Viral Unggahan Kamar Isi Sampah Disebut Hoarding Disorder, Ini Kata Dokter Jiwa…
#Liputanmedia
KOMPAS.com – Sebuah unggahan mengenai kamar kos yang berisi ‘ sampah’ ramai menjadi pembicaraan di media sosial Twitter, Senin (13/7/2020).
Pengunggah adalah akun @ksiezyc26 yang kaget dengan kamar tetangga kosnya yang lama tidak muncul dan saat dibuka penuh dengan berbagai barang bekas.
“Sumpah gw kaget banget biasa liat di berita sekarang liat sendiri di kosan gw ada orang yang selama ini tidur sama sampah,” tulisnya mengawali thread sembari menyertakan gambar yang memperlihatkan betapa berantakannya kamar tersebut.
Unggahan asli tersebut sudah dihapus oleh pemilik akun, namun bisa dilihat di sini.
Pengunggah menyebut tujuannya memposting hal itu adalah untuk mengingatkan warganet apabila menemukan seseorang dengan kondisi serupa agar tak lupa membantu konsultasi.
Beragam netizen muncul terkait postingan yang sebelumnya dibagikan lebih dari 21 ribu kali dan disukai lebih dari 68 ribu pengguna itu.
Sejumlah netizen menilai apa yang terjadi pada tetangga kos tersebut adalah kondisi yang disebut dengan Hoarding Disorder.
Lantas, betulkah kejadian kamar penuh dengan sampah itu karena pemiliknya hoarding disorder?
Perlu diperiksa untuk memastikan
Untuk mengetahui hal tersebut Kompas.com menghubungi ahli kesehatan jiwa, dr Dharmawan SpKJ.
Saat dihubungi pihaknya mengatakan tidak bisa menyimpulkan seseorang hoarding disorder apabila hanya sekedar melihat gambar tanpa bertemu dengan orang tersebut.
“Bisa jadi (hoarder) tapi kan kita nggak periksa pasiennya jadi gimana memastikannya?” kata Dharmawan saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/7/2020).
Dia menyebut, jika memang seseorang mengidap hoarder maka akan cenderung menyimpan barang tak terpakai.
“Memang penyakit hoarder gitu misalnya bungkus bekas makanan nggak dibuang karena ada dorongan seperti pikiran obsesif untuk simpan bungkus itu dan kalau dilawan meningkat kecemasan dalam diri penderita,” jelas dia.
Lebih lanjut Dharmawan menyebut apabila yang disimpan bukan sampah akan tetapi barang-barang milik penderita sendiri yang bekas pakai atau masih suka dipakai maka menurutnya belum tentu dia hoarder.
Sementara itu dr. Heriani, SpKJ(K) dari Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM-FKUI juga mengatakan, pihaknya tidak bisa mendiagnosis apakah itu hoarder atau bukan apabila ia tak bertemu langsung dengan orang tersebut.
“Nggak berani bikin diagnosis kalau nggak ketemu orangnya,” ujar Heriani saat dihubungi Kompas.com Senin (13/7/2020).
Meski demikian pihaknya mengkhawatirkan apa yang terjadi pada pemilik kamar tersebut tidak hanya sekedar hoarder.
“Kalau orangnya smart, pekerjaan baik, penyendiri (ini meski diketahui penyendiri dari dulu atau baru saja) lalu tiba-tiba menghilang dan mengabaikan tanggung jawab, nggak bayar kos tanpa berkomunikasi, rasanya bukan ‘sekedar’ hoarder,” terang dia.
Dia lebih mengkhawatirkan apabila si pemilik kamar mungkin mengalami gangguan jiwa lain atau mungkin depresi berat.
“Kalau bisa, menghubungi keluarganya deh biar bisa dibantu. Rasanya memang perlu bantuan psikiater,” ujar dia.
Enggan berpisah dari benda
Menurutnya jika hoarding disorder, maka seharusnya pemilik kamar enggan berpisah dari benda-bendanya.
Heriani menyebut, seseorang yang menyimpan-nyimpan barang atau tidak membuang barang bisa menjadi bagian dari beberapa hal yakni demensia, tapi menurutnya ini tidak terjadi pada usia muda.
Kemungkinan lain adalah ada gangguan kognitif atau gangguan perkembangan.
“Tapi ini kan prestasi sekolah dan pekerjaannya bagus,” ujar dia.
Sementara untuk spektrum skizofrenia dan gangguan psikotik lain, atau bukan, menurutnya ini harus diperiksa dulu, dengan melihat apakah ada gejala psikosisnya.
Seperti misal apa ada halusinasi yang membisikinya untuk tidak membuang. Atau karena waham yang membuat seseorang takut.
Kemungkinan lain ia menderita depresi berat sehingga tidak memiliki tenaga atau keinginan untuk menata dan membersihkan kamarnya. Atau pula merupakan bagian dari gangguan obsesif-kompulsif.
Menimbun karena sayang
Lebih lanjut jika seseorang tersebut hoarding maka biasanya ia akan menimbun karena sayang, ingin dikoleksi, atau ada nilai personal. Meski sebenarnya barang tersebut sudah tak berguna,
“Hoarder itu sayang kalo barangnya dibuang. Kadang rapi juga nyimpennya, tapi saking penuhnya barang, jadi ganggu. Orang susah lewat. Bisa jadi sarang kecoak atau curut atau tikus,” ucap dia.
Hoarding menurutnya juga berbeda dengan pemalas.
Pemalas menurutnya sebetulnya ingin bersih-bersih dengan itu semua dibuang akan tetapi ia lebih memilih posisi mager.
Terkait dengan hoarding ia menyebut apabila seseorang mengalami hoarding disorder apabila sudah mengganggu kesehatan sebaiknya memang dilakukan terapi.
“Bisa obat atau CBT (Cognitive-Behavior Therapy),” jelasnya.