Info FKUIUncategorized

Bisakah Kanker Anak Sembuh dengan ‘Alternatif’? Catat, Ini Wanti-wanti Para Ahli

#LiputanMedia

detikHealth – Deteksi dan penanganan kanker pada anak di Indonesia seringkali terlambat. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat, terutama para orang tua, mengenai penyakit kanker anak itu sendiri. Selain itu, faktor budaya di Indonesia juga kerap menjadi penghalang.

Masih banyak orang di luar sana yang bukan pergi berobat ke dokter, melainkan mencari opini lain dan lebih memilih pengobatan alternatif dibandingkan datang ke rumah sakit. Sabrina Alvie Amelia, seorang penyintas leukemia, mengaku keluarganya sempat membawa dirinya mencoba pengobatan alternatif sebelum akhirnya kembali ke pengobatan medis.

“Kita sangat buta terhadap informasi kanker. Zaman di rumah sakit aku berobat dulu juga sangat terbatas informasinya. Aku di awal sempat ke pengobatan alternatif pun nggak membuahkan hasil apa-apa,” ucapnya dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (13/2/2023).

Menanggapi maraknya penawaran pengobatan alternatif bagi penyakit kanker, Prof dr Rita Sita Sitorus, PhD, SpM(K), seorang dokter yang banyak menangani kasus kanker mata pada anak di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) juga merasakan keresahan itu.

“Masyarakat kita ini tergiur dengan obat alternatif. Macam-macam (jenis pengobatannya), ada yang herbal. Ya kesana lah pasien, ke alternatif dulu,” ujar Prof dr Rita ketika ditemui detikcom, Jumat (3/2/2023).

“Dan masalahnya itu lebih seksi dibandingkan nasihat dokter. Saya tidak tahu lebih murah atau nggak, kalau saya tanya-tanya mahal juga loh, sampai jutaan. Terus ketika sudah tidak berhasil, baru dateng (ke dokter),” lanjutnya.

Tak hanya dalam kasus kanker leukemia ataupun retinoblastoma, hal serupa juga kerap ditemui pada pengobatan kanker anak lainnya, seperti osteosarcoma atau kanker tulang.

Spesialis ortopedi dan traumatologi serta konsultan onkologi ortopedi dr Yogi Prabowo, SpOT(K) Onk menyayangkan tindakan sebagian orang tua yang lebih memilih membawa anaknya ke ‘orang pintar’ atau tukang urut yang malahan bisa memperburuk kondisi dan membahayakan keselamatan anak. Menurutnya, tindakan ini seringkali mempersulit penanganan dokter karena kondisi yang sudah memburuk dan terlambat diobati.

“Yang menjadi permasalahan karena budaya masyarakat kita tidak segera membawa ke rumah sakit atau dokter yang tepat. Seringkali menjalani pengobatan alternatif, diurut, dipijat. Nah itu juga bisa memicu pertumbuhan (kanker) yang lebih cepat,” papar dr Yogi ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (1/2/2023).

Ia menjelaskan bahwa penyakit ini memerlukan penanganan yang cepat agar sel kanker tak semakin menyebar ke organ tubuh lain, seperti paru-paru. Ia juga berpesan kepada orang tua untuk selalu waspada jika anak mulai mengalami nyeri pada tulang, terutama bila rasa nyeri tersebut timbul tanpa alasan yang jelas.

“Segera rontgen. Minimal periksakan pada dokter ortopedi atau spesialis onkologi. Kalau ada benjolan pada tungkai, jangan dibawa ke orang pintar atau tukang urut karena tumor akan bertambah besar dan menyebar. Walaupun anak sehat, harus medical check up. Harus care dan aware terhadap kesehatan,” tutur Yogi.

Sebagai seorang yang selalu mendampingi pasien kanker anak, Yuliana Hanaratri, BSN, MA-Nursing, Former co-chair International Society of Paediatric Oncology (SIOP) 2019-2022 sekaligus dosen ilmu keperawatan Mayapada Nursing Academy, juga membagikan pengalamannya menghadapi permasalahan budaya di Indonesia.

“Masalah culture menjadi penghambat bagi negara berkembang. Keluarga itu banyak pertimbangan-pertimbangan. Akhirnya denial orang tua mencari pengobatan lain, tetapi keluhannya masih sama. Saat balik lagi ke dokter akhirnya sudah stadium lanjut,” ujar Ns Yuliana kepada detikcom, Selasa (7/2/2023).

Ns Yuliana menjelaskan bahwa kanker pada anak bisa disembuhkan bila diketahui secara dini dan segera diobati dengan prosedur yang sesuai. Namun sayangnya, hal ini masih menjadi permasalahan di Indonesia.

“Karena (rata-rata) datangnya dengan stadium lanjut. Kanker atau tumor sudah menyebar. Jadi pengobatannya lebih kompleks dan efek kankernya sendiri gejalanya berat dan efek sampingnya juga berat,” pungkasnya.

Menurut Ketua UKK Hematokologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI (IDAI) dr Teny Tjitra Sari SpA(K) MPH, obat herbal bukanlah jalan keluar. Ia menilai, belum ada penelitian yang mampu membuktikan secara pasti keefektifan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan herbal.

“Obat herbal itu saya yakin rasanya sampai saat ini belum ada penelitiannya bagaimana penggunaannya terhadap kanker, apalagi kanker anak. Jadi, apakah obat herbal bisa menyembuhkan? Jawabannya pasti tidak,” kata dr Teny dalam webinar International Childhood Cancer Day 2023, Kamis (15/2/2023).

“Karena kami tidak menggunakan obat herbal, kami memberikan obat-obat pada anak-anak ini dengan dasar penelitian, dengan dasar bahwa hasilnya bisa dipertanggungjawabkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dr Teny juga menceritakan pengalamannya mengenai kasus pasien kanker anak yang hanya diobati dengan air putih. Menurutnya, hal tersebut tidak masuk akal.

“Ada satu kasus yang hanya diberikan air putih, mohon maaf bukan untuk mengecilkan doa, doa itu nggak perlu pakai air putih. Doa, apalagi doa dari ibu pasti Tuhan dengar, tetapi kalau misalnya air putih bisa menyembuhkan kanker ini sangat nggak masuk akal ya,” pungkas dr Teny.

Menanggapi penanganan kanker anak di Indonesia dan deteksi dini yang masih jauh dari target, dr Haridini Intan Setiawati, SpA(K), dokter spesialis anak dan konsultan hematologi onkologi di RS Kanker Dharmais menekankan pada pentingnya kesadaran terhadap kesehatan.

“Intinya masyarakat kita harus mengerti. Meleknya jangan cuma hukum doang, kesehatan juga. Melek kesehatan juga penting,” tutur dr Haridini.

Lebih lanjut, ia juga berpesan kepada orang tua untuk jangan ragu membawa anak ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasalnya, pendeteksian dini pada kanker anak berdampak besar pada proses penyembuhannya.

“Jangan enggan-enggan mengupayakan untuk kesehatan anak itu sendiri, jadi memang harus tepat diagnosisnya dan segera dilakukan pengobatan,” ucapnya.

“Karena kembali lagi, begitu kita tahu lebih awal atau lebih dini, artinya survival atau kesintasannya juga lebih baik. Ini yang kita sedang upayakan awareness-nya adalah seperti itu supaya tidak mendapatkan pasien atau kasus-kasus yang sudah stadium lanjut karena pasti kesintasannya akan jadi lebih kecil,” lanjutnya.

Sumber Berita: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6581923/bisakah-kanker-anak-sembuh-dengan-alternatif-catat-ini-wanti-wanti-para-ahli.