Seringkali Diabaikan, Obesitas Ternyata Berperan Signifikan dalam Perburukan Infeksi COVID-19

Obesitas merupakan penyakit kronik yang progresif dan kompleks akibat kelebihan lemak pada tubuh. Selama 30 tahun terakhir, kejadian obesitas meningkat sehingga menjadi pandemi kesehatan global. Selama pandemi COVID-19, obesitas telah diidentifikasi sebagai faktor yang meningkatkan risiko komplikasi serius, termasuk kematian. Biasanya, obesitas diukur melalui indeks massa tubuh (IMT), namun IMT tidak sepenuhnya akurat dalam memprediksi dampak kesehatan karena tidak membedakan antara lemak dan massa otot. Sebaliknya, obesitas sentral, yang diukur melalui lingkar pinggang, lebih relevan dalam menilai risiko kesehatan, terutama yang berkaitan dengan inflamasi dan gangguan respons imun.

Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), obesitas sentral ditandai dengan lingkar pinggang yang melebihi normal, yaitu  90 cm pada laki-laki, dan  80 cm pada perempuan. Diagnosis obesitas sentral lebih berhubungan dengan kondisi inflamasi, gangguan respons imun dan komplikasi obesitas, dibandingkan diagnosis obesitas berdasarkan nilai IMT. Sayangnya, penelitian mengenai pengaruh obesitas sentral terhadap dampak buruk infeksi COVID-19 belum banyak dilakukan.

Penelitian terbaru dari peserta Program Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Syahidatul Wafa, Sp.PD, menyoroti risiko serius yang dihadapi pasien COVID-19 dengan obesitas sentral. Obesitas sentral, yang ditandai dengan penumpukan lemak berlebih di area perut, semakin terbukti sebagai faktor risiko yang memperburuk infeksi COVID-19. Penelitian ini menjadi bagian dari studi COVID-19, Aging and Cardiometabolic Risk Factors (CARAMEL), yang dilakukan oleh Klaster Metabolic and Vascular Aging (MVA) IMERI FKUI bekerja sama dengan Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen Klinik Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Dokter Wafa, demikian ia kerap disapa, meneliti dampak obesitas sentral terhadap efektivitas respons antibodi serta hasil klinis pada pasien COVID-19.

Penelitian yang melibatkan 440 pasien dewasa di RSCM ini mengungkap bahwa pasien dengan obesitas sentral cenderung mengalami gejala yang lebih berat, seperti kebutuhan perawatan intensif, sindrom gangguan pernapasan akut, hingga kebutuhan oksigenasi yang lebih tinggi. Menariknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa titer antibodi SARS-CoV-2 pada pasien dengan obesitas sentral cenderung lebih rendah selama dua minggu pertama infeksi, yang menandakan respons imun yang tidak optimal.

“Penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas sentral mempengaruhi kualitas respons antibodi terhadap infeksi COVID-19,” ujar dr. Wafa. Ia menambahkan bahwa kondisi inflamasi sistemik dan peningkatan hormon leptin yang dihasilkan oleh jaringan lemak adalah faktor kunci yang menyebabkan gangguan ini.

Temuan ini menegaskan pentingnya penanganan obesitas sentral tidak hanya dalam konteks pencegahan penyakit kardiovaskular dan diabetes, tetapi juga dalam penanganan infeksi serius seperti COVID-19. Obesitas bukan sekadar masalah penampilan, tetapi merupakan kondisi medis yang kompleks yang memerlukan penanganan khusus. Strategi kesehatan, seperti vaksinasi yang difokuskan pada populasi dengan obesitas sentral dan program edukasi hidup sehat, sangat diperlukan untuk menurunkan risiko dan dampak buruk yang ditimbulkan oleh obesitas, khususnya dalam situasi pandemi.

Hasil penelitian disertasi yang berjudul “Pengaruh Obesitas Sentral terhadap Kegagalan Serokonversi Antibodi SARS-CoV-2 dan Luaran Klinis Buruk Selama Perawatan COVID-19: Kajian Inflamasi, Adipokin, Resistensi Insulin, Glukosa Darah, dan Inflamasi Sel Limfosit B” tersebut berhasil dipertahankan oleh dr. Wafa dalam sidang terbuka promosi doktor tanggal 29 Juli 2024 di Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta. Dokter Wafa dengan lugas menjawab berbagai pertanyaan dan sanggahan dari tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.PD-KPTI, dengan anggota tim penguji yaitu Prof. Dr. dr. Cleopas Martin Rumende, Sp.PD, Subsp.PMK (K); Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD, Subsp.Ger (K), MSc; Dr. Drs. Heri Wibowo, M.S.; dan penguji luar dari Universitas Udayana yaitu Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, Subsp.EMD (K).

Sidang promosi doktor ini diketuai oleh Wakil Dekan 1 FKUI, Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), dengan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, Subsp.EMD (K), Ph.D. sebagai promotor dan dr. Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD, Subsp.EMD (K), Ph.D. serta Prof. Dr. dr. Evy Yunihastuti, Sp.PD, Subsp.AI (K) sebagai ko-promotor.

Selaku promotor, Prof Dante menyampaikan sambutan dan ucapan selamat kepada dr. Wafa. “Puji syukur kehadirat Allah SWT, saya sampaikan selamat kepada Doktor Wafa atas gelar doktornya yang didapatkan pada hari ini. Gelar doktor yang baru ini tentunya menambah tanggung jawab akademik Saudara, yang mana seorang doktor itu berkaitan erat dengan penelitian. Jadi hal ini harus menjadi fokus baru untuk Saudari untuk terus diasah intelektualitasnya”, ujar Prof Dante.

(Humas FKUI)

Mulai chat
💬 Butuh bantuan?
Scan the code
Halo 👋
Ada pertanyaan atau hal yang bisa kami bantu?

Waktu Operasional
Senin - Jumat 08.00 - 16.00 WIB
Pesan yang masuk di luar waktu operasional akan direspon pada hari kerja berikutnya.