Laboratorium Pengujian Resistensi Obat ARV FKUI Raih Akreditasi WHO

Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mendapatkan akreditasi dari World Health Organization (WHO) sebagai “WHO National HIVDR Laboratory” untuk pemeriksaan resistensi obat antiretroviral (ARV) yang digunakan dalam terapi infeksi HIV. Laboratorium ini merupakan laboratorium pertama yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai laboratorium nasional untuk pengujian resistensi obat ARV sebagai menunjang program Pengendalian HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia.

Untuk menanggulangi HIV/AIDS dan IMS, WHO mensyaratkan dilakukannya pemeriksaan resistensi HIV oleh negara yang memperluas cakupan terapi ARV (Antiretroviral Therapy/ART) sebagai penilaian efektivitas kombinasi ART yang direkomendasikan pemerintah. Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI bersama Pusat Riset Virologi dan Kanker Patobiologi (PRVKP) FKUI telah melakukan pengembangan pemeriksaan resistensi ART HIV berdasarkan galur virus HIV yang beredar di Indonesia maupun yang beredar di luar negeri.

Tak hanya itu, keduanya juga secara rutin telah berpartisipasi dalam uji kendali mutu eksternal TREAT Asia Quality Assurance Scheme (TAQAS) yang diselenggarakan oleh National Reference Lab (NRL) Australia. Pemeriksaan ini telah divalidasi dan diujicobakan dalam kegiatan pengawasan resistensi ARV yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI dan WHO.

Teknik pemeriksaan yang diterapkan saat ini adalah berdasarkan Teknik Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), yaitu suatu teknik laboratorium biologi molekular untuk perbanyakan materi genetik virus HIV yang dilanjutkan dengan pembacaan bagian susunan nukleotida virus yang berperan dalam resistensi atau kekebalan virus terhadap ARV. Penentuan kepekaan suatu isolat terhadap ARV dilakukan dengan melakukan analisis sekuen nukleotida menggunakan piranti lunak HIVdata base (HIVdb) dari Stanford University yang berisi database mutasi HIV dan kaitannya dengan resistensi.

Seluruh tim peneliti yang terdiri dari Dr. dr. Budiman Bela, SpMK(K) (peneliti sekaligus Penanggung Jawab Laboratorium Pemeriksaan Molekular dan Kultur HIV); Dr. drh. Silvia Tri Widyaningtyas, M.Biomed (peneliti sekaligus Penanggung Jawab Teknis); Dr. Andi Yasmon, S.Pi., M.Biomed; Hartiyowidi Yuliawuri, M.Biomed; dan Ekawati Betty Pratiwi, S.Si, M.Biomed, telah melakukan pengujian metode dan rekayasa in house primer yang sesuai dengan kondisi di Indonesia serta mengembangkan sistem penjaminan mutu laboratorium terkait pemeriksaan genotyping resistensi obat antiretroviral HIV selama kurang lebih 13 tahun hingga hasil metode laboratorium yang dikembangkan beserta laboratorium pelaksananya saat ini mendapatkan pengakuan berupa akreditasi oleh WHO.

“Keberadaan laboratorium yang sudah terakreditasi oleh WHO untuk pemeriksaan resistensi ARV di Indonesia ini berimplikasi pada kemandirian Indonesia untuk melakukan pengawasan pengujian resistensi ARV, sehingga spesimen klinis yang diperoleh dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak perlu dikirim ke luar negeri untuk pengujian tersebut,” papar dr. Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK(K), Ketua Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI sekaligus Kepala PRVKP FKUI.

“Penelitian dan Pengembangan Pemeriksaan Resistensi HIV ini mendapatkan dukungan yang sangat besar dari pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktorat Jenderal Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dan didukung oleh WHO Indonesia,” lanjutnya kemudian.

Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam mendapatkan pengakuan internasional untuk melakukan pengujian biologi molekular HIV berdasarkan metode yang dikembangkan sendiri oleh peneliti Indonesia, selayaknya dapat meningkatkan keyakinan para pemangku kebijakan untuk meningkatkan dukungan terhadap pelaksanaan penelitian yang bersifat meningkatkan kemandirian Indonesia dalam tata laksana infeksi HIV.

Lebih jauh dr. Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK(K) menjelaskan bahwa tim peneliti laboratorium HIV Universitas Indonesia di Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI dan PRVKP FKUI sebenarnya juga telah berhasil mengembangkan beberapa produk penelitian yang berpotensi untuk meningkatkan industri bioteknologi Indonesia, khususnya dalam hal sistem diagnostik cepat infeksi HIV berbasis serologi serta vaksin HIV. Kedua produk tersebut telah berhasil diperoleh prototipenya, namun masih membutuhkan pendanaan lebih lanjut. Peningkatan kemandirian dalam produksi sistem diagnostik maupun vaksin HIV diharapkan akan berkontribusi positif terhadap permasalahan pembiayaan program nasional HIV/AIDS di Indonesia.

“Dalam hal analisis data susunan nukleotida HIV untuk uji resistensi ARV, sebenarnya masih dapat dilakukan penyempurnaan dan peningkatan kemandirian agar Indonesia dapat melakukan sendiri interpretasi hasil uji resistensi ARV berdasarkan galur HIV yang bersirkulasi secara dominan di Indonesia. Peningkatan kemandirian tersebut, selain akan meningkatkan akurasi interpretasi kekebalan virus HIV di Indonesia terhadap ARV, juga dapat berdampak pada kemampuan melakukan penelitian pengembangan obat ARV yang sesuai dengan kondisi Indonesia,” lanjutnya.

Menanggapi pencapaian dan keberhasilan tersebut, Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menyampaikan apresiasinya atas pencapaian tersebut. “Saat ini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memiliki berbagai pusat riset untuk mendukung penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Adanya pengakuan WHO tersebut membuktikan keberhasilan FKUI dalam membawa penelitian ke aplikasi yang menjawab kebutuhan masyarakat. FKUI sebagai bagian dari UI berkomitmen untuk menjadi institusi pendidikan tinggi ilmu kedokteran yang berorientasi pada sistem pendidikan kedokteran berbasis penelitian untuk kemanusiaan,” tutupnya.

(Humas FKUI)