di Indonesia luar biasa, dan tahun 2023 akan go international,” ujarnya.

Ihwal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., bahwa FKUI dalam kesehatan kemakmuran bangsa, mewakili lingkungan entitas mikro yang berdampak pada makro ekonomi. “Jadi, negara kita memiliki tugas meningkatkan kesejahteraan yang efeknya pada inovasi. Inovasi itu yang menyebabkan ada peningkatan kesejahteraan,” ujar Rektor UI.

Rektor mengatakan, pada tahun 1961 Robert Merton Solow seorang ekonom Amerika Serikat, meraih Nobel dalam bidang ekonomi dengan model seperti ini. “Kemudian, ada pengamatan dari negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan sekarang China bisa mendekati Amerika Serikat pendapatan perkapitanya. Hal tersebut tidak bisa dijelaskan dengan akumulasi modal fisik, sehingga apa yang dilakukan oleh pemenang nobel berikutnya bernama Paul M. Romer, dia melihat human capital dan di dalamnya ada pendidikan (education), kesehatan, research, dan development yang menjadi sumber inovasi,” katanya lagi.

Rektor UI menjelaskan bahwa dalam bidang kesehatan ada istilah kesehatan inklusif dimana kesehatan adalah ekosistem, mulai dari reseacrh dan development bagaimana mendidik menjadi seorang dokter, adanya pelayanan, dan kesehatan mulai sejak kandungan, hingga alat kesehatan. “Kalau ada terobosan, misalnya transformasi kesehatan dengan ada kebijakan baru dari Kementerian Kesehatan, terjadi pergeseran kurva (transformasi). Inilah yang kami harapkan dari Dies Natalis FKUI, mengingatkan FKUI mempunyai obligasi untuk membuat kontribusi. Karena modal dasarnya sudah tinggi. Berikutnya harus ada perbaikan terus menerus dan umpan balik sehingga kita harus memberikan sinyal bahwa kita makin baik,” ujar Rektor UI yang merupakan pakar Ekonomi Makro dan Mikro.

Di akhir pidatonya, Rektor UI mengatakan capaian yang diraih FKUI, RSCM, dan RSUI juga harus melakukan signaling. Menurutnya, melihat dari daftar ranking internasional, Rumah Sakit di urutan atas pada daftar tersebut, berpotensi menjadi mitra kolaborasi internasional. “Di negara lain, itu sudah menjadi sumber devisa dengan adanya pasien dari luar negeri yang tertarik untuk melakukan wisata medik, peneliti dan residensinya bisa dari RSCM ke luar negeri, atau sebaliknya. Ia menutup pidatonya mengatakan bahwa tema Dies Natalis FKUI tahun ini sangat tepat karena Bersatu Berkarya untuk Indonesia Sehat merupakan pekerjaan mikro namun berdampak makro.

Sebagai pembicara kunci pada sarasehan Dies Natalis ke-73 FKUI adalah Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D., yang membahas kegawatan kesehatan global yang merupakan masalah penting karena dunia telah menghadapi lebih dari delapan kegawatdaruratan kesehatan dunia. Kedelapan kegawatdaruratan tersebut termasuk pandemi COVID-19. Adanya situasi kegawatdaruratan diikuti berkembangnya respon terhadap kegawatdaruratan mulai dari isolasi, pencegahan (sanitasi/kebersihan), obat, hingga vaksin.

“Di masa depan, ancaman kegawatdaruratan kesehatan global akan semakin kompleks dan multifaktorial, bukan hanya berasal dari manusia saja namun dapat berasal dari hewan, tumbuhan,
bahkan faktor perubahan global. Saat ini WHO telah menyusun standar global untuk merespon kegawatdaruratan dan Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengikuti standar global tersebut,” ujarnya.

(Humas FKUI)