Guru Besar FKUI Prof. Em Yunir Jabarkan Tentang Tantangan Pengelolaan Kaki Diabetik di Indonesia

Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., mengukuhkan Prof. Dr. dr. Em Yunir, SpPD-KEMD sebagai guru besar dalam Bidang Ilmu Endokrin, Metabolik, dan Diabetes, Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Sabtu, 24 Februari 2024 di Aula IMERI FKUI, Salemba, Jakarta. Prof. Em Yunir menyampaikan pidato berisi kajian yang sudah dilakukannya, yakni tentang “Tantangan Pengelolaan Kaki Diabetik di Indonesia”.

Unduh buku pidato pengukuhan di sini.

Menurut Prof. Yunir, prevalensi diabetes di seluruh dunia terus meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa terlihat peningkatan prevalensi diabetes pada populasi di atas 15 tahun, yakni dari 6.9% pada 2013 menjadi 10,9% pada 2018. Pada 2021, Indonesia menempati urutan ke lima dengan jumlah penyandang diabetes terbanyak di dunia, yaitu 19,5 juta. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045. Diabetes yang tidak terkontrol akibat kerusakan sel beta pankreas, resistensi insulin, dan peningkatan asam lemak bebas akan menyebabkan terjadinya inflamasi kronik dan disfungsi endotel yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi baik mikro dan makrovaskular. Studi multicenter pada Diabetes Care Asia 2012 menunjukkan beberapa komplikasi diabetes yang sering ditemukan di Indonesia, antara lain neuropati perifer, komplikasi mata, kardiovaskular, ginjal, dan komplikasi kaki diabetik.

Prof. Yunir menemukan bahwa sebesar 35 persen penyandang diabetes berisiko mengalami luka kaki diabetik (LKD). Dari jumlah tersebut, 20% di antaranya menjalani amputasi yang menyebabkan disabilitas, penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya kesehatan, dan mortalitas. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) bahkan menunjukkan bahwa 40% pasien LKD meninggal dunia dalam satu tahun pasca rawat inap.

Komplikasi LKD akan menyebabkan beragam kelainan biomekanik, luka akut yang dapat menjadi luka kronik, risiko amputasi, atau sembuh dengan cacat, yang masing-masing membutuhkan berbagai disiplin ilmu, sarana, dan prasarana untuk penanganannya. Neuropati kaki diabetik mengalami penurunan sensasi nyeri, penurunan kelembaban kulit, dan trauma yang berulang. Ketiga hal ini menyebabkan kaki mudah mengalami luka.

“Penyembuhan luka melalui 4 tahapan, yaitu tahap hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodelling. Pada penyandang diabetes, luka kaki menjadi sulit sembuh akibat gangguan sirkulasi darah, hipoksia jaringan, gangguan faktor pertumbuhan, gangguan angiogenesis, peningkatan inflamasi, serta penurunan imunitas. Saat Pandemi COVID-19 yang lalu, pasien LKD mengalami kondisi yang lebih buruk, berupa infeksi yang lebih berat, dan osteomyelitis. Selain itu, waktu tunggu operasi menjadi dua kali lipat lebih lama dan angka amputasi 2 kali lipat lebih tinggi,” katanya. Prof. Yunir menekankan bahwa rehabilitasi medik merupakan bagian penting pada pengelolaan LKD, baik sebelum luka terjadi hingga setelah amputasi dilakukan. Peran rehabilitasi medik sangat penting untuk mengurangi risiko amputasi dan reamputasi hingga 80%. Sayangnya, tindakan rehabilitasi belum sepenuhnya ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sampai saat ini. Selain tindakan bedah, terdapat beberapa metode lain yang dapat membantu perawatan LKD, yaitu operasi dengan aliran air kecepatan tinggi terapi tekanan negatif luka, konsentrat trombosit darah sendiri, faktor pertumbuhan, Low Level Laser Therapy, dan stemcell atau sel punca.

Sebagai upaya preventif dan kuratif, diperlukan pendekatan multidisiplin yang bersifat holistik untuk upaya preventif dan kuratif. Di rumah sakit, internis atau endokrinologi dapat menjadi dokter penanggung jawab pasien. Menurut Prof. Yunir, kolaborasi lintas profesi di rumah sakit dapat mengurangi kejadian LKD sampai 85 persen. Selain itu, Kemenkes telah mengembangkan Program Transformasi Kesehatan berupa Program Pengampuan Layanan Prioritas Diabetes melalui pengembangan dan penguatan jejaring rumah sakit untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Sebelum melakukan kajian tentang pengelolaan kaki diabetik, Prof. Yunir telah melakukan banyak penelitian. Beberapa di antaranya adalah Factors of Affecting Mortality of Critical Limb Ischemia 1 Year after Endovascular Revascularization in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus (2022); Characteristics of Diabetic Foot Ulcer Patients Pre- and During COVID-19 Pandemic: Lessons Learnt From a National Referral Hospital in Indonesia (2022); dan Three Years Survival and Factor Predicting Amputation or Mortality in Patients with High Risk for Diabetic Foot Ulcer in Fatmawati General Hospital, Jakarta (2022).

Prof. Dr. dr. Em Yunir, SpPD-KEMD menamatkan Pendidikan Dokter di FKUI pada 1988; menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam FKUI pada 2000; menamatkan Program Pendidikan Dokter Subspesialis Konsultan Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes FKUI pada 2008; dan memperoleh gelar Doktor Ilmu Kedokteran dari FKUI pada 2016. Saat ini, ia menjabat sebagai Staf Pengajar Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dan Manajer Pendidikan dan Kemahasiswaan Program Dokter Spesialis dan Subspesialis, FKUI. Pada 2023, Prof. Emir meraih Penghargaan Atas Predikat Unggul pada Semua Program Studi di FK UI.

Pada pengukuhan guru besar Prof. Yunir tersebut hadir Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes; Direktur Layanan Operasional RSCM, dr. Sumariyono, SpPD-KR, MPH; Ketua Tim Kerja Jejaring Non KJSU KIA Kemenkes RI, dr. Indri Astuti Utami, MIPH, MHM; Direktur Keuangan dan BMN RSCM, Oggy Achmad Kosasih, SE, MM; Direktur Utama RSCM periode 2018- 2023, Dr. dr. Lies Dina Liastuti, SpJP(K), MARS, FIHA; Guru Besar FK Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD, K-EMD; Guru Besar FK Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A(K); dan Rektor Universitas Indonesia periode 1998-2002, Prof. Dr. dr. Asman Boedisantoso Ranakusuma., SpPD-KEMD.

(Humas FKUI)