Analisis Kadar Semaphorin-3B dan Cullin-1 serta Protein terkait Kaskade Hantaran Sinyalnya terhadap Patologi Preeklamsia Berdasarkan Perbedaan Usia Kehamilan

Preeklamsia (PE), atau dikenal dengan nama “toksemia”, merupakan suatu kondisi kehamilan yang serius ditandai dengan kenaikan tekanan darah di atas 140/90 mmHg (hipertensi). Kondisi ini timbul setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan, yang diikuti dengan satu atau lebih dari gejala seperti proteinuria atau ganguan fungsi organ sang ibu (termasuk komplikasi liver, ginjal, darah, atau neurologis).  PE adalah penyebab kesakitan dan kematian, baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Angka kejadian di seluruh dunia sekitar 2-8% dari seluruh kehamilan, dengan kematian ibu berkisar 10%-15%. Sementara angka kejadian di Indonesia berkisar 3-10%.

PE masih tetap menjadi suatu misteri besar dalam dunia kedokteran hingga kini, dan merupakan penyakit dengan lebih dari satu penyebab yang berasal dari ibu, janin, maupun plasenta. Pada PE, saluran pembuluh darah dalam kandungan ibu menyempit sehingga aliran darah dari ibu ke janin berkurang, akibatnya janin tidak mendapatkan makanan yang cukup sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. Pembuluh darah yang tetap menyempit tersebut disebabkan oleh karena kegagalan invasi sel trofoblas plasenta ke dalam arteri uterina ibu. Salah satu penyebab dari keadaan tersebut adalah adanya ketidakseimbangan faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Faktor angiogenik adalah faktor yang berperan terhadap pelebaran pembuluh darah ibu yang mengalirkan darahnya yang mengandung sari-sari makanan kepada janin. Dampak dari keadaan ini adalah timbulnya hipertensi pada ibu dengan berbagai komplikasi organ dan risiko gangguan pertumbuhan pada janin.

Semaphorin-3B (SEMA3B) diketahui sebagai suatu protein angiogenesis inhibitor yang diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PE dengan cara menurunkan regulasi signal Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) melalui jalur Phosphoinositide -3-kinase protein kinase B (PI3K/AKT) dan Glycogen Synthase Kinase 3 (GSK3). Cullin-1 (CUL1) adalah suatu protein dalam kelompok cullin-based ubiquitin ligase, yaitu subtipe dari RING-type ubiquitin ligases, merupakan multisubunit yang kompleks. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan SEMA3B dan CUL1 serta protein terkait kaskade hantaran sinyalnya pada usia kehamilan yang berbeda pada kasus PE.

Oleh karena itu, peneliti dari Program Doktor Ilmu Biomedik FKUI, dr. Tjam Diana Samara, MKK, melakukan penelitian untuk menganalisis kadar SEMA3B, CUL1, dan kandidat protein terkait kaskade hantaran sinyalnya pada patologi PE berdasarkan perbedaan usia kehamilan saat persalinan.

Hasil penelitian menunjukkan kadar proangiogenik yang rendah berhubungan dengan usia kehamilan <34 minggu saat persalinan, serta rendahnya CUL1 meningkatkan risiko empat kali lipat untuk terjadi persalinan di bawah usia kehamilan 34 minggu.

Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Tjam Diana Samara, MKK pada sidang promosi doktoralnya, Rabu (27/11/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt.3, Gedung IMERI FKUI Salemba.

Disertasi berjudul “Analisis Kadar Semaphorin-3B dan Cullin-1 serta Protein terkait Kaskade Hantaran Sinyalnya pada Patologi Preeklampsia berdasarkan Perbedaan Usia Kehamilan saat Persalinan” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji adalah Dr. dr. Yuditiya Purwosunu, SpOG-KFM, PhD dengan anggota penguji Dr. Drs. Heri Wibowo, M.Biomed; dr. Vivian Soetikno, SpFK, PhD; dan Prof. Dr. dr. M. Nurhalim Shahib (Universitas Padjajaran).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Tjam Diana Samara, MKK sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI.

Melalui sambutannya promotor Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG(K) dan ko-promotor Dr. dr. Ani Retno Prijanti, M. Biomed dan dr. Isabella Kurnia Liem, M.Biomed, PA, PhD berharap hasil penelitian ini dapat membuka jalan untuk pemahaman lebih lanjut terkait patogenesis PE sehingga dapat diambil tindakan dan penanganan yang tepat agar kesakitan dan kematian ibu dan janin dapat diminimalisir.

(Humas FKUI)