Anak-anak yang sulit makan cenderung merasakan perih terutama pada daerah kerongkongan atau perutnya disaat mereka menelan makanan. Perih yang dirasakan bisa karena luka, mulai dari peradangan sampai luka tersebut menjadi kemerahan. Perih tersebut tidak terjadi serta merta tetapi merupakan akumulasi dalam waktu yang lama sampai akhirnya kondisi tersebut terjadi.
“Jadi secara alamiah mungkin kita semua pernah merasakan bahwa ketika kita sedang makan durian terus kita bersendawa dan terasa bau durian. Itu namanya riflak, jadi ada alir balik dari lambung yang isinya bisa makanan bercampur udara dan cairan lambung. Cairan yang diproduksi oleh kelenjar di lambung. Dan itu merupakan proses yang alamiah atau fisiologis, ketika kita merasa kenyang kita akan bersendawa,” tutur Prof. Dr. dr. Pramita Gayatri, SpA(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam program telewicara dengan Radio Republik Indonesia (RRI) pada 22 Juli 2022.
Pelajaran makan pada anak dimulai sejak lahir dimana anak mempunyai reflek menyedot, dan menelan. Kemudian enzim pencernaan sudah matang di usia 4 bulan.
“Biasanya kita liat bayi itu yang usianya 6 bulan pertama apalagi yang ASI eksklusif tumbuhnya juga cepat, ketika pemberian makanan pendamping asi yang terlihat itu disini, karna kadang-kadang memang tidak enak makanannya. Dan memang pertumbuhan anak itu tidak harus selalu sama ya, jadi bisa dia menurun atau naik pasti ada kemungkinannya,” ungkap Prof. Pramita.
Jika anak dalam keadaan sakit mungkin akan terlihat jelas pertumbuhannya terhambat atau tidak. Namun kalau tidak sakit tetapi tidak tumbuh, dapat dicurugai kemungkinan terburuk karena kerongkongan dan perutnya sakit sehingga tidak mau menelan atau sulit menelan.
Prof. Pramita juga menjelaskan bahwa kecenderungan ibu-ibu senang sekali memberikan anak-anak konsumsi brokoli sebagai sayur. Padahal menurutnya kembang kol akan lebih baik bagi pencernaan anak.
“Sayur itu adalah makanan yang seratnya cukup tinggi, dan ibu- ibu senang sekali memberikan brokoli, itu memang bagus cuma jika kita bandingkan dengan kembang kol, jika dua-duanya diolah menjadi sop, terdapat perbedaan tekstur saat dimakan. Jadi yang namanya lambung kalau mendapat makanan yang berserat biasanya dia akan memproduksi asam lambung yang berlebih, sebaiknya brokoli diganti dengan kembang kol. Karena kalau kita sedang diobati atau sedang dikendalikan, asam lambung yang berlebih tersebut tidak pada tempatnya, jadi harus diberikan makanan yang mudah di cerna.”
Terkait pola makan, Prof. Pramita menyarankan agar menu sehat pada bayi dan balita harus mengikuti secara alamiah dari saluran cerna sendiri.
“Makan itu terdiri dari breakfast, lunch, dinner. Jadi pada saat jam makan tersebut yaitu di pukul 6 pagi, 12 siang, 6 sore, itu adalah asam lambung terbanyak yang dihasilkan oleh lambung. Jam 9 pagi dan jam 3 sore disitulah tempatnya snack bisa berupa susu ditemani dengan buah, jelly, atau eskrim. Tapi jangan roti yang besar,” ulasnya.
Menu makanan utama itu harus lengkap komposisi, yaitu mengandung karbohidrat 50%, protein 20%, lemak 30%. Vitamin dan mineral yang bentuknya sayur dan buah itu secukupnya. Pemaksaan secara psikologis pada anak tidak baik, jadi sebaiknya tidak dipaksa namun ditanya apa yang ingin dimakan.
*Artikel ini ditulis ulang dari program telewicara kesehatan kerja sama FKUI dengan Radio Republik Indonesia. Rekaman telewicara dapat didengarkan ulang melalui Spotify Info Sehat FKUI untuk Anda.
(Humas FKUI)