Uncategorized

Kampus UI Bicara soal Gizi dengan Ahli dari Selandia Baru dan Malaysia, Obesitas Jadi Ancaman

#Liputan Media

JAKARTA – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bersama dengan para ahli gizi dari sejumlah negara membahas masalah gizi termasuk ancaman obesitas atau kegemukan. Para ahli yaitu Eliza Mei Perez-Francisco, MD dari Mary Mediatrix Center & Philippines Asian Hospital and Medical Center, Filipina; Prof. Gil Hardy, PhD, FRSC, FASPEN dari Massey University, Selandia Baru; dan Prof. Dr. Hamid Jan bin Jan Mohamed, FNSM dari Nutrition and Dietetics Program, School of Health Sciences, Universiti Sains Malaysia memberikan paparan dalam Kuliah Tamu bertajuk Updates on Nutrition.

Ketua Departemen Ilmu Gizi FKUI RSCM dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK mengatakan peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia yang membutuhkan pendekatan multidisiplin untuk penanganannya. Hal itu dibutuhkan edukasi untuk masyarakat agar memahami asupan gizi.

Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB juga mendukung program tersebut. Dia juga berharap ada program seperti student exchange, staff exchange membahas soal gizi.

Ahli Gizi dari Mary Mediatrix Center & Philippines Asian Hospital and Medical Center, Filipina, Eliza Mei Perez-Francisco mengatakan obesitas adalah salah satu beban pada kesehatan masyarakat dunia dan memerlukan suatu tim interdisiplin dalam penanganannya. Tim interdisipliner tersebut harus terdiri dari dokter yang memiliki peran dalam penilaian awal pasien untuk selanjutnya di evaluasi dan diagnosis.

“RD atau Registered Dietitian, memiliki peran sebagai edukator dan pengamat dalam terapi agar pasien melakukannya secara rutin,” kata Eliza.

Lalu terapis olah raga sebagai pengarah jenis kegiatan aktivitas fisik yang diperlukan; Behavior Therapist (BT) yang diperlukan untuk menemani pasien selama menjalani program jika diperlukan.

“Dan juga perawat sebagai pendukung secara klinis untuk pasien agar menjalani program dan kontrol tepat waktu,” tutur Eliza.

Wajib Mengatur Berat Badan

Menurutnya pasien yang memerlukan program mengatur berat badan adalah pasien dengan BMI >25 kg/m2 menurut klasifikasi WHO, sementara pasien dengan BMI <25 kg/m2 namun memiliki minimal 1 kondisi komorbid juga menjadi indikasi dilakukannya program ini. Penanganan primer pada program ini adalah pengaturan gaya hidup sehat dan aktivitas fisik.

“Terapi farmakoterapi dan terapi operatif, seperti prosedur bariatrik dapat menjadi pilihan pada kondisi obesitas dengan komorbid dan atau penanganan primer tidak efektif dilakukan,” ujar Eliza.

Sumber berita: https://edukasi.okezone.com/read/2023/08/02/65/2855986/kampus-ui-bicara-soal-gizi-dengan-ahli-dari-selandia-baru-dan-malaysia-obesitas-jadi-ancaman?page=2