Penggunaan Tekanan Pneumoperitoneum Rendah pada Operasi Laparoskopi Donor Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan definitif terakhir bagi penderita penyakit ginjal stadium akhir. Teknik laparoskopi nefrektomi untuk pengangkatan ginjal allograft dari donor hidup merupakan tindakan semi-invasif dengan kelebihan memiliki luka operasi yang lebih kecil, derajat nyeri operasi yang lebih rendah, dan masa pemulihan yang lebih singkat dibanding dengan nefrektomi terbuka. Kelebihan ini menimbulkan potensi untuk meningkatkan jumlah donasi ginjal.

Laparoskopi adalah prosedur operasi dengan melakukan insuflasi gas karbon dioksida untuk menghasilkan kondisi pneumoperitoneum yang memperluas lapang pandang sehingga memudahkan tindakan operasi. Kondisi pneumoperitoneum akan meningkatkan tekanan intraabdomen selama prosedur berlangsung dengan konsekuensi terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi organ tubuh.

Konsekuensi tersebut harus menjadi perhatian karena semakin berkembangnya jumlah dan teknik operasi laparoskopi yang terkadang memerlukan tekanan pneumoperitoneum yang cukup tinggi. Perlu diperhatikan apakah gangguan sirkulasi dan fungsi organ akan memengaruhi ginjal yang didonasikan mau pun ginjal yang ditinggalkan. Laparoskopi nefrektomi lazim dilakukan dengan tekanan pneumoperitoneum sekitar 10-14 mmHg. Efek peningkatan tekanan intraabdomen tersebut dapat memengaruhi ginjal yang sensitif terhadap perubahan tekanan yaitu timbulnya penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

Berdasarkan permasalahan tersebut, tindakan laparoskopi dengan tekanan pneumoperitoneum standar 12-14 mmHg menjadi masalah penting karena memiliki konsekuensi dapat mengganggu sistem kardiovaskular, menimbulkan shear stress, iskemia reperfusi dan inflamasi akut, yang dapat memengaruhi kondisi ginjal yang didonorkan mau pun yang ditinggalkan.

Penggunaan tekanan pneumoperitoneum yang lebih rendah diharapkan dapat mengurangi masalah tersebut. Namun hingga saat ini, penelitian mengenai penggunaan tekanan pneumoperitoneum yang lebih rendah pada manusia, masih terbatas. Menanggapi hal tersebut, diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah operasi laparoskopi dan pemberian gas untuk mengembangkan perut lebih aman pada gas dengan tekanan lebih rendah (8–10 mmHg) dibandingkan dengan tekanan standar (12–14 mmHg) terhadap aliran darah di ginjal, peradangan yang memengaruhi seluruh tubuh, dan kerusakan pada lapisan ginjal pada pasien donor ginjal.

Penelitian kemudian dilakukan oleh staf pengajar Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Dita Aditianingsih, SpAn-KIC sebagai penelitian disertasinya. Hasil dari penelitian ini menganjurkan penggunaan tekanan yang lebih rendah sekitar 8–10 mmHg pada operasi laparoskopi, terutama untuk operasi laparoskopi pada pasien donor ginjal.

Ke depannya, diharapkan akan ada penelitian klinis lanjutan untuk mengetahui keuntungan dari operasi laparoskopi menggunakan tekanan gas lebih rendah pada pasien kritis, pasien dengan gangguan jantung, pasien dengan gangguan ginjal, maupun kondisi medis lainnya.

Pemaparan hasil  penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Dita Aditianingsih, SpAn-KIC pada sidang promosi doktoralnya, Selasa (8/1/2019) lalu di Ruang Teaching Theatre Lt. 6 Gedung IMERI FKUI Salemba. Disertasi berjudul “Pengaruh Tekanan Intraabdomen yang Lebih Rendah terhadap Cedera Endotel dan Tubulus pada Laparoskopi Nefrektomi Donor Ginjal Hidup: Kajian terhadap Interleukin-6, Syndecan-1, VEGFR-2, Occludin, dan KIM-1” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji adalah Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji dr. Alida R. Harahap, SpPK(K); dr. Nurjati C. Siregar, SpPA(K), PhD; dr. Isabella Kurnia Liem, M.Biomed, PA, PhD; Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-K.Ger; dan Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn-KIC, KAO (Universitas Udayana).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Dita Aditianingsih, SpAn-KIC sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI.

Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Amir Sjarifuddin Madjid, SpAn-KIC dan ko-promotor dr. Chaidir A. Mochtar, SpU(K), PhD dan dr. Aida Lydia, SpPD-KGH, PhD berharap hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi para klinisi untuk mengaplikasikan tekanan pneumoperitoneum yang aman pada donor hidup sehat, baik usia muda mau pun yang sudah tidak muda lagi. Lebih lanjut, bagi rumah sakit hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menjamin keamanan pasien serta bagi pembuatan standar pelayanan operasional prosedur laparoskopi.

(Humas FKUI)