Laporan Penerima Beasiswa BPuB 2012 – Asri Meiy Andini

Ibu Cerdas, Anak Pun Sehat -Sebuah laporan survei dari Lombok-
Oleh Asri Meiy Andini
Penerima Beasiswa Paripurna untuk Bangsa

Proyek ini dilatarbelakangi oleh masalah gizi di Indonesia yang sering dikaitkan dengan masalah gizi buruk. Hingga saat ini, gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat khususnya pada balita. Balita yang sedang dalam masa tumbuh kembang memerlukan gizi yang cukup agar proses tumbuh kembang berjalan optimal.

Kenyataan masih banyaknya kasus gizi buruk pada balita sangat memprihatinkan. Salah satu faktor yang mungkin menyebabkan masalah ini adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai asupan nutrisi yang baik pada balita selama masa tumbuh kembangnya. Ibu, sebagai seseorang yang paling dekat dengan anak, seharusnya memiliki pengetahuan yang baik mengenai gizi.

Berangkat dari masalah tersebut, saya tertarik untuk mengadakan sebuah survei mengenai pengetahuan ibu tentang nutrisi. Survei ini dilaksanakan pada saat liburan semester 3 yang lalu, di kampung halaman saya. Survei ini juga merupakan bagian dari Beasiswa Paripurna untuk Bangsa (BPuB) yang didanai penuh oleh Health Professional Education Quality (HPEQ) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Kerjasama HPEQ-FKUI ini ditujukan untuk memajukan derajat kesehatan ibu dan bayi di Indonesia. Tujuan ini dimaksudkan untuk mencapai target Millenium Goal Developments (MDGs) poin ke-4 dan ke-5.

Sebelum melakukan survei tentu saja banyak hal yang harus saya persiapkan., Pertama, pembuatan proposal yang kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing akademis saya. Kemudian mempersiapkan hal-hal yang akan dibutuhkan selama survei berlangsung, misalnya brosur tentang nutrisi, membuat kalender untuk cenderamata, dan mempersiapkan kuesioner. Kegiatan ini dilaksanakan selama empat hari di beberapa posyandu di salah satu wilayah kerja Puskesmas Puyung, yaitu Desa Sukarara, sekitar lima kilometer dari tempat tinggal saya. Desa ini dikenal sebagai salah satu pusat kerajinan tenun tradisional Lombok. Mayoritas perempuan di desa ini bekerja sebagai petani dan penenun. Sejak kecil, perempuan di desa ini diajarkan untuk menenum. Hal ini dimaksudkan untuk pelestarian budaya tenun tradisional. Tidak heran jika hampir di teras setiap rumah penduduk terdapat alat tenun lengkap. Hal ini sungguh patut diacungi jempol. Istilah dalam bahasa Sasak (bahasa daerah Lombok), tenun dikenal dengan istilah nyensek. Hasil tenunan dari desa ini tidak hanya dilirik oleh wisatawan domestik, tetapi juga oleh wisatawan mancanegara. Di pinggir jalan desa ini, banyak berkembang art shop yang menjual hasil kerajinan tangan warga desa ini.

Gambar 1. Rumah-rumah di desa Sukarara

Gambar 2. Alat menenun

Survey dilakukan di beberapa lokasi posyandu yaitu di dusun Buncalang, Dasan Pal, Burhana, Bun Putri, dan Mosok. Survei pertama dilakukan pada tanggal 21 Januari 2013 di dusun Buncalang, dilanjutkan keesokan harinya tanggal 22 Januari 2013 di dusun Burhana dan Dasan Pal, survei ketiga dilakukan pada tanggal 23 Januari 2013, dan survei terakhir dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2013 di desa Mosok.

Dalam pelaksanaan survei ini saya harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit dengan sepeda motor dibantu oleh ayah saya yang juga bertugas sebagai perawat di Puskesmas Puyung. Perjalanan menempuh jalan tidak beraspal dan agak licin karena diterpa hujan. Namun hal ini tak mengurungkan niat saya dalam melaksanakan survey. Peluh keringat tak lagi menjadi masalah, saat saya bertemu dengan ibu-ibu setempat. Antusias mereka dalam mengikuti survey guna mendapatkan pelayanan kesehatan membuat saya kembali bersemangat.

Survei dilakukan di beberapa lokasi posyandu yaitu di dusun Buncalang, Dasan Pal, Burhana, Bun Putri, dan Mosok. Survei pertama dilakukan pada tanggal 21 Januari 2013 di dusun Buncalang, dilanjutkan keesokan harinya tanggal 22 Januari 2013 di dusun Burhana dan Dasan Pal, survei ketiga dilakukan pada tanggal 23 Januari 2013, dan survei terakhir dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2013 di desa Mosok.

