Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bekerja sama dengan Program Studi Doktor Ilmu Biomedik (PDIB) FKUI menyelenggarakan kegiatan Kuliah Tamu dengan menghadirkan pembicara dr. Irawan Satriotomo, Ph.D, seorang Neuroscientist dan diaspora yang aktif sebagai peneliti dan pembimbing riset mahasiswa S2 maupun S3 di University of Florida, Amerika Serikat.
Kuliah tamu mengambil topik Update Research in Neuroscience dan diselenggarkan pada 22 Juli 2024 di Teaching Theater Lantai 6 Tower Edukasi, Gedung IMERI FKUI, Salemba, Jakarta. Pada kesempatan tersebut, dr. Irawan memaparkan tren riset dan aplikasi klinis di bidang Neuroscience, salah satunya adalah kedokteran regeneratif atau regenerative medicine, yaitu suatu proses untuk mengganti (replacing) atau meregenerasi (regenerating) sejumlah sel, jaringan, dan organ pada manusia.
Regenerative medicine mempunyai fokus untuk mengembangkan dan mengaplikasikan moda terapi baru untuk menyembuhkan jaringan dan organ yang rusak serta mengembalikan fungsi yang hilang akibat proses penuaan, penyakit, trauma, dan kecacatan atau defek. Moda terapi ini dapat berupa terapi berbasis sel, terapi gen, rekayasa jaringan – biomaterial, serta perangkat medis dan organ buatan (artificial). Hal ini tentu saja akan membawa harapan baru di dunia kedokteran.
Dijelaskan oleh dr. Irawan, bahwa saat ini ada tiga tren atau strategi restoratif di bidang Neuroscience, yaitu terapi gen, imunoterapi, dan kedokteran regeneratif. “Pada moda terapi gen, upaya yang dapat dilakukan antara lain transplantasi gen untuk pasien yang mengalami defek pada gen, koreksi gen untuk pasien agar dapat mengembalikan mutasi spesifik pada gen target, gene augmentation untuk meningkatkan ekspresi gen target, aplikasi gen pembuhuh atau killer genes untuk meninduksi kematian sel tertentu yang ditargetkan, dan ablasi gen merupakan penghambatan ekspresi dari gen target,” tutur dr. Irawan yang juga aktif sebagai adjunct and visiting Professor di sejumlah Universitas di Indonesia ini.
Menurut dr. Irawan, aplikasi terapi gen saat ini sudah masuk ke tahap clinical trial pada beberapa kasus penyakit seperti Alzheimer’s, Parkinson, dan Pompe disease. “Namun demikian, masih terdapat sejumlah kendala pada terapi gen seperti, sifat terapi gen yang berumur pendek yang terkait dengan sulitnya mencapai stabilitas terapi gen dengan atau tanpa integrasi, dan respons imun yang dapat mengurangi efektivitas terapi gen dan membuat serial terapi gen yang berulang menjadi tidak berguna. Selain itu terdapat juga masalah dengan vektor virus seperti toksisitas, respons imun dan inflamasi, juga kekhawatiran bahwa vektor virus dapat pulih dan kembali mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit. Yang terakhir adalah kendala multigen disorder, yang merupakan gangguan yang paling sering terjadi, seperti penyakit jantung, penyakit Alzheimer, artritis, dan diabetes, disebabkan oleh efek gabungan dari variasi banyak gen, sehingga relatif sulit dan kompleks untuk diterapi.”
Chief Executive Officer (CEO) dari TissuePro Technology ini juga menyampaikan upaya kedua yang merupakan tren di bidang Neuroscience adalah transplantasi sel, jaringan dan atau organ. “Sebenarnya telah dilakukan selama beberapa dekade, namun masih ada beberapa kendala seperti kelangkaan, faktor agama atau kepercayaan, dan sebagainya. Saat ini yang sangat berkembang adalah terapi berbasis sel punca dan atau produknya. Berbagai sel punca yang cukup banyak diteliti dan diaplikasikan pada sejumlah penyakit termasuk dibidang Neuroscience adalah sel punca asal sumsum tulang, asal jaringan lemak dan induced pluripotent stem cells (iPS cells). Sedangkan produk sel punca yang sedang trend dan banyak diteliti adalah sekretom dan eksosom,” ucap dr. Irawan.
Sekretom merupakan produk sel punca yang terdiri atas sejumlah protein terlarut, lemak, asam nukleat dan vesikel ekstraseluler (EVs). Sedangkan vesikel ekstraseluler sendiri merupakan suatu struktur nanopartikel yang diliputi oleh suatu membran lipid bilayer, dan secara alami dilepaskan oleh sel. EVs dapat tersusun atas eksosom, badan apoptotik, dan mikrovesikel yang masing-masing dapat dibedakan berdasarkan ukuran partikelnya.
Eksosom diketahui kaya akan protein, asam nukleat dan lipid. Eksosom merupakan biovesikel berukuran nano yang membawa muatan protein, lipid, dan materi genetik yang spesifik untuk sel. Saat ini aplikasi eksosom sudah banyak dilakukan pada sejumlah kondisi seperti di bidang dermatologi untuk peremajaan kulit, jerawat, serta mengatasi bekas luka. Sedangkan di bidang Neuroscience, penggunaan eksosom terutama pada berbagai penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson, Alzheimer’s, Dimensia, stroke, multiple sclerosis, autism serta Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).
Kuliah tamu yang berlangsung selama empat jam tersebut terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama dimoderatori oleh Staf Pengajar Departemen Histologi FKUI dr. Atikah Chalida Barasila, M.Biomed, Sp.Ak dan pada sesi kedua yang merupakan research consultation dimoderatori oleh Guru Besar Histologi FKUI Prof. dr. Jeanne A. Pawitan, MS, Ph.D.
Sebagai penutup kuliah, dr. Irawan mengatakan, dengan melihat potensinya maka saat ini cukup banyak perusahaan di dunia yang memproduksi eksosom dari berbagai sumber dan manfaat terapi yang bervariasi. Namun tentu saja harga per vialnya masih sangat mahal. Karena itu ke depannya perlu ada regulasi serta studi terpercaya untuk penggunaan eksosom dan juga aplikasinya pada penyakit neurodegeneratif.
(Humas FKUI)