Dokter Spesialis Kedokteran Olah Raga UI Bagikan Strategi Berolahraga yang Efektif Selama Berpuasa

Meskipun menjaga kebugaran tubuh selama berpuasa dapat menjadi tantangan, puasa tidak harus menjadi halangan untuk tetap beraktivitas fsik. Dokter Spesialis Kedokteran Olah Raga sekaligus pengajar di Program Studi Spesialis Ilmu Kedokteran Olahraga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Risky Dwi Rahayu, Sp.KO., menganjurkan masyarakat untuk tetap berolahraga saat berpuasa. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti waktu, durasi, dan intensitas yang tepat dalam berolahraga.

Menurut dr. Risky, terdapat tiga waktu terbaik yang dapat dipilih untuk melakukan latihan fsik saat berpuasa. Pertama, setelah sahur. Dengan berolahraga setelah sahur, cadangan energi masih optimal, tetapi terdapat risiko dehidrasi karena harus berpuasa sampai waktu berbuka tiba. Kedua, sebelum buka puasa. Keuntungan dari berolahraga sebelum berbuka puasa adalah setelah selesai berolahraga, dapat langsung makan dan minum untuk pemulihan dan hidrasi, tetapi cadangan energi sebelum latihan fsik lebih sedikit. Ketiga, setelah berbuka puasa. Pada waktu tersebut, sudah ada energi sebelum mulai berolahraga dan dapat rehidrasi dengan mudah.

“Dengan melihat jadwal latihan yang direkomendasikan tersebut, sebaiknya lakukan latihan fsik dengan intensitas ringan atau intensitas sedang pada waktu setelah sahur dan sebelum berbuka. Sementara itu latihan intensitas tinggi bisa dilakukan setelah berbuka puasa. Lebih lanjut, latihan fsik dapat dilakukan baik di dalam atau di luar ruangan. Beberapa jenis olahraga yang baik dilakukan saat berpuasa adalah brisk walk atau jalan cepat, jogging, bersepeda, senam tai chi, senam aerobik atau zumba, pound fit, yoga, dan pilates,” kata dr. Risky.

Durasi berolahraga saat berpuasa tidak berbeda dari ketika tidak berpuasa. Untuk latihan kardiorespirasi atau aerobik, dr. Risky menyarankan untuk melakukannya dengan intensitas sedang sebanyak 150 menit per minggu yang dapat terbagi menjadi tiga sampai lima kali seminggu. Sementara itu, latihan kekuatan dapat dilakukan dua sampai tiga kali seminggu untuk otot ekstremitas atas, batang tubuh, dan ekstremitas bawah dengan jumlah set dua sampai tiga, dan repetisi per setnya delapan sampai 12. Latihan kelenturan juga disarankan untuk dilakukan dalam sesi latihan kardiorespirasi dan latihan kekuatan.

Dalam kondisi puasa, konsentrasi individu yang berolahraga berkurang karena turunnya cadangan energi. Hal ini dapat menambahkan risiko cedera, yang dapat muncul akibat faktor individu, lingkungan, dan faktor pencetus. Dengan demikian, perlu dilakukan penilaian risiko cedera secara individual, memperhatikan keamanan lingkungan, dan memilih waktu latihan yang tepat guna menurunkan risiko cedera saat berolahraga dalam kondisi puasa. Bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan individu yang memiliki penyakit tertentu, faktor keamanan dan keselamatan menjadi hal yang krusial.

Dr. Risky mengatakan, “Untuk lansia, status hidrasinya harus lebih diperhatikan. Maka, disarankan memilih waktu latihan yang tepat yang mempermudah rehidrasi, misalnya di sore hari saat sebelum atau sesudah berbuka. Latihan setelah sahur disarankan intensitas ringan saja. Selain itu, diperlukan tambahan latihan keseimbangan untuk mencegah jatuh pada kelompok lansia. Sementara untuk mereka yang memiliki kondisi kesehatan khusus, diperlukan konsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga terlebih dahulu untuk melihat keamanan dan kebutuhan supervisi latihan.”

Untuk memastikan keberhasilan latihan fsik selama berpuasa, penting untuk tetap konsisten dengan kebiasaan latihan sebelumnya. Dr. Risky menyarankan untuk tidak membuat target olah raga baru, tetapi melanjutkan kebiasaan latihan yang dilakukan sebelum puasa atau bahkan menurunkan intensitasnya. Bagi yang belum pernah atau tidak terbiasa dengan latihan fisik, disarankan untuk memulainya secara perlahan, dimulai dengan berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga.

Berolahraga saat berpuasa dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga terhindar dari berbagai penyakit infeksi. Aktivitas fsik yang dilakukan secara konsisten juga dapat mempertahankan kebugaran jantung-paru dan kekuatan otot sehingga terhindar dari rasa lemah dan kelelahan berlebihan.

Tak hanya menjaga kebugaran tubuh, olah raga dapat memperbaiki fungsi kognitif, mood, dan mencegah stres, sehingga dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan lebih baik. Dalam jangka panjang, berolahraga tentunya sangat bermanfaat karena dapat mencegah dan membantu penanganan penyakit kronis seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes.

(Humas FKUI)