Dalam pelaksanaan survei ini saya harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit dengan sepeda motor dibantu oleh ayah saya yang juga bertugas sebagai perawat di Puskesmas Puyung. Perjalanan menempuh jalan tidak beraspal dan agak licin karena diterpa hujan. Namun hal ini tak mengurungkan niat saya dalam melaksanakan survei. Peluh keringat tak lagi menjadi masalah, saat saya bertemu dengan ibu-ibu setempat. Antusias mereka dalam mengikuti survei guna mendapatkan pelayanan kesehatan membuat saya kembali bersemangat.

Gambar 3. Kegiatan posyandu di dusun Buncalang

Gambar 4. Posyandu di dusun Bun Putri

Ibu-ibu berbondong datang ke posyandu untuk melakukan penimbangan berat badan dan imunisasi untuk bayi. Ibu-ibu kader pun dengan cekatan membantu ibu-ibu ini. Para kader terlihat sudah sangat terlatih. Di samping itu, ada juga petugas kesehatan yang datang untuk melakukan imunisasi. Hal ini menunjukkan tingginya antusiasme ibu-ibu terhadap perkembangan anaknya. Namun demikian, fakta lain yang didapatkan dari lapangan adalah masih adanya beberapa ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya posyandu dan seringkali tidak menimbang anaknya, terutama balita yang sudah mencapai usia 4 tahun ke atas. Hal yang menarik lainnya adalah terlihat pula kakek-kakek ataupun nenek-nenek yang datang untuk berobat pada perawat yang datang. Ini menunjukkan antusias dan kekeluargaan seluruh warga dalam pelayanan kesehatan. Sungguh suatu pengalaman yang berharga melihat pemandangan kekeluargaan seperti ini.

Ibu-ibu yang sudah menimbang balitanya kemudian diwawancarai dan diberikan kuesioner. Selain wawancara, saya juga mencoba memberikan penyuluhan dengan memberikan brosur mengenai makanan sehat untuk balita dan penimbangan bayi dan balita di posyandu. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai makanan sehat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemantauan gizi bayi melalui penimbangan berat badan balita di posyandu. Ibu-ibu yang di daerah saya biasa disebut Inaq-inaq ini, terlihat memberikan tanggapan yang cukup baik terhadap kegiatan yang saya lakukan.

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa masih ada beberapa inaq yang tidak datang ke posyandu menyebabkan saya berinisiatif untuk mengunjungi inaq-inaq yang mempunyai balita dari rumah ke rumah dengan ditemani oleh ibu kader. Saya dan ibu kader kemudian mengunjungi inaq-inaq tersebut satu-persatu ke rumah mereka. Hal ini saya lakukan karena saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan mereka tidak datang ke posyandu dan saya juga ingin memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka semampu yang dapat saya lakukan.

Gambar 5. Kegiatan mewawancarai inaq-inaq

Namun dari kunjungan ke rumah tersebut saya mendapatkan sebuah pengalaman yang berharga. Ada satu percakapan yang masih saya ingat dengan seorang inaq yang jika ditulis dalam bahasa Indonesia berarti:
“Sebenarnya saya tahu mengenai makanan yang sehat itu seperti apa, tetapi terkadang tidak ada uang untuk membelinya, seperti misalnya susu dan makanan sehat yang lain.”

Satu hal yang mebuat saya miris adalah pada saat melakukan wawancara dengan seorang inaq, ia bercerita bahwa sehari-hari ia hanya mampu meberikan makan kepada balitanya berupa nasi dicampur air garam saja. Ibu kader pun memberitahu bahwa si anak berada dalam kondisi gizi buruk. Dari posyandu sudah diberikan makanan tambahan tetap tetap si anak tetap saja menolak. Menurut ibunya, si anak memang lebih suka makan dengan nasi dan air garam saja.

Fakta lain yang ditemui adalah banyak inaq-inaq yang tingkat pendidikannya hanya sampai SD dan bahkan tidak sekolah sehingga tidak bisa membaca dan menulis (buta aksara). Hal ini menyebabkan saya harus mewawancarai inaq-inaq secara langsung berdasarkan kuesioner sekaligus menerjemahkannya dalam bahasa Sasak. Tingkat pendidikan dan kebudayaan daerah setempat di mana ibu-ibu di daerah ini mayoritas bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mengisi waktu luang dengan menenun dan bertani, mungkin saja berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi balitanya. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai hal ini.

Melakukan survei ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya sebagai seorang anak daerah. Dengan melakukan survei ini, mebuka mata dan pikiran saya tentang kondisi daerah sendiri. Selain dapat melihat dan mengamati keadaan daerah dari aspek kesehatan, saya juga bisa lebih mengenal budaya dan adat daerah sendiri.

Akhirnya, begitu banyak PR bagi saya untuk membenahi daerah saya sendiri. Semakin bertekad untuk menjadi seorang dokter yang luar biasa, yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peka terhadap lingkungan dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada masyarakat dan daerah.