Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama penyebab infeksi terkait perawatan kesehatan (Healthcare-Associated Infections, HAIs), dengan prevalensi 14,5% dari semua HAIs. Bakteri ini menonjol karena resistensi yang tinggi terhadap berbagai obat, termasuk meropenem, antibiotik beta-laktam yang sering digunakan dalam pengobatan infeksi serius. Sekitar 48,7% infeksi P. aeruginosa merupakan multi-drug resistant (MDR), yang artinya bakteri tersebut kebal terhadap beberapa jenis antibiotik, sehingga menjadikannya ancaman besar bagi kesehatan masyarakat.
Peserta Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Agus Evendi, S.Si, M.Biomed, melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah terjadi perubahan biologis setelah paparan antibiotik meropenem pada bakteri P. aeruginosa yang mulanya peka terhadap meropenem sehingga dapat menjadi resisten.
Meropenem bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri, menyebabkan kematian sel. Meskipun efektif melawan berbagai bakteri Gram negatif, termasuk P. aeruginosa, resistensi terhadap meropenem terus meningkat, menimbulkan tantangan besar dalam pengobatan infeksi serta peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien.
Resistensi P. aeruginosa terhadap antibiotik dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, termasuk inaktivasi antibiotik, sistem efluks aktif, dan gangguan permeabilitas membran. Resistensi ini melibatkan gen-gen seperti ampC, oxa-50, mexA, mexB, oprM, dan oprD, baik melalui resistensi intrinsik maupun resistensi yang didapat dari mutasi atau transfer gen resisten dari bakteri lain.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa semua isolat P. aeruginosa memiliki gen resistensi intrinsik (ampC, oxa-50, mexA, mexB, oprM, oprD). Uji PCR mengkonfirmasi keberadaan gen-gen ini, yang berperan dalam produksi enzim beta-laktamase, sistem efluks MexAB-OprM, dan porin OprD yang memungkinkan penetrasi antibiotik ke dalam sel bakteri.
“Kami menemukan bahwa durasi paparan meropenem memengaruhi perubahan dari peka menjadi resisten lebih dari konsentrasi antibiotik. Penurunan ekspresi gen ampC dan mexA pada beberapa isolat meningkatkan kepekaan terhadap meropenem, sementara peningkatan ekspresi gen oprD juga berkontribusi pada peningkatan kepekaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan ekspresi gen resistensi intrinsik memengaruhi kepekaan P. aeruginosa terhadap meropenem. Studi lanjutan diperlukan untuk menentukan cut-off point yang akurat dan memahami mekanisme resistensi lainnya,” terang Agus dalam sidang terbuka promosi doktor di Auditorium Lantai 6 Gedung IMERI FKUI, Jakarta, pada 28 Juni 2024.
Agus berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pseudomonas aeruginosa Peka Meropenem : Analisis Perubahan Fenotip dan Genetik Sesudah Paparan Meropenem Secara In Vitro” setelah berhasil menjawab berbagai pertanyaan dan sanggahan dari tim penguji yang diketuai oleh dr. Yulia Rosa Saharman, Sp.MK(K). Ph.D, dengan anggota tim penguji Fithriyah, M.Biomed. Ph.D; Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I, dan penguji luar dari Universitas Kristen Krida Wacana Dr. dr. Wani Devita Gunardi, Sp.MK(K).
Sidang promosi doktor diketuai oleh Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) dengan promotor dr. Anis Karuniawati, Sp.MK(K), Ph.D promotor dan ko-promotor dr. R. Fera Ibrahim, Sp.MK(K), Ph.D dan Prof. Dr. rer. nat. Dra. Asmarinah, M.Si.
Selaku promotor, dr. Anis Karuniawati menyampaikan sambutan dan ucapan selamat kepada Dr. Agus Evendi. “Selamat kepada Doktor Agus Evendi atas kelulusan S3-nya hari ini dengan predikat sangat memuaskan meskipun banyak tekanan dan tantangan yang dihadapi. Masalah resistensi antibiotik pada bakteri, khususnya P. aeruginosa ini bukan hanya isu nasional melainkan juga isu global. Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang mekanisme resistensi P. aeruginosa dan dampak durasi paparan antibiotik, relevan dalam pengelolaan infeksi dan upaya mengatasi resistensi antibiotik. Sehingga diharapkan riset dan solusi terhadap masalah ini ke depannya akan terus berkembang,” tutur dr. Anis.
(Humas FKUI)