Cacar Monyet Belum Ada di Indonesia, Dokter: Bila Ada 1 Kasus, Harus Dinyatakan Kejadian Luar Biasa
#Liputanmedia
KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan bahwa kasus cacar monyet di Indonesia hingga kini belum ditemukan. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, kendati sebelumnya terdapat 15 suspek cacar monyet, seluruhnya dinyatakan negatif. “(Kasus yang suspek) sudah selesai diperiksa (hasilnya) negatif. Jadi bukan suspek lagi mereka. Tapi, saya belum tahu update untuk diagnosanya penyakit apa,” kata Maxi, seperti diberitakan Kompas.com, Senin (8/8/2022)
Berkaitan dengan belum ditemukannya cacar monyet atau monkeypox, Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Retno Asti Werdhani, M.Epid, mengatakan, satu kasus konfirmasi harus dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di wilayah tersebut. “Kalau ada satu kasus yang terkonfirmasi monkeypox di satu daerah, karena kita dari awal nol (kasus) makanya satu kasus saja itu kita anggap KLB. Karena kita sampai saat ini masih zero cases,” papar Retno dalam webinar bertajuk Indonesia Waspada Wabah Monkeypox yang digelar Continuing Medical Education (CME) FKUI, Selasa (9/8/2022). Sama seperti Covid-19, identifikasi kontak erat dengan kasus suspek, probable, dan konfirmasi juga harus dilakukan. Dengan demikian, bisa diketahui siapa saja yang akan dikategorikan dalam ketiga klasifikasi cacar monyet tersebut. Hingga saat ini, kata dia, cacar monyet merupakan penyakit endemik di wilayah Afrika. Namun, wabah cacar monyet kini sudah teridentifikasi setidaknya di 88 negara di dunia. “Kita tahu endemi (cacar monyet) di mana, sehingga kalau kita menemukan pasien-pasien suspek atau probable, habis itu kita tanyakan ada riwayat perjalanan enggak ya ke negara-negara endemi itu, nah kita bisa curigai dan refer untuk ke pemeriksaan selanjutnya,” imbuh Retno.
Identifikasi suspek, probable, dan kasus konfirmasi Dokter Retno menyampaikan bahwa memastikan adanya suspek, probable, dan konfirmasi adalah hal yang perlu dilakukan. Maka dari itu, penting bagi layanan primer mengidentifikasi sejak awal, kategori pasien yang datang dengan gejala cacar monyet.
“Itu perlu dilakukan supaya kita bisa cepat langsung rujuk untuk dilakukan pemeriksaan konfirmasi laboratorium PCR,” ucap dia. Mereka yang termasuk kategori suspek, probable, dan konfirmasi harus menjalani isolasi sampai 21 hari. Apabila hasil PCR-nya negatif maka termasuk dalam kategori discarded.
Untuk diketahui, discarded merupakan kasus suspek atau probable dengan hasil negatif PCR dan/atau sekuensing monkeypox. Di sisi lain, penyelidikan epidemiologi dilakukan identifikasi kasus serta pelacakan terhadap kontak erat. Selama pemantauan, kontak tersebut tidak boleh mendonorkan darah, sel, jaringan, organ, ASI, maupun air mani agar tidak ada risiko penularan virus kepada orang lain.
Tahapan pelacakan kasus cacar monyet
Identifikasi kontak:
Kasus konfirmasi diwawancara untuk mengingat orang-orang yang pernah berkontak langsung.
Hal ini dilakukan sementara suspek atau probable menunggu hasil pemeriksaan laboratorium PCR.
Selanjutnya, kontak erat diinformasikan dalam 24 jam setelah teridentifikasi. Jika hasil PCR negatif, suspek atau probable menjadi discarded.
Pencatatan detail kontak:
Hal-hal yang dicatat ialah termasuk nama lengkap, usia, alamat, nomor telepon, tanggal kontak dengan orang lain, dan sebagainya.
Diberikan pula formulir pemantauan harian untuk melihat gejala. Selain itu, diperlukan data wawancara termasuk orang-orang tempat kerja, sekolah, kontak seksual, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat ibadah, transportasi dan sebagainya.
Diakuinya, pelacakan kontak selama 21 hari ke belakang bukanlah hal yang mudah. Namun penting untuk dilakukan agar petugas menemukan kontak erat dari orang yang dicurigai terinfeksi monkeypox.
“Tapi minumum kita coba, harus. Karena memang kita harus mengidentifikasi walaupun kontak erat tidak diisolasi tapi minimum kita pantau, ada gejala apa tidak,” jelas Retno.
Tindak lanjut kontak erat:
Kontak erat akan dipantau selama 21 hari sejak tanggal kontak terakhir dengan suspek atau probable.
Kemudian, dilakukan observasi adanya tanda atau gejala klinis berupa sakit kepala, demam, menggigil, sakit tenggorokan, malaise, kelelahan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening, serta perburukan klinis.
Kontak erat ini juga harus melakukan pemeriksaan suhu dua kali dalam sehari.
Adapun isolasi untuk kasus suspek, probable, dan konfirmasi di antaranya mencakup:
Satu ruangan dengan ventilasi cukup dan kamar mandi khusus
Asupan nutrisi dan cairan yang cukup
Mencegah infeksi sekunder
Isolasi dilakukan hingga gejala hilang atau ruam dan koreng suda sembuh
Isolasi dilakukan selama 21 hari atau 3 pekan lamanya.
“Baik suspek, probable, maupun konfirmasi itu diisolasi. Jadi bener-bener dari awal ruam dan pembesaran kelenjar getah bening untuk nanti dilakukan isolasi terpusat maupun kita bisa isolasi mandiri,” kata Retno.
Bila pasien yang terkonfirmasi meninggal dunia, pemulasaran jenazahnya khusus untuk kasus cacar monyet.
Ia turut menggarisbawahi kebersihan adalah upaya untuk menghindari paparan virus. Sebab, virus bisa masuk ke tubuh melalui cara apa pun, sehingga kebersihan diri dengan rutin mencuci tangan menjadi penting.
sumber berita: https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/11/110100623/cacar-monyet-belum-ada-di-indonesia-dokter-bila-ada-1-kasus-harus?page=2