Gaya hidup yang higienis dan tinggi rendahnya derajat sanitasi di masyarakat kerap dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan faktor sosio-ekonomi. Pendidikan dan sosio-ekonomi juga menentukan model atau pola pemukiman dan lingkungan suatu komunitas masyarakat. Pemukiman dengan sanitasi yang buruk dapat memberi peluang tumbuhnya beragam mikroorganisme dengan variasi yang lebih banyak dibanding dengan pemukiman yang kondisi sanitasinya lebih baik. Status higienitas dan derajat sanitasi yang baik diketahui dapat menekan kontak individu dengan berbagai agen penyakit infeksi. Hal ini tentu saja berdampak positif dengan menurunnya dan hilangnya berbagai proporsi penyakit infeksi di masyarakat. Namun keadaan ini kemudian memunculkan fenomena baru mengenai meningkatnya berbagai kasus penyakit noninfeksi seperti autoimun, alergi dan metabolik di masyarakat.
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 menyebutkan bahwa dari 57 juta kematian orang per tahun, 36 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit noninfeksi. Penyakit noninfeksi tersebut antara lain kardiovaskuler, kanker, penyakit pernafasan kronis, penyakit saluran pencernaan, dan diabetes.
Berbagai pajanan mikroorganisme di lingkungan tempat tinggal individu ikut membentuk pola perkembangan respons imun individu yang diduga mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap kejadian penyakit infeksi dan metabolik. Sebuah penelitian menjelaskan hilangnya berbagai pajanan mikroorganisme nonpatogen (saprophyte) dan infeksi helmin sebagai akibat dari kemajuan peradaban manusia, tidak hanya merupakan awal terjadinya gangguan alergi namun juga berpengaruh pada perkembangan respons imun individu. Respons imun tidak mampu menekan antigen-antigen nonpatogen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang tidak terkontrol yang berakibat terjadinya kerusakan jaringan yang hebat.
Studi lain memberikan fakta bahwa pajanan mikroorganisme di lingkungan pemukiman kumuh mampu memicu gangguan keseimbangan imunitas humoral pada anak usia sekolah. Hasil-hasil penelitian tersebut membuktikan peranan pajanan mikroorganisme mempengaruhi pola perkembangan dan keseimbangan respons imun individu. Namun bagaimana pola perkembangan dan gangguan keseimbangan imunitas akibat modulasi mikroorganisme dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi dan metabolik masih belum diketahui. Diperlukan sebuah penelitian untuk menjawab fenomena menurunnya berbagai penyakit infeksi yang diikuti dengan meningkatnya penyakit metabolik, sebagai akibat dari gangguan keseimbangan respons imun yang dimodulasi oleh mikroorganisme di lingkungan tempat tinggal.
Penelitian kemudian dilakukan oleh Dra. Ndaru Andri Damayanti, MSc sepanjang Maret 2013-Maret 2015. Sampel diambil dari dua lokasi yang berbeda, yaitu pemukiman kumuh di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dan pemukiman mahasiswa fakultas kedokteran sebuah universitas di bilangan Jakarta Pusat yang memiliki sanitas dan higienitas jauh lebih baik. Hasil penelitian menemukan bahwa variasi pajanan mikroorganisme pada subyek yang tinggal di lingkungan kumuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di lingkungan nonkumuh.
Pemaparan penelitian tersebut dipresentasikan dengan sangat baik oleh Ndaru Andri Damayanti pada sidang disertasi doktoralnya, Kamis (19/11) bertempat di Ruang Kuliah Departemen Parasitologi, FKUI Salemba, Jakarta. Disertasi berjudul “Regulasi Respons Imun Subyek di Pemukiman Kumuh: Studi Imunitas Seluler pada Kultur Sel Darah yang Distimulasi Malaria, Vaksin BCG dan LDL” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji. Bertindak selaku ketua tim penguji Dr. dr. Indra Gusti Mansur, DHES, SpAnd dengan anggota tim penguji Prof. dr. M. Sadikin, DSc; Dra. Beti Ernawati Dewi, PhD dan Prof. Dr. dr. Ridad Agoes, MPH, SpParK (Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung)
Di akhir sidang, Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, selaku ketua sidang mengangkat Dra. Ndaru Andri Damayanti, MSc sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI. Promotor Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI dan ko promotor Prof. Dr. Dra. Taniawati Supali, M.Biomed dan Dr. Drs. Heri Wibowo, M.Biomed berharap hasil penelitian ini dapat menjelaskan mekanisme pajanan mikroorganisme di lingkungan pemukiman yang berbeda. (Humas FKUI -Mel,Die)