Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) adalah jenis kanker darah yang paling mematikan dengan angka kejadian sekitar 4,7 per 100.000 orang per tahun dan angka kematiannya mencapai 3,8 per 100.000 orang per tahun. Pasien yang menjalani terapi memiliki harapan hidup 5 tahun sekitar 40%, sementara yang tidak menjalani terapi hanya 5-10 bulan. Selama lima dekade terakhir, kemoterapi induksi yang dikenal sebagai D3A7 (daunorubisin 3 hari + sitarabin 7 hari) menjadi pengobatan lini pertama untuk LMA. Meskipun tingkat keberhasilannya mencapai 60-80%, namun angka kegagalan terapi masih cukup tinggi sekitar 50%. Salah satu penyebab utama kegagalan ini adalah resistensi sel-sel leukemia terhadap kemoterapi.
Mutasi pada gen FLT3 sering terjadi pada LMA dan berperan penting dalam perkembangan leukemia. Kondisi ini memicu rasa ingin tahu dr. Elly Yanah Arwanih, S.Si, M.Biomed, peserta Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), untuk melakukan penelitian yang menganalisis peran mutasi gen FLT3 dalam resistensi terhadap terapi induksi D3A7 pada pasien LMA.
“Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana mutasi gen FLT3 memengaruhi efektivitas terapi kemoterapi,” kata dr. Elly.
Dalam penelitiannya, dr. Elly menganalisis sampel darah sumsum tulang dari 20 pasien LMA yang baru saja menyelesaikan terapi induksi D3A7. Ia menggunakan metode PCR-sekuensing untuk mendeteksi mutasi gen FLT3 dan menganalisis dampaknya melalui studi bioinformatika. Hasilnya menunjukkan adanya mutasi baru Ins_572G573 (Insersi-G) pada protein reseptor FLT3 dengan frekuensi 30% dan mutasi FLT3-ITD dengan frekuensi 20%.
Pasien dengan mutasi gen FLT3 ditemukan mengalami peningkatan fosforilasi protein PI3K dan AKT yang menyiratkan adanya peningkatan pembelahan sel dan penurunan proses penghancuran sel kanker. “Temuan ini menunjukkan bahwa mutasi gen FLT3 menyebabkan sel leukemia lebih resisten terhadap kemoterapi dengan meningkatkan jalur pro-proliferasi dan anti-apoptosis,” jelas dr. Elly.
Selain itu, penelitian juga mengamati penanda sel punca leukemia CD34+, CD38-, CD123+, dan ALDH. Namun, penanda ini tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan resistensi terapi D3A7. “Penanda sel punca leukemia tidak berhubungan langsung dengan resistensi terhadap terapi induksi D3A7,” tambahnya.
Penelitian ini menegaskan bahwa mutasi gen FLT3, terutama Ins_572G573, memainkan peran penting dalam mekanisme resistensi terhadap kemoterapi pada pasien LMA melalui aktivasi jalur sinyal PI3K/AKT. “Penemuan ini membuka peluang untuk pengembangan terapi baru yang lebih efektif dengan menargetkan mutasi gen FLT3 dan jalur sinyal yang terkait,” ujar dr. Elly.
Penelitian dr. Elly telah memberikan wawasan baru yang berpotensi mengubah pendekatan pengobatan LMA, menawarkan harapan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengurangi angka kematian akibat penyakit ini.
Elly Yanah Arwanih berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Peran Mutasi Gen FLT3 Pada Resistensi Sel Leukemia Mieloblastik Akut Terhadap Terapi Induksi D3A7 Serta Hubungannya Dengan Penanda Sel Punca Leukemia” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 16 Juli 2024. Ia berhasil menjawab sanggahan dan pertanyaan dari tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Noorwaty Sutandyo, SpPD-KHOM, dengan anggota tim yang terdiri dari Dr. Dra. Arleni Bustami, MS.; Dr. drh. Silvia Tri Widyaningtyas, M. Biomed; dan penguji tamu yaitu Prof. dr. Sofia Mubarika Haryana, M.Med.Sc, Ph.D.
Sidang ini dipimpin oleh Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD(K), dengan promotor Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp. PD-KHOM, M. Epid, M.Pd. Ked, serta kopromotor Prof. Dr. rer. physiol. dr. Septelia Inawati Wanandi, dan Prof. Dr. Melva Louisa, S. Si, M. Biomed.
Prof. Ikhwan selaku promotor turut menyampaikan sambutannya. “Apa yang terjadi hari ini merupakan nikmat Tuhan yang diberikan kepada Dokter Elly sebagai promovendus. FLT3 yang diteliti ini merupakan gen yang dapat mempengaruhi luaran terapi yang diberikan pada pasien leukemia akut. FLT3 saat ini masih bukan pemeriksaan rutin dalam pelayanan kesehatan. Maka dari itu muncul ide untuk meneliti hubungan antara gen ini dengan resistensi terhadap obat yang biasa digunakan saat ini, yaitu daunorubisin dan sitarabin. Temuan hasil ini dapat memberikan insight baru terhadap pengobatan LMA di masa depan,” ujar Prof. Ikhwan.
(Humas FKUI)