Pemberian Tamoksifen sebagai Terapi Kanker Payudara

Kanker payudara (KPD) merupakan satu dari lima keganasan yang banyak ditemukan di dunia, termasuk Indonesia. Angka kematian KPD di Indonesia diketahui sebesar 18,6 per 100.000. Data tersebut menjadikan Indonesia menempati peringkat kedua dalam hal mortalitas akibat KPD di dunia. Besarnya masalah yang dihadapi menyebabkan penanganan KPD perlu mendapatkan perhatian.

Tamoksifen (TAM) merupakan terapi antihormonal yang digunakan saat ini pada penderita KPD dengan reseptor estrogen positif. Pengobatan KPD menggunakan tamoksifen dapat diibaratkan seperti proses memasak nasi. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam keberhasilan proses memasak nasi yang terdiri dari komponen beras, air, dan api. Hal yang sama juga berlaku di dalam pengobatan penyakit KPD. Saat ini penderita KPD yang memperoleh terapi TAM diberikan dosis seragam yaitu 20 mg/hari yang harus dikonsumsi setiap hari selama 5 tahun. Namun banyak timbul kekambuhan selama penggunaan tersebut.

Tamoksifen diibaratkan sebagai beras yang baru dapat dimakan setelah diubah menjadi nasi. Demikian juga halnya TAM baru dapat dimanfaatkan setelah diubah menjadi Zusammen-endoksifen (Z-END). Dalam proses perubahan beras menjadi nasi, besarnya api turut menentukan kualitas nasi yang akan dihasilkan. Sama halnya dengan TAM, dalam proses perubahan TAM menjadi Z-END diperlukan peran gen CYP2D6 di hati yang dalam istilah kedokterannya disebut sebagai genotip. Jika diibaratkan nyala api untuk memasak beras (ada yang besar dan kecil), maka aktivitas enzim hati juga bervariasi, ada yang berfungsi baik dan ada yang buruk. Bila penderita KPD mempunyai enzim hati yang berfungsi baik maka jumlah Z-END yang terbentuk akan cukup untuk menekan kekambuhan pertumbuhan sel KPD. Sementara bila enzim hatinya berfungsi buruk, maka akan terjadi hal sebaliknya.

Kemampuan hati dalam membentuk Z-END bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan gen CYP2D6 (genotyping), namun bisa juga diramalkan dengan menghitung rasio kadar dekstrometorfan dengan hasil olah (metabolit) nya dalam darah setelah meminum 1 sendok makan obat batuk (dekstrometorfan 30 mg/hari), dosis tunggal yang dalam istilah kedokterannya disebut sebagai phenotyping.

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan bervariasinya respons terapi TAM, sehingga ingin dicari hubungan antara genotip, fenotip CYP2D6, karakteristik demografik, dan klini dengan pencapaian minimal threshold concentration (MTC) Z-END dalam plasma sebagai landasan penyesuaian dosis TAM pada penderita KPD di Indonesia. Hingga kini, belum pernah diketahui berapa kadar target Z-END pada penderita KPD di Indonesia yang mengkonsumsi TAM karena belum tersedianya fasilitas pengukuran kadar obat tersebut sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penelitian untuk menentukan persentase penderita KPD yang mencapai kadar target Z-END (≥ 5,9 ng/mL), dan melihat hubungan antara genotip dan fenotip CYP2D6 dengan pencapaian kadar target Z-END pada penderita KPD di Indonesia sebagai landasan penyesuaian dosis TAM.

Peneliti dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, dr. Yenny, SpFK kemudian melakukan penelitian tersebut. Hasil studi menunjukkan hanya 52,8% penderita KPD yang mencapai kadar target Z-END. Kemungkinan penderita KPD yang memiliki genotip fungsional dan fenotip fungsional untuk mencapai kadar target Z-END masing-masing sebesar 45,6%, dan 71,7%, namun meningkat menjadi 88,3% bila penderita KPD memiliki kedua indikator tersebut. Dengan membandingkan kadar dekstrometorfan dalam darah (fenotip) maka dapat diramalkan tercapai atau tidaknya kadar target Z-END pada penderita KPD yang akan mengkonsumsi TAM.

Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Yenny, SpFK pada sidang promosi doktoralnya, Rabu (16/1/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI Salemba. Disertasi berjudul “Hubungan antara Genotip dan Fenotip CYP2D6 dengan Kadar Z-Endoksifen pada Subjek Kanker Payudara yang Diterapi Tamoksifen” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. H. Muchlis Ramli, SpB-Onk; Dr. Melva Louisa, Apt., M.Biomed; Dr. dr. Denni Joko Purwanto, SpB(K)-Onk (Rumah Sakit Kanker Dharmais); dan Dr. dra. Rizka Andalucia, Apt., Pharm (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Yenny, SpFK sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK dan ko-promotor Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)-Onk, M.Epid, MARS dan Prof. Dr. dr. Adi Hidayat, MS (Universitas Trisakti) berharap hasil penelitian ini dapat memberi implikasi klinis dalam penentuan dosis TAM dapat dilakukan sebelum terapi TAM di mulai, sehingga dapat menghindarkan penderita KPD dari dosis yang kurang memadai. Sebelum diterapkan pada praktik klinis masih diperlukan uji coba pada beberapa pusat rumah sakit kanker di Indonesia (validasi eksternal) untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.

(Humas FKUI)