Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat peningkatan resistensi insulin dan/atau penurunan sekresi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Pada tahun 2030 WHO memperkirakan DM, atau biasa dikenal dengan penyakit kencing manis, di Indonesia berada di peringkat ke-4 dunia dengan penyandang DM sebesar 21,3 juta orang. Saat ini, beban ekonomi Indonesia untuk DM sebesar 810 juta dolar AS.
Diabetes melitus yang tidak terkontrol erat dengan berbagai penyulit, salah satunya kelainan kulit. Menurut studi, 74% penyandang diabetes melitus tipe 2 (DMT2) mengalami satu atau lebih kelainan kulit, berupa kulit kering (47%), infeksi (10%), tangan diabetes (5%), rambut rontok, dan dermopati diabetes (masing-masing 4%). Kelainan kulit kering sering ditemui dan saat ini tetapi masih terbatas topikal. Kelainan kulit kering yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan morbiditas penyandang DM, salah satunya adalah ulkus atau luka. Patogenesis kulit kering pada DMT2 dipicu oleh kondisi hiperglikemia kronik yang meningkatkan AGE N(6)-carboxymethyl-lysine (CML), sitokin proinflamasi, dan stres oksidatif.
Saat ini, pengobatan kulit kering pada DM menggunakan pelembab topikal. Berbagai bahan herbal digunakan sebagai pelembab. Centella asiatica (CA), atau di Indonesia dikenal dengan Pegagan, merupakan salah satu bahan herbal yang banyak diteliti. Dalam bidang dermatologi, CA kerap digunakan untuk mengobati luka, luka bakar, jaringan parut hipertrofik, eksim, kusta, psoriasis, dan lupus eritematosus. Dari berbagai penelitian, CA topikal (Cat) dapat memperbaiki hidrasi kulit melalui peningkatan ekspresi aquaporin-3 (AQP-3), water channel yang memfasilitasi pergerakan air dari dermis ke epidermis. Di samping itu, CAt juga berefek sebagai humektan, agen antiinflamasi, antiglikasi, dan antioksidan.
Walaupun bioavailibilitas CA oral (CAo) tidak terlalu tinggi, banyak penelitian yang membuktikan bahwa CAo bermanfaat sebagai antidiabetes, antidepresi, antibakteri, penyembuh luka, dan neuroproteksi. Studi penggunaan CAo untuk menangani berbagai penyakit memiliki kualitas yang masih lemah dan belum didapatkan studi klinis berdasarkan kedokteran berbasis bukti. Berdasarkan permasalahan tersebut, staf pengajar yang juga merupakan Ketua dari Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM, dr. Lili Legiawati, SpKK(K) kemudian melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis efektivitas dan keamanan kombinasi CAo dan CAt dalam memperbaiki kulit kering DMT2.
Subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan kombinasi CAo dan CAt, kombinasi plasebo oral (Plo) dan CAt, serta kombinasi Plo dan plasebo topikal (Plt). Perbaikan kulit kering secara klinis diukur dengan Specified Symptom Sum Score (SRRC) dan Skin Capacitance (SCap). Perbaikan secara molekular diukur kadar CML, interleukin 1-α (IL-1a), dan aktivitas superoksida dismutase (SOD). Keamanan kombinasi CAo + CAt dinilai melalui pemantauan efek simpang oral dan topikal.
Dari hasil ini peneliti menyimpulkan bahwa respons perubahan SRRC dan SCap sangat dipengaruhi oleh kontrol glukosa darah jangka panjang yang baik. Glukosa darah sewaktu menunjukkan kondisi glukosa darah saat itu yang sangat dinamis dan fluktuatif dari waktu ke waktu sehingga tidak mampu memberikan perbaikan nilai SRRC dan SCap. Penambahan CAo pada sediaan CAt memberikan nilai tambah yang bekerja sinergis dapat meningkatkan perbaikan kulit kering secara klinis dan bermakna secara statistik pada kelompok subjek penelitian dengan glukosa darah terkontrol baik.
Studi ini juga mendapatkan mekanisme kerja CA dalam memperbaiki kulit kering penyandang DMT2 melalui perbaikan stres oksidatif yang dapat diukur melalui peningkatan aktivitas SOD. Kombinasi CAo dan CAt bagi penyandang DMT2 aman digunakan. Implikasi dari studi ini bermanfaat untuk terapi kulit kering pada DMT2 dengan glukosa darah terkontrol baik. Hasil studi ini dapat diaplikasikan dengan kesimpulan bahwa kombinasi CAo dan CAt efektif jika diberikan pada kulit kering penyandang DMT2 dengan kendali glikemik yang baik yaitu nilai HbA1c < 7% dan GDS < 200 mg/dL. Peningkatan CML dan IL1-α diikuti peningkatan SOD pada HbA1 < 7% dan/atau GDS < 200 mg/dL. Namun, walaupun HbA1c > 7% dan GDS < 200 mg/dL juga masih menunjukkan manfaat melalui peningkatan aktivitas SOD.
Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Lili Legiawati, SpKK(K) pada sidang promosi doktoralnya, Rabu (4/12/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI Salemba. Disertasi berjudul “Efek Centella asiatica terhadap Kulit Kering pada Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2: Kajian terhadap Kadar N(6)-Carboxymethyl-Lysine, Interleukin–1a, dan Aktivitas Superoksida Dismutase pada Stratum Korneum” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.
Bertindak selaku ketua tim penguji Prof. Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Erni Hernawati Purwaningsih, MS; Prof. Dr. dr. Sri Widia Jusman, MS; Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-K.Ger, M.Epid, FINASIM; Dr. Drs. Heri Wibowo, M.Biomed; dan Dr. Med. dr. Retno Danarti, SpKK(K) (Universitas Gadjah Mada).
Di akhir sidang, Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, selaku ketua sidang mengangkat dr. Lili Legiawati, SpKK(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD dan ko-promotor Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), M.Epid dan Dr. dr. Em Yunir, SpPD-KEMD berharap hasil penelitian ini dapat memberi manfaat di bidang pelayanan terkait penentuan metode penatalaksanaan dini kulit kering yang dapat juga dimanfaatkan untuk pencegahan kekeringan kulit pada penyadang DMT2.
(Humas FKUI)