Info FKUIUncategorized

Pandemi Covid-19, Amankah Transplantasi Ginjal?

#Liputanmedia

TEMPO.CO, Jakarta – Kabar gembira buat yang memiliki masalah ginjal. Unit layanan transplantasi ginjal saat ini sudah mulai kembali dibuka di tengah pandemi COVID-19. Salah satunya di RSPUN Dr. Cipto Mangukusumo.
Ketua Indonesian Transplantation Society (InaTS), Prof. Dr. dr. Endang Susalit, mengatakan pembukaan kembali layanan mengikuti protokol khusus dengan tingkat keberhasilan tidak berbeda dari sebelum pandemi COVID-19. Lebih lanjut, Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Urologi FKUI- RSCM, Dr. dr. Nur Rasyid, mengatakan pusat transplantasi bisa dibuka dengan syarat adanya jalur atau area bebas COVID-19, melakukan screening pada donor dan penerima dengan baik, manajemen risiko transplantasi dengan benar.
Menurutnyaa, tenaga medis perlu menjalani tes swab real time setiap dua minggu dan pascakontak dengan kasus konfirmasi COVID-19, lalu pemakaian APD sesuai stratifikasi risiko transmisi.
“Saya sudah 12 kali (tes swab) tetapi nikmati saja,” ujarnya dalam acara relaunching virtual Unit Layanan Transplantasi Ginjal Departemen Urologi FKUI-RSCM, Jumat, 11 September 2020.
Sementara untuk pasien, mereka harus mengisi kuesioner screening pasien, swab RT-PCR sebanyak tiga kali, yakni dua kali sebelum tindakan dan satu kali pascatindakan. Kemudian, saat prosedur operasi, operator dan perawat masuk operasi setelah pembiusan. Dari sisi dokter, saat ini di RSCM, khususnya bagian urologi, sudah mengembangkan penggunaan filter untuk meminimalisir masuknya virus.
“Dokter Irfan Wahyudi (dari Departemen Urologi FKUI-RSCM) mengembangkan penggunaan filter pada alatnya sehingga udara yang diisap di rongga perut kemudian keluar ke ruangan operasi sudah difilter sehingga virus tidak akan bisa lewat. Laparoskopi mulai di bagian belakang (tadinya dari rongga perut). Sejak Mei sudah lakukan 28 transplantasi ginjal. Hasilnya, semua negatif (COVID-19),” papar Rasyid.
Tim Transplantasi Ginjal di RSCM saat ini terdiri dari beberapa spesialistik terkait, mencakup ahli Penyakit Dalam Ginjal Hipertensi (ahli Nefrologi), Urologi, Anestesiologi, Radiologi, Patologi Anatomi, Patologi Klinik, Kardiologi, Pulmonologi, Psikiatri, dan THT. Sementara dari bagian urologi sendiri terbagi menjadi dua tim, yaitu tim donor dan tim resipien dengan total sembilan orang.
“Di awal tahun 2020 kami sudah mulai dengan 14 transplantasi, tetapi di Februari mulai ada pandemi COVID-19, kami sempat lakukan penghentian. Kami mulai lagi di Juni 2020 dengan protokol,” ujar Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM, Dr. dr. Irfan Wahyudi.
Rasyid mengatakan pertimbangan penumpukan pasien selama layanan ditutup saat pandemi COVID-19 dan risiko mereka terkena COVID-19 selama menjalani hemodialisa menjadi dua alasannya.
“Begitu ada pandemi COVID-19, orang yang antre bertumpuk, terjadi peningkatan risiko COVID-19 selama prosedur dialisis. Dibandingkan orang yang transplantasi ginjal dengan yang lakukan hemodialisis, risiko terkena COVID-19 pada pasien hemodialisis 3-4 kali lipat lebih tinggi,” katanya.
Di sisi lain, pasien hemodialisa memiliki angka kesakitan dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan transplantasi. Di pusat dialisis Barcelona misalnya, pasien ginjal kronik yang positif COVID-19 lima persen, di Wuhan 16 persen, Italia 15 persen. Sementara di layanan transplantasi, misalnya di Belgia, pasien insiden infeksi COVID-19 sekitar 1,8 persen lalu di Italia 1,1 persen.
“Data ini memperlihatkan kalau menunda program transplantasi maka kita memberikan risiko yang tinggi pada pasien dialisis yang tertunda di antrean operasi. Maka dengan itu, kami sepakat memulai transplantasi,” tutur Rasyid.
Hal lain yang juga menjadi pertimbangan, tidak ada bukti RNA COVID-19 di saluran napas bisa pindah ke organ lain, khususnya di saluran kemih, lalu COVID-19 hanya ditemukan sedikit di darah sehingga penyebaran lewat darah sangat kecil.
“Kemudian, hanya ditemukan virus COVID-19 di paru dan saluran cerna. Tidak ada bukti kasus yang sudah ditransplantasi kemudian tertular COVID-19, MARS-CoV,” kata Rasyid.
Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Dr. dr. Maruhum Bonar H. Marbun, mengatakan semua pasien gagal ginjal menjadi kandidat menjalani transplantasi ginjal kecuali kalau pasien mendapatkan keganasan sistemik, mendapatkan penyakit kanker yang masih aktif, infeksi kronik belum sembuh, seperti TBC yang masih dalam pengobatan, penyakit jantung berat, gangguan psikiatri, usia tua, meskipun relatif.
Sementara untuk donor, saat ini berasal dari donor hidup, yakni keluarga atau bukan keluarga. Kriterianya, minimal usia 18 tahun dan sehat secara fisik dan mental.
“Tidak ada batu ginjal, diabetes, tidak ada riwayat kanker, tidak memiliki kelebihan berat badan, tidak terdapat tekanan darah tinggi, masalah medis lain kasus per kasus,” kata Marbun.
Selanjutnya, donor akan menjalani pemeriksaan golongan darah yang kompatibel, HLA dan antibodi, x-rays, ultrasound atau USG untuk perut, pemeriksan fungsi ginjal, dan elektrokardiogram di poliklinik. Dia juga akan menjalani skrining terkait COVID-19. Jika dicurigai positif atau sudah positif 28 hari ke belakang biasanya (sebelum diagnosa) maka prosedur transplantasi bisa diputuskan ditunda atau dibatalkan dan dia perlu dites swab kembali. Jika hasil evaluasi bagus, pendonor perlu menjalani operasi 4-5 jam, lalu dirawat di ICU selama 1-2 hari, dilanjutkan perawatan di ruang rawat.
“Kontrol di poliklinik biasanya dosis immunosupresan termasuk faktor infeksi yang ikut selama proses transplantasi,” tutur Marbun.