Dosen FKUI Teliti Efek Magnesium Sulfat sebagai Pencegah Gaduh Gelisah Pascaoperasi

Gaduh gelisah (Delirium Emergens) merupakan gangguan perilaku anak yang sering dijumpai pada tahap pemulihan dari pembiusan umum dengan teknik inhalasi. Angka kejadian gaduh gelisah pascaoperasi pada sebuah literatur dilaporkan berkisar 10–67%, dengan populasi tertinggi pada usia 2–5 tahun dan mulai berkurang pada usia 62 bulan. Meskipun gaduh gelisah pascaoperasi akan berhenti dengan sendirinya, namun berpotensi membahayakan keselamatan pasien. Pasien anak yang mengalami gaduh gelisah cenderung memiliki risiko jatuh, cedera, cemas, terlepasnya kateter atau penutup luka tanpa sengaja, serta perdarahan dari luka operasi yang lebih tinggi. Semua itu akan menyebabkan bertambahnya biaya perawatan dan ketidakpuasan rekan kerja serta orang tua pasien.

Penyebab terjadinya gaduh gelisah pascaoperasi sampai saat ini belum diketahui. Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan terjadinya gaduh gelisah antara lain: faktor pasien, faktor operasi dan faktor pembiusan. Sevofluran merupakan gas inhalasi pilihan yang banyak dipakai untuk pembiusan umum terutama pada pasien anak karena nyaman dan aman. Salah satu efek sevofluran yang tidak diinginkan adalah tingginya angka kejadian gaduh gelisah.

Mekanisme kerja sevofluran pada sel saraf menyebabkan kadar kalsium inrasel meningkat. Magnesium sulfat diketahui memiliki sifat antagonis kalsium non-spesifik dalam menghambat terjadinya delirium emergens pascapajanan gas anestetika inhalasi sevofluran. Penelitian mengenai efek magnesium sulfat pada pencegahan gaduh gelisah kemudian dilakukan oleh staf pengajar Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI-RSCM, dr. Andi Ade Wijaya Ramlan, SpAn-KAP.

Hasil penelitian membuktikan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kalsium di sitosol sel neuron neokortikal pada hewan coba sesaat setelah pajanan gas sevofluran dihentikan dan mengalami delirium emergens. Penelitian tersebut juga berhasil membuktikan bahwa pemberian magnesium dapat mencegah terjadinya peningkatan kalsium intrasel sehingga tidak terjadi delirium emergens pada hewan coba setelah pajanan gas sevofluran dihentikan.

Pemaparan penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Andi Ade Wijaya Ramlan, SpAn-KAP, pada sidang disertasi doktoralnya, Selasa (8/5) di Auditorium Lt. 3 Gedung IMERI FKUI, Salemba. Disertasi berjudul “Efek Sevofluran terhadap Delirium Emergens pada Anak Tikus Sprague-Dawley: Kajian tentang Kelistrikan Sel, Konsentrasi Kalsium Intrasel dan Peran Magnesiumberhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. dr. Fransiscus D. Suyatna, PhD, SpFK; Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH; Aroem Naroeni, S.Si, DEA, PhD (Institute of Human Virology and Cancer Biology FKUI) dan Dr. dr. Elizeus Hanindito, SpAn-KIC (Universitas Airlangga).

Di akhir sidang, Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Andi Ade Wijaya Ramlan, SpAn-KAP sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Amir Sjarifuddin Madjid, SpAn-KIC dan ko promotor Dr. dr. Irawan Mangunatmadja, SpA(K) dan dr. Nurhadi Ibrahim, PhD berharap hasil penelitian ini dapat membantu merefleksikan mekanisme terjadinya delirium emergens pascaoperasi pada manusia dan membuka jalan bagi penelitian lanjutan di laboratorium maupun klinis, sehingga dapat dilakukan tindakan preventif dan kuratif dengan tujuan meningkatkan keselamatan pasien pascapembiusan. (Humas FKUI)