Info FKUIUncategorized

Cara Mendukung Perkembangan Sosial Emosional Anak Pasca Pandemi

#Liputanmedia

popmama.com- Angka Covid-19 mungkin kembali naik beberapa waktu belakangan ini, tepatnya sejak pertengahan Juni 2022. Namun tetap saja saat ini dianggap sebagai masa transisi pasca pandemi.

Banyak orang perlahan kembali beraktivitas di luar rumah. Ada sebutan Working From Anywhere (WFA), Flexibel Working Arangment (FWA), Hybrid (campuran online dan offline), yang artinya sama-sama memiliki waktu kerja di rumah dan sebagian lagi waktunya dari luar rumah atau dari kantor.

Begitu pula dengan anak-anak, sudah kembali belajar dari sekolah dan siswa yang masuk dengan jumlah sepenuhnya tanpa bergantian seperti pada saat pandemi berlangsung.

Itu berarti semua kegiatan perlahan mulai pulih dan kembali seperti dahulu secara perlahan. Secara tidak langsung anak-anak dituntut untuk kembali beradaptasi dengan kondisi terkini.

Berikut Popmama.com telah merangkum cara mendukung perkembangan sosial emosional anak pasca pandemi, atau di masa transisi saat ini menurut ahlinya berdasarkan webinar ‘Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi’.

1. Orangtua perlu peka dengan adanya fase transisi pasca pandemi

Fase transisi pasca pandemi sangat memenagaruhi perkembangan sosial emosional anak.

Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak dari FKUI, Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH melalui acara webinar yang diadakan pada Selasa, 28 Juni 2022 mengatakan bahwa penting bagi para orangtua untuk dapat memahami tumbuh kembang sosial emosional anak.

Hal ini demi kelancaran anak-anak dalam beradaptasi dengan normal, serta mereka memiliki keterampilan sosial emosional yang memadai di masa transisi pasca pandemi.

“Anak-anak dapat memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala,” ujar Bernie.

Dalam webinar Bernie menjelaskan bahwa perkembangan emosi dan sosial ini erat kaitannya dengan kecerdasan otak. Ini erat kaitannya dengan sistem pencernaan yang sehat.

perlu diketahui, ketiganya sangat berpengaruh juga berkaitan terhadap tumbuh kembang anak.

2. Orangtua perlu memberikan solusi atas kebingungan yang dirasakan anak

Mengapa anak merasa kebingungan?

Itu karena anak kembali ke aktivitas semula, namun masing-masing anak tentu menghadapi perubahan rutinitas. Padahal sebagian besar anak belajar banyak hal melalui rutinitas yang sudah biasa mereka lakukan.

ketika kembali menjalani kehidupan dan melakukan interaksi sosial.

Bernie juga menuturkan bahwa rutinitas ini bisa saja meningkatkan masalah sosial emosional pada anak. Kemudian dampak yang terjadi pun bisa berbeda tergantung pada usia anak dan juga dukungan dari lingkungannya masing-masing.

“Gangguan perkembangan emosi dan sosial, dapat mempengaruhi terjadinya masalah Kesehatan di masa dewasa seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular,” ucap Bernie.

Orangtua perlu memberikan solusi terutama dalam mengajarkan sosial emosional pada anak maka orangtua harus memberikan contoh yang baik.

Anak merupakan peniru ulung, suka meniru orang dewasa. Maka sebagai lingkungan terdekat, orangtua perlu menjadi tauladan bagi anak.

Selain itu biasakan melibatkan anak sejak dini dalam melakukan tugas-tugas yang sederhana di rumah. Hal ini mungkin terlihat simpel, namun pada pelaksanaannya mungkin jadi pengalaman baru bagi anak.

Contohnya melibatkan anak untuk merapikan kamarnya, melibatkan anak untuk membantu membuat minuman ketika ada tamu datang, atau melibatkan anak ketika berkebun di pagi hari.

Kegiatan-kegiatan tersebut mungkin saja membuat anak jadi berinteraksi pada orang lain dan ini melatih kemampuan sosialnya.

3. Orangtua mulai melatih anak untuk brempati

Bernie menjelaskan agar orangtua membiarkan anak terlibat jika keluarga sedang membicarakan sesuatu yang akhirnya membuat keputusan baru. Dengan begitu anak akan merasa suaranya didengar.
Dorong anak untuk berempati terhadap teman sebayanya, perluas wawasan anak, dan juga agar memelihara kepekaan anak.

Jika ingin berpendapat, anak juga perlu dilatih menyesuaikan kondisi. Belajar berandai-andai atau melihat dari sudut pandang berbeda. Anak zaman sekarang terbiasa dengan melakukan “Point of View” berbeda dari sisi orang lain. Ini sebenarnya juga dapat melatih anak untuk berempati.

Selain itu untuk semakin dekat dengan anak, orangtua juga bisa menggunakan waktu sebelum tidur.

“Kita dapat menggunakan bed talk sebelum tidur, dibacakan cerita, ditanya bagaimana tadi siangnya ini akan terjadi pengembangan sosial emosional,” ujar Bernie.

4. Orangtua wajib memerhatikan nutrisi untuk anak

Selain memerhatikan perkembangan sosial emosional anak, orangtua juga wajib memberikan nutrisi yang tepat untuk anak.

Melalui makanan-makanan dengan gizi seimbang dan pola hidup seperti olahraga juga perlu diperhatikan.

Membatasi makanan manis atau gula juga perlu jadi perhatian khusus. Jika anak memiliki tubuh yang sehat dalam masa transisi ini, maka akan lebih mudah baginya untuk beradaptasi dan bergaul dengan teman-teman sebayanya.

5. Memberikan stimulasi yang tepat

Memberikan stimulasi yang tepat bisa mendorong anak untuk mengenal minat dan bakatnya. Ini juga bisa memudahkan anak saat bersosialisasi di lingkungan sekolah atau bermain.

Yang dapat orangtua lakukan adalah memberikan stimulasi melalui suara, musik, getaran, bicara, bercerita, alat perabaan, bernyanyi, bermain, hingga latihan memecahkan masalah.

Permainan seperti melipat kertas, gunting tempel, dan meniru gerakan juga bisa dilakukan. Yang terpenting stimulasi diberikan sesuai dengan usia anak.

Itulah cara mendukung perkembangan sosial emosional anak pasca pandemi, terutama di masa transisi ini. Bantu anak untuk lebih mudah melewatinya ya, Ma, Pa.

sumber berita: https://www.popmama.com/kid/4-5-years-old/vidya-diassuryaningrum/cara-mendukung-perkembangan-sosial-emosional-anak-pasca-pandemi/5