Kanker prostat masih menjadi tantangan besar di dunia medis, terutama karena risiko kekambuhan dan resistensi terhadap pengobatan. Salah satu faktor utama penyebab resistensi adalah adanya sel punca kanker (SPK), yang memiliki kemampuan bertahan hidup lebih tinggi dan menimbulkan kekambuhan.
Peneliti dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Yayi Dwina Billianti, M.Biomed., Sp.P.A., Subsp. Kv.R.M.(K), telah melakukan studi mendalam mengenai resistensi atau kekebalan terapi kanker prostat. Penelitian ini berfokus pada penurunan sensitivitas sel adenokarsinoma prostat terhadap terapi antiandrogen, terutama enzalutamid, melalui kajian jalur sinyal molekuler dan sel punca kanker (SPK).
Penelitian ini melibatkan dua pendekatan, yaitu penelitian in vitro dan in vivo. Pada penelitian in vitro, tim peneliti mengamati sel adenokarsinoma prostat (LNCaP) yang menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap enzalutamid. Hasilnya menunjukkan peningkatan jumlah SPK yang lebih tinggi pada sel yang terpapar enzalutamid selama 11 minggu dibandingkan dengan kontrol.
Sementara itu, penelitian in vivo menggunakan 89 sampel jaringan pasien adenokarsinoma prostat yang belum menerima pengobatan. Penelitian ini menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker prostat resisten kastrasi (CRPC) dalam dua tahun setelah terapi hormon cenderung memiliki kadar SGK-1 dan penanda SPK (CD133 atau CD44) yang tinggi. Kastrasi sendiri diartikan sebagai penggunaan terapi antiandrogen tersebut untuk menekan produksi testosteron. Hubungan ini menunjukkan adanya jalur sinyal baru yang berpotensi menjadi target pengobatan.
“Penelitian ini merupakan yang pertama di Indonesia yang menghubungkan ekspresi berbagai biomarker dengan kejadian CRPC. Harapannya, biomarker seperti SGK-1, CD133, dan CD44 dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai nilai prognostik pada kejadian CRPC,” jelas dr. Yayi. Penelitian ini juga menemukan bahwa ekspresi reseptor androgen pada kelompok SPK lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan kelompok non-SPK.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan strategi pengobatan baru yang lebih efektif untuk kanker prostat. “Dengan memahami jalur sinyal molekuler dan peran sel punca kanker, kita dapat mengembangkan terapi yang lebih tepat sasaran dan mengurangi risiko resistensi,” tutup dr. Yayi.
Penelitian ini menambah wawasan penting dalam bidang onkologi, khususnya dalam memahami mekanisme resistensi dan pengembangan terapi kanker prostat yang lebih baik. Dengan hasil yang menjanjikan, penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan dalam praktik klinis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker prostat di masa mendatang.
Dokter Yayi berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Patogenesis dan Deteksi Penanda Prognosis Penurunan Sensitivitas Sel Adenokarsinoma Prostat terhadap Terapi Antiandrogen, melalui Telaah Persinyalan Reseptor Glukokortikoid, SGK-1, Wnt/β-catenin, dan Sel Punca Kanker” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 10 Juli 2024. Dokter Yayi berhasil menjawab sanggahan dan pertanyaan dari tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.PD-KPTI, dengan anggota yang terdiri oleh dr. Nur Rahadiani, Sp.P.A. (K), Ph.D.; Prof. Dr. Melva Louisa, S.Si., M.Biomed.; Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I. dan penguji luar dari Universitas Padjadjaran, Dr. dr. Hasrayati Agustina, Sp.P.A,. Subsp. S.P. (K), M.Kes.).
Sidang ini dipimpin oleh Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, dengan promotor Prof. dr. Chaidir Arif Mochtar, Sp.U. (K), Ph.D., serta ko-promotor Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, Sp.U. (K), Ph.D. dan Dr. dr. Lisnawati, Sp.P.A., Subsp. Kv.R.M. (K) Subsp S.P. (K).
Prof. Chaidir selaku promotor menyampaikan ucapan apresiasi dalam sambutannya. “Selamat kepada Dokter Yayi telah berhasil meraih gelar doktor di bidang ilmu kedokteran hari ini dengan nilai cum laude. Perlu digaris bawahi bahwa penelitian ini membantu para klinis karena menjelaskan mengenai mekanisme terjadinya resistensi terhadap terapi deprivasi androgen. Target utama pada terapi kanker prostat ini adalah reseptor androgen, namun sekarang berkembang berbagai pathway baru seperti yang sudah diterangkan Dokter Yayi. Dengan lebih mengerti mekanisme resistensi pengobatan terhadap kanker prostat, dapat dikembangkan metode alternatif pengobatan lainnya supaya pasien-pasien kita bisa meningkat survival-nya,” ujar Prof. Chaidir.
(Humas FKUI)