Kanker paru tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di dunia, dengan tingkat kelangsungan hidup lima tahun di bawah 15%. Kanker paru bukan sel kecil (KPKBSK) merupakan salah satu jenis kanker paru yang mendominasi. Lebih dari 60% pasien kanker paru didiagnosis pada stadium lanjut, sehingga memerlukan terapi sistemik seperti kemoterapi. Peserta Program Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Erna Kristiani, Sp.PA, meneliti peran microRNA-224 (miR-224) dan microRNA-544a (miR-544a), serta sel punca kanker (SPK) dalam respons terhadap kemoterapi berbasis platinum pada KPKBSK stadium lanjut.
Kemoterapi berbasis agen platinum seperti cisplatin atau karboplatin, yang saat ini menjadi pilihan utama, hanya efektif pada 15-30% pasien. Menurut dr. Erna, penelitian ini penting untuk memahami mengapa sebagian pasien tidak merespons kemoterapi berbasis platinum. Beberapa studi menunjukkan bahwa miR-224 dan miR-544a berperan dalam perkembangan KPKBSK dan berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Dokter Erna dan timnya meneliti ekspresi miR-224, miR-544a, serta protein lain seperti GSK-3β, β-catenin, dan CD44 pada pasien KPKBSK stadium lanjut yang baru didiagnosis. Mereka mengumpulkan 62 sampel dari beberapa rumah sakit. Analisis menunjukkan bahwa ekspresi miR-224 dan miR-544a lebih tinggi pada pasien dengan respons kemoterapi yang buruk. “Hasil ini menunjukkan bahwa miR-544a dapat menjadi penanda prediksi terhadap respons buruk kemoterapi,” jelas dr. Erna.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ekspresi miR-544a yang tinggi berpengaruh langsung terhadap respons buruk terhadap kemoterapi berbasis platinum. Pasien dengan ekspresi miR-544a ≥ 2,08 memiliki risiko 2,16 kali lebih besar mengalami respons buruk terhadap kemoterapi ini. Sebaliknya, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam ekspresi GSK-3β, β-catenin, dan CD44 antara pasien dengan respons baik dan buruk terhadap kemoterapi.
Penelitian ini merupakan langkah awal dalam memahami mekanisme resistensi terhadap kemoterapi berbasis platinum. “Temuan ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pengembangan terapi target baru yang lebih efektif,” kata dr. Erna. Validasi internal melalui penelitian prospektif diperlukan untuk membuktikan temuan ini lebih lanjut. Dengan demikian, miR-544a berpotensi menjadi alternatif terapi target pada KPKBSK stadium lanjut di masa depan.
Erna Kristiani berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Peran MicroRNA-224 dan MicroRNA-544a, Serta Sel Punca Kanker terhadap Respons Kemoterapi Berbasis Platinum Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) Stage Lanjut” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 15 Juli 2024. Ia menjawab sanggahan dan pertanyaan dari tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.P.D., Subsp.PTI(K), dengan anggota tim yang terdiri dari dr. Jamal Zaini, Ph.D, Sp.P(K)Onk; Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I; dr. Maria Francisca Ham, Ph.D, Sp.PA., Subsp. H.L.E. (K) dan penguji tamu yaitu dr. Didik Setyo Heriyanto, Ph.D, Sp.PA(K).
Sidang ini dipimpin oleh Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, dengan promotor Prof. dr. Elisna Syahruddin, Ph.D, Sp.P(K)Onk, serta kopromotor Prof. Dr. rer. Nat. Dra. Asmarinah, MS., dan Dr. dr. Lisnawati, Sp.P.A., Subsp Kv.R.M (K), Subsp. S.P (K).
Promotor Prof. Elisna Syahruddin menyampaikan ucapan apresiasi dalam sambutannya. “Angka tahan hidup pasien-pasien kanker paru itu masih rendah. Angka ini dipengaruhi dengan penemuan staging penyakit. Jika pasien terdeteksi saat sudah stadium lanjut, maka pilihan terapi terbatas. Dari penelitian dr. Erna ini, kita menemukan kebaruan terkait pemilihan terapi pada pasien-pasien kanker paru yang memiliki jumlah microRNA tinggi, maka kemoterapi seharusnya bukan menjadi pilihan terapi yang tepat, bisa dipertimbangkan pilihan terapi yang lain. Sekali lagi saya ucapkan selamat untuk Dokter Erna yang sudah menyelesaikan studi S3 nya hari ini dengan baik dan benar,” ujar Prof. Elisna.
(Humas FKUI)