Info FKUIUncategorized

Operasi Ortopedi Aman Selama Pandemi

#Liputanmedia

Jakarta, Gatra.com – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bersama Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) merilis hasil penelitian mereka soal operasi ortopedi elektif pada masa Pandemi Covid-19. Sebagaimana siaran pers yang diterima Gatra.com pada Selasa (3/11), penelitian tersebut menyatakan bahwa, operasi ortopedi aman dilakukan serta tidak berpotensi menjadi sumber penularan virus corona selama protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.
Penelitian yang dilakukan oleh staf FKUI dan RSCM tersebut, dilakaukan terhadap 35 pasien ortopedi yang menjalani operasi elektif pada April hingga Mei 2020. Penelitian tersebut juga telah dipublikasikan di jurnal Annals of Medicine and Surgery (Lihat: https://www.sciencedirect.com/…/pii/S2049080120303691).
Sebanyak 28 staf FKUI-RSCM yang berasal dari Departemen Orthopaedi dan Traumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, dan Departemen Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher (THT-KL) terlibat dalam penelitian ini.
Seluruh pasien yang menjadi subjek penelitian wajib menjalani pemeriksaan laboratorium (tes darah rutin dan hitung jenis leukosit), foto rontgen paru, dan skrining COVID-19 dengan rapid test antibodi IgM-IgG SARS-CoV-2.
Mereka yang memiliki hasil pemeriksaan rapid test positif tidak diikutsertakan dalam penelitian. Begitu pula dengan pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 melalui pemeriksaan RT-PCR sampel usap hidung dan tenggorok sebelumnya.
Penelitian yang dipimpin oleh Prof. Dr. dr. Achmad Fauzi Kamal, Sp.OT(K) ini menyatakan bahwa rata-rata pasien yang menjalani operasi ortopedi elektif berusia 32 tahun. Sebanyak 57,1% pasien berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar pasien (51,4%) menerima anestesi umum atau bius total. Prosedur operasi yang dijalani rata-rata berdurasi 240 menit dengan operasi terlama berdurasi 690 menit dan tersingkat berdurasi 40 menit. Sekitar 28,52% pasien memiliki komorbiditas, terbanyak adalah keganasan (17,1%). Rata-rata lama rawat inap pasien-pasien tersebut adalah 6 hari.
Pasien kembali menjalani pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen paru 1 minggu setelah keluar dari rumah sakit. Dari total 35 pasien yang menjalani prosedur operasi ortopedi elektif, hanya 1 pasien menunjukkan gambaran rontgen paru sugestif ke arah infeksi COVID-19.
Gambaran bercak putih atau dikenal sebagai ground glass opacity ditemukan dari pemeriksaan CT scan paru pasien tersebut. Selanjutnya untuk memastikan diagnosis COVID-19, pada pasien dilakukan pemeriksaan RT-PCR dari sampel hasil usap hidung dan tenggorok, tetapi hasilnya negatif.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa operasi ortopedi elektif tidak berhubungan dengan peningkatan jumlah kasus COVID-19. Durasi operasi, lama waktu rawat inap, tipe anestesi, dan komorbiditas bukan merupakan faktor risiko infeksi COVID-19 dalam penelitian ini. Meskipun demikian, pasien dan tenaga kesehatan patut waspada karena ada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin lama waktu rawat inap, semakin besar kemungkinan pasien terinfeksi COVID-19 secara nosokomial.
Selain itu, keterbatasan pada penelitian ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengonfirmasi apakah pasien terinfeksi virus corona atau tidak hanya rapid test. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hasil pemeriksaan RT-PCR dari hasil usap hidung dan tenggorok dapat dipertimbangkan untuk dilakukan berikutnya.
Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB menyambut baik penelitian ini dan mengapresiasi para peneliti. “Keadaan pandemi COVID-19 membuat jumlah operasi elektif di berbagai rumah sakit, termasuk RSCM menurun,” kata Prof Ari.
Lewat penelitian ini, Prof. Ari menyampaikan bahwa jika berdasarkan penilaian dokter ternyata pasien memang perlu menjalani operasi elektif di masa pandemi ini, pasien tidak perlu khawatir tertular virus corona selama pasien dan tenaga kesehatan tetap menerapkan protokol kesehatan di sepanjang proses operasinya.
Pelaksanaan operasi di masa COVID-19 tentu membutuhkan beberapa penyesuaian agar tetap aman bagi pasien dan tenaga kesehatan. Misalnya di RSCM, menurut panduan intraoperatif yang dibuat, operasi harus dilakukan seefisien mungkin dengan jumlah personel dalam ruang operasi dibatasi.
Protokol mengenai alur pasien dan staf masuk keluar ruang operasi juga dibuat khusus untuk mengurangi risiko transmisi. Pasien-pasien tersebut juga diharuskan menjalani skrining COVID-19 terlebih dahulu di poliklinik.