Stunting atau anak dengan perawakan pendek masih menjadi permasalahan kesehatan yang nyata di tengah-tengah masyarakat, walau pun hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebutkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Definisi stunting menurut badan kesehatan dunia, WHO, adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Selanjutnya pada tahun 2020 WHO juga merilis definisi stunting yaitu pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
Salah satu penyebab masih tingginya angka stunting adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap masalah ini. Untuk itu berbagai kegiatan yang bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan stunting harus tetap dilakukan.
Badan Eksekutif Mahasiswa Ikatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (BEM IKM FKUI) mengambil peran dalam mengedukasi masyarakat dengan menggelar kegiatan bakti sosial berupa seminar, pelatihan, dan skrining kesehatan kepada warga dari RT 14 dan RT 15, Kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Kegiatan bertajuk “Cegah Stunting: Mencetak Generasi Emas Penerus Bangsa” tersebut berlangsung pada tanggal 31 Agustus dan 7 September 2024 di SDN 01 Pegangsaan. Kegiatan ini bekerja sama dengan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dan Puskesmas Menteng. Turut hadir dalam kegiatan, Manajer Pendidikan dan Kemahasiswaan Program Sarjana, Profesi Dokter, Magister, dan Doktor FKUI, Dr. dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K); Koordinator Kemahasiswaan FKUI, Dr. dr. Anggi Gayatri, Sp.FK; dan Pj. Kegiatan Kemahasiswaan FKUI dr. Achmad Rafli, Sp.A(K). Kegiatan bakti sosial BEM IKM FKUI mendapatkan pendanaan hibah dari Program Kepedulian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia.
Ketua BEM IKM FKUI, Ilham Qurrota A’yun, mengatakan bahwa kegiatan pengmas yang dilakukan ini sangatlah penting karena selain untuk mencegah stunting yang masih menjadi permasalah kesehatan bangsa, materi yang diberikan kepada warga juga merupakan suatu upaya memperhatikan siklus awal kehidupan anak banga yang kemudian akan berpengaruh terhadap tujuan Indonesia Emas 2045.
“Generasi Emas yang digaungkan berpatok pada tahun-tahun awal kehidupan manusia, intervensi yang tepat pada tahun awal kehidupan akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal untuk menciptakan Bonus Demografi yang berkualitas untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kata Ilham.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Pembantu Pegangsaan, dr. Yanda Nur Estuningputri yang hadir mewakili Kepala Puskesmas Menteng dalam sambutannya mengatakan bahwa di wilayah pegangsaan masih ada anak yang terindikasi mengalami stunting. “Sampai Juli 2024, ada enam belas anak yang terindikasi stunting. Empat diantaranya sudah dirujuk ke Rumah Sakit Tanah Abang, sementara dua lainnya masih dalam proses rujukan,” kata dr. Yanda.
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa diperlukan langkah-langkah, tidak hanya penanganan kasus, tetapi jauh sebelum itu harus diupayakan pencegahan terhadap stunting.
“Melalui acara itu, diharapkan nantinya dengan materi-materi yang disampaikan dari para narasumber yang ahli di bidangnya dapat menambah wawasan kita semua khususnya untuk orang tua balita agar ilmu yang didapat terkait gizi balita dapat diterapkan kepada anak-anaknya. Terima kasih kepada BEM IKM FKUI yang telah menginisiasi acara ini. Semoga dapat bermanfaat dalam pencegahan dan penurunan stunting khususnya di wilayah Pegangsaan,” tuturnya.
Hari pertama kegiatan diisi dengan seminar tentang “Nutrisi Optimal untuk Si Kecil” yang menghadirkan dokter spesialis anak dr. Ronald Rompie, Sp.A sebagai pembicara. Dalam paparannya dr. Ronald menjelaskan mengenai pemberian MPASI yang tepat sebagai strategi pencegahan stunting. Beliau menjelaskan jenis dan takaran yang tepat untuk dikonsumsi anak-anak sesuai usianya agar dapat tumbuh secara optimal.
Pada hari yang sama dilakukan juga pelatihan pembuatan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dengan narasumber pakar nutrisi anak Dr. dr. Klara Yuliarti, Sp.A(K). Pada sesi ini dr. Klara menjelaskan bahwa masih terdapat beberapa orang tua yang menganggap bahwa makanan yang dikonsumsi anaknya sudah cukup, padahal belum. Ini tercermin dalam peningkatan berat dan tinggi badannya. Oleh karena itu, beliau menjelaskan lebih mendetil mengenai beberapa resep mudah yang dapat dibuat di rumah sesuai dengan usia dan porsi ideal anak. Selain itu, dilakukan juga demonstrasi pembuatan salah satu resep MPASI nutrisi seimbang dengan metode yang tepat.
Pengmas pada hari kedua diisi dengan kegiatan pelatihan pemeriksaan antropometri atau pengukuran dimensi tubuh manusia, berupa pegukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan lingkar kepala. Pelatihan ini diberikan kepada pada ibu dan kader setempat dengan harapan para ibu dan kader dapat mengetahui cara menginterpretasi dan mendeteksi stunting, berat badan yang kurang, tinggi tubuh yang kurang, hingga anak dengan obesitas. Narasumber dr. Maria Galuh Kamenyangan Sari, Sp.A, M.Kes, dalam paparannya memberikan edukasi mengenai cara pengukuran antropometri anak yang tepat kepada para ibu kader yang aktif membantu dalam posyandu serta ibu-ibu lain yang hadir. Beliau juga mengajarkan mengenai cara membaca grafik pertumbuhan anak secara tepat untuk mendeteksi jika terdapat kelainan.
Kegiatan hari kedua dilanjutkan dengan skrining antropometri pada anak yang mencakup pemeriksaan berat badan, tinggi badan atau panjang badan, indeks massa tubuh, dan lingkar kepala.
Pelaksana Harian (Plh.) Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), M.P.H menyambut baik kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh para mahasiswa FKUI tersebut. Menurutnya melalui kegiatan pengmas, mahasiswa tidak hanya mengamalkan tridharma perguruan tinggi tetapi juga dapat mengasah kepekaan terhadap kondisi nyata kesehatan masyarakat.
“Kegiatan pengabdian kepada masyarakat atau bakti sosial ini tentu saja sangat baik bagi mahasiswa kedokteran. Melalui kegiatan ini mahasiswa dapat mengasah kepekaan dan kepedulian terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengetahui situasi terkini dari tantangan kesehatan yang sedang dihadapi oleh bangsa. Semoga kegiatan ini dapat mendatangkan banyak manfaat dan dampak baik bagi masyarakat,” ucap Prof. Dwiana.
(Humas FKUI)