Info FKUI

Gaya Hidup dan Risiko Kesehatan

#LiputanMedia

“Apa yang telah ku­lakukan se­hingga kena penderitaan kejam ini?” tulis­nya Benjamin Franklin dengan getir. Gout menjawab, “Banyak hal, kau telah makan dan mi­num terlalu bebas, dan terlalu memanjakan kakimu dengan keluh kesah.” Dialog rekaan itu ditulis Benjamin Franklin pada 1780 yang menggambarkan percakapannya saat berusia 74 tahun dengan “madam gout.”

Franklin, orang satu-sat­unya yang menandatangani ketiga dokumen pendirian Amerika Serikat: Deklarasi Ke­merdekaan 1776, Traktat Paris Tahun 1783, dan Konstitusi Ta­hun 1787. Dia menderita gout parah, sehingga sampai harus diangkut dengan kursi sedan saat ke konvensi konstitusional di Philadelphia.

Menilik sejarah manu­sia, banyak tokoh penting yang menderita penyakit gout, di antaranya Alexan­der Agung, Charlemagne, Raja Henry VIII, John Locke, dan seorang anggota keluarga Flo­rentine Medici yang bahkan dijuluki “piero the gouty.” Daf­tarnya bisa diperpanjang lagi, begitu banyak tokoh jenius te­lah merasakan gout, dari Gali­leo, Leonardo da Vinci, sampai Karl Marx. Lalu Thomas Jeffer­son, Mark Twain, Joseph Con­rad, dan Henry James.

Penyakit gout atau populer disebut asam urat merupakan salah satu kategori penyakit kronis tidak menular (PTM). Gejalanya ditandai dengan ada­nya hiperurisemia atau pening­katan kadar asam urat dalam darah (>5,7 mg/dL pada wanita dan ³ 7,0 mg/dL laki-laki).

Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabo­lik (metabolic syndrome) yang terkait pola makan diet tinggi purin dan minuman beralko­hol. Penimbunan kristal mono sodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama peradangan atau inflamasi pada gout ar­tritis (Nuki dan Simkin, 2006). Secara klinis, hiperurisemia dapat menyebabkan artritis pi­rai (gout), nefropati asam urat, tofi dan nefrolitiasis.

Gout tidak secara langsung menyebabkan kematian, te­tapi jika dibiarkan terus tinggi dalam darah da­pat menimbulkan kom­plikasi yang berakibat kematian. Sebab kristal urat yang mengendap di ginjal dan saluran kemih membentuk batu ginjal serta bisa membuat gagal ginjal akut yang mengancam jiwa.

Kristal urat juga dapat me­nyumbat pembuluh darah, sehingga penderita berisiko terkena jantung koroner, bah­kan stroke. Apalagi jika hiper­urisemia berhubungan dengan sindrom metabolik seperti kegemukan atau obesitas, diabetes melitus, kadar kolesterol dan lemak darah tinggi.

S a ng a t disayangkan, di Indonesia belum banyak publikasi epidemi­ologi tentang artritis gout, sehingga prevalensi hiperuri­semia dan gout belum diketa­hui pasti karena data yang ter­batas. Tetapi sebagai catatan, Perhimpunan Reumatologi Indonesia menulis, gout men­gena 1–2 persen orang dewasa, dan merupakan kasus artritis inflamasi terbanyak pada pria.

Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13,6 per 1.000 pria dan 6,4 per 1.000 wanita. Prevalensi gout me­ningkat sesuai umur dengan rerata 7 persen pada pria umur >75 tahun dan 3 persen pada wanita umur >85 tahun. Pene­litian di Indonesia oleh Raka Putra dkk menunjukkan, prev­alensi hiperurisemia di Bali 14,5 persen. Sementara itu, penelitian pada etnis Sangihe di pulau Minahasa Utara oleh Ahimsa & Karema K didapat prevalensi gout 29,2 persen.

Serupa dengan pemaparan tersebut, menurut penelitian ahli reumatologi Fakultas Ke­dokteran Universitas Indonesia, Profesor Harry Isbagio, pendu­duk di daerah Manado-Mina­hasa memiliki prevalensi tinggi terjangkit asam urat. Sebab mereka biasa mengonsumsi makanan laut tertentu dan alkohol. Suku Maori (Selandia Baru) paling tinggi di dunia prevalensi asam uratnya.

Asam urat adalah produk akhir utama metabolisme purin. Purin banyat terdapat pada inti sel makhluk hidup, sehingga ditemukan hampir dalam semua sumber asupan protein pada makanan seperti daging, jerohan, seafood, sayur bayam, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Sebagian besar sumber protein hewani men­gandung kadar purin tinggi. Sumber protein nabati dan beberapa jenis sayuran juga memiliki kandungan purin se­dang yang diyakini dapat me­micu peningkatan asam urat.

Hal ini diyakini sebagai salah satu faktor yang mem­pengaruhi persepsi masyarakat membatasi sumber protein na­bati. Salah satunya asupan pro­tein kedelai dari variasi olahan makan berbahan baku kedelai atau soyfoods. Namun di sisi lain penelitian menyebutkan kandungan gizi pada soyfoods dapat memberi manfaat ke­sehatan seperti mengurangi risiko penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, metabolik sindrom, dan osteoporosis.

Perubahan

Tata laksana op­timal untuk penyakit gout membutuhkan tata laksana f a rmakolog i m a u p u n nonfarma­k o l o g i . Tata laksana nonfar­makologi meli­puti edukasi pasien, perubahan gaya hidup dan penyakit komorbid seperti hipertensi, dislipid­emia, dan diabetes mellitus.

Terdapat beberapa fak­tor yang menyebabkan se­seorang mengalami gou, di antaranya faktor genetik, be­rat badan berlebih, konsumsi obat-obatan tertentu (contoh: diuretik), gangguan fungsi gin­jal, dan gaya hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol dan minuman berpemanis).

Konsumsi protein harus te­tap dalam jumlah yang cukup dan seimbang

antara hewani dan nabati. Hindari makanan yang men­gandung tinggi purin dengan nilai biologik tinggi seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi.

Makanan yang harus di­batasi konsumsinya antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut tinggi purin (sar­dine, kelompok shellfish seperti lobster, tiram, kerang, udang, kepiting, skalop). Alkohol da­lam bentuk bir, wiski dan forti­fied wine meningkatkan risiko serangan gout.

Demikian pula dengan fruktosa yang ditemukan da­lam corn syrup, pemanis pada minuman ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan ka­dar asam urat serum. Semen­tara itu, konsumsi vitamin C, dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan kopi menu­runkan risiko serangan gout.

Pengaturan diet juga disa­rankan untuk menjaga berat tubuh ideal. Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko serangan gout. Asupan air mi­num >2 liter per hari disarank­an pada keadaan gout dengan urolithiasis.

Sedangkan saat terjadi se­rangan gout direkomendasikan untuk meningkatkan asupan air minum minimal 8–16 gelas per hari. Keadaan dehidrasi merupakan pemicu potensial serangan gout akut.

Penderita gout disarank­an menghentikan kebiasaan merokok, serta aktif latihan fisik rutin 3–5 kali sepekan selama 30–60 menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan dan fleksibili­tas otot, sendi dan ketahanan kardiovaskuler. Olahraga untuk menjaga berat badan ideal dan menghindari gangguan metab­olisme menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang berlebi­han dan berisiko trauma sendi wajib dihindari. Penulis Dokter Umum Puskesmas Godong I Kab Grobogan, Jawa Tengah

 

Sumber berita: http://www.koran-jakarta.com/gaya-hidup-dan-risiko-kesehat…/