Penelitian Implantasi Sel Punca untuk Perbaikan Fungsi Miokard pada Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang termasuk Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 melaporkan bahwa prevalensi PJK di Indonesia sebesar 1,5% atau sekitar 2,7 juta orang. Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) merupakan salah satu modalitas revaskularisasi yang telah digunakan secara global dalam tatalaksana PJK. Namun, peningkatan fraksi ejeksi pasca-BPAK pada pasien dengan fraksi ejeksi awal yang rendah, umumnya tidak bermakna.

Penelitian sel punca telah banyak dilaksanakan dengan harapan dapat memperbaiki fungsi kontraktilitas dan mengembalikan proses remodelling jantung terutama untuk pasien gagal jantung akibat PJK dengan fraksi ejeksi rendah. Secara garis besar, dua tipe sel punca yang telah banyak dipelajari sebagai terapi gagal jantung adalah embryonic stem cell (ESC) dan adult stem cell.

Penggunaan ESC banyak menuai kontroversi, terkait masalah etik serta potensi rejeksi dan onkogenesis yang dimiliki. Sementara itu, penggunaan adult stem cell telah banyak diteliti dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Dari berbagai jenis adult stem cell yang ada, bone marrow stem cell (BMSC) merupakan yang paling sering digunakan karena relatif lebih mudah didapat dalam jumlah banyak, tersedia kapan saja, dan minim efek samping.

Prinsip utama terapi sel punca adalah implantasi sel punca dalam jumlah yang adekuat ke miokard yang mengalami cedera atau infark. Implantasi secara intramiokard sendiri terbagi lagi menjadi transendokardium, transepikardium, dan transcoronary venous. Apabila dibandingkan dengan metode lainnya, implantasi secara transepikardium merupakan metode dengan visualisasi daerah infark yang paling baik.

Di Indonesia, penelitian mengenai penggunaan sel punca pada gagal jantung belum banyak dilakukan. Pada tahun 2014, Santoso dkk melakukan studi mengenai implantasi autologus bone marrow mononuclear cell (BMMNC) secara transendokardium dengan menggunakan kateter. Hasilnya, meskipun tidak dilaporkan adanya efek samping pada prosedur tersebut, namun juga tidak didapatkan perbaikan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Hal ini menjadi tantangan bagi kemajuan terapi gagal jantung di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, staf pengajar Departemen Ilmu Bedah FKUI, dr. Tri Wisesa Soetisna, SpB, SpBTKV(K), MARS, FIHA, FICA, melakukan penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi jantung pada pasien pasca-BPAK dengan fraksi ejeksi rendah.

Hasil penelitian menyimpulkan implantasi transepikardial dan transseptal Autologous CD133+ BMC dapat memperbaiki fungsi miokard pada pasien BPAK dengan EF <35%.

Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Tri Wisesa Soetisna, SpB, SpBTKV(K), MARS, FIHA, FICA pada sidang promosi doktoralnya, Senin (14/1) lalu di Ruang Auditorium Lt.3, Gedung IMERI FKUI Salemba.

Disertasi berjudul “Manfaat Implantasi Transepikardial Disertai Transseptal Autologous CD133+ Bone Marrow Cell terhadap Peningkatan Perfusi dan Fungsi Miokard Pasien Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) dengan Fraksi Ejeksi Rendah” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji adalah Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Dr. dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTKV(K), MARS; dr. Muchtaruddin Mansyur, SpOk, MS, PhD; Dr. dr. Arman Abdel Abdullah, SpRad(K); Dr. dra. Erlin Listyaningsih, M.Kes (Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita); dan Dr. dr. Tri Wahyu Murni, SpB, SpBTKV(K), M.H.Kes (Universitas Padjajaran).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Tri Wisesa Soetisna, SpB, SpBTKV(K), MARS, FIHA, FICA sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Dalam sambutannya promotor Prof. Dr. dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA dan ko-promotor Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K) dan dr. Renan Sukmawan, ST, SpJP(K), MARS, PhD berharap hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif strategi bedah pasien PJK dengan fraksi ejeksi rendah.

(Humas FKUI)