Selain Pemilik Hewan Peliharaan, Orang-Orang Ini Juga Rawan Terinfeksi Rabies
#Liputanmedia
TEMPO.CO, Jakarta – Rabies merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena hampir selalu menyebabkan kematian (almost always fatal) setelah timbul gejala klinis dengan tingkat kematian sampai 100 persen. Bahkan, berdasarkan data tahun 2020, ada 26 dari 34 provinsi di Indonesia yang belum bebas dari rabies, dengan jumlah kematian per tahun lebih dari 100 orang. Padahal, rabies adalah penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin anti rabies (VAR).
Tim One Health Zoonosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Asep Purnama mengatakan rabies adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Infeksi rabies pada manusia biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan binatang seperti anjing, kera, serigala, kelelawar melalui gigitan atau kontak virus lewat air liur dengan luka. “Virus tersebut masuk ke dalam ujung saraf yang ada pada otot di tempat gigitan dan memasuki ujung saraf tepi hingga mencapai sistem saraf pusat yang biasanya pada sumsum tulang belakang, dan selanjutnya menyerang otak,” kata Asep pada webinar virtual Sabtu 20 November 2021.
Berdasarkan data, anjing adalah sumber utama kematian manusia akibat rabies, yang menyumbang hingga 99 persen dari semua penularan rabies kepada manusia. Kebanyakan orang mungkin hanya berpikir orang yang sangat rawan terinfeksi rabies adalah orang yang memiliki hewan peliharaan. Padahal ada pula beberapa pemilik pekerjaan tertentu yang rawan terinfeksi virus itu.
Mereka adalah dokter hewan, perawat hewan, peneliti virus rabies, petualang alam liar, pekerja lapangan yang dapat digigit binatang buas terinfeksi, orang yang sering berkunjung ke daerah rawan rabies dan petugas kesehatan yang merawat pasien rabies. Pada kelompok ini sangat dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi Pre-Exposure Prophylaxis sebagai perlindungan sebelum terjadi kontak. Vaksinasi Pre-exposure akan sangat bermanfaat disamping memberikan perlindungan juga mempermudah penanganan jika dikemudian hari terjadi kontak. Seseorang yang sudah pernah menerima vaksinasi Pre-Exposure tidak membutukan serum jika terjadi gigitan.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Samsuridjal Dzauji menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada obat yang ditemukan untuk menangani rabies, namun rabies dapat dicegah melalui vaksinasi di puskesmas atau rumah sakit. Oleh karena itu, untuk mencegah semakin banyaknya kasus rabies di Indonesia perlu dilakukan strategi pencegahan yang di mana salah satu cara utamanya adalah dengan melakukan vaksinasi rabies sesegera mungkin. “Sebab, dengan menyuntikkan vaksin anti rabies (VAR) ke dalam tubuh