Dosen FKUI Kembangkan Terapi Sel Punca untuk Atasi Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan sensasi nyeri yang muncul akibat peradangan saraf yang mengikuti kerusakan pada sistem saraf. Ini merupakan kondisi yang sering dijumpai di Indonesia dengan angka kejadian mencapai 21,8%. Nyeri neuropatik sering dikaitkan dengan kondisi seperti nyeri punggung bawah, sindrom terowongan karpal, atau neuropati diabetik.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang merupakan peserta pada Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, dr. Pryambodho, Sp.An-TI, Subsp.AR(K), melakukan penelitian disertasi atas penggunaan terapi sel punca mesenkimal dari tali pusat (SPMTP) untuk mengatasi masalah nyeri neuropatik pada hewan coba.

Penelitian ini bertujuan menguji terapi sel punca sebagai solusi definitif untuk nyeri neuropatik, menggantikan terapi obat kombinasi yang saat ini hanya memberikan perbaikan pada sebagian kecil pasien. Dalam konteks ini, sel punca mesenkimal diketahui memiliki kemampuan untuk melindungi saraf dari kerusakan lebih lanjut serta mendorong regenerasi saraf yang rusak.

“Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa terapi sel punca bisa mempercepat proses penyembuhan dan memperbaiki kondisi saraf yang rusak akibat nyeri neuropatik,” ujar dr. Pryambodho, staf pengajar pada Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama melibatkan pembuatan model tikus dengan nyeri neuropatik melalui cedera saraf kronis. Observasi harian menunjukkan bahwa tikus mengalami gejala nyeri seperti hiperalgesia (rasa sakit yang berlebihan) dan alodinia (rasa sakit akibat rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan). Tikus ini kemudian diberi injeksi sel punca atau plasebo untuk melihat efektivitas terapi.

Pada tahap kedua, tikus dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima terapi sel punca melalui injeksi intratekal (langsung ke saraf), sementara kelompok lainnya menerima injeksi plasebo. Hasilnya, tikus yang menerima terapi sel punca menunjukkan penurunan yang signifikan pada gejala nyeri serta tanda-tanda regenerasi saraf yang lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Hasil uji von Frey dan hotplate menunjukkan bahwa tikus yang menerima terapi sel punca mengalami perbaikan lebih cepat dalam mengatasi hiperalgesia dan alodinia dibandingkan dengan tikus yang menerima plasebo. Penelitian juga menunjukkan adanya penurunan ekspresi sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan peningkatan sitokin antiinflamasi seperti interleukin-10 dan VEGF pada kelompok yang menerima terapi sel punca, yang menandakan adanya proses penyembuhan yang lebih baik.

“Terapi sel punca tidak hanya mengurangi inflamasi, tetapi juga mempercepat regenerasi saraf, sehingga tikus menunjukkan perbaikan yang lebih cepat dalam gejala nyeri mereka,” kata dr. Pryambodho. Hasil uji kesintasan terhadap sel punca juga menunjukkan sel SPMTP ini dapat bertahan dalam jaringan saraf hingga 21 hari setelah injeksi.

Kesimpulannya, implantasi sel punca pada saraf tikus model nyeri neuropatik memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam hal regenerasi saraf dan perbaikan gejala nyeri dibandingkan dengan injeksi plasebo. Penelitian ini membuka jalan bagi terapi sel punca sebagai alternatif yang lebih efektif dalam penanganan nyeri neuropatik di masa depan.

Pryambodho berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Implantasi Sel Punca Mesenkimal Tali Pusat Pada Dorsal Root Ganglion Untuk Terapi Nyeri Neuropatik: Kajian Neuroregenerasi, Neuroproteksi Dan Perubahan Perilaku Pada Model Tikus Sprague Dawley” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 12 Juli 2024. Ia berhasil menjawab sanggahan dan pertanyaan dari tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI, dengan anggota yang terdiri dari  Prof. dr. Indah Suci Widyahening, MS., M.Sc-CMFM, PhD; dr. Nurjati Chairani Siregar, MS, Sp.PA(K), PhD; Dr. dr. Yetty Ramli, SpN(K); dan penguji tamu yaitu Prof. Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An-TI, Subsp.AR(K) dan drh. Fitriya Nur Annisa Dewi, PhD., Cert.LAM.

Sidang ini dipimpin oleh Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, dengan promotor Prof. Dr. dr. Ismail Hadisubroto Dilogo, Sp.OT(K), serta kopromotor Dr. dr. Aida Rosita Tantri, Sp.AnTI, Subsp.AR(K), dan Dr. dr. Renindra Ananda Aman, Sp.BS, SubSp. N-Onk(K).

Prof. Ismail selaku promotor menyampaikan ucapan apresiasi  dalam sambutannya. “Bersama- sama kita saksikan sejawat kita dr. Pryambodho berhasil menyelesaikan studi Doktor ilmu kedokterannya dengan lancar. Penelitian ini berfokus pada terapi nyeri neuropatik dan dr. Pryambodho berhasil mempelajari potensi sel punca mesenkimal asal tali pusat dalam segi  neuroregenerasi, neuroproteksi, dan perubahan perilaku. Selain itu juga penelitian ini berhasil membuat model tikus nyeri neuropatik dengan metode chronic constriction injury. Penemuan tersebut tentunya bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya di bidang manajemen nyeri,” ujar Prof. Ismail.

(Humas FKUI)

Mulai chat
💬 Butuh bantuan?
Scan the code
Halo 👋
Ada pertanyaan atau hal yang bisa kami bantu?

Waktu Operasional
Senin - Jumat 08.00 - 16.00 WIB
Pesan yang masuk di luar waktu operasional akan direspon pada hari kerja berikutnya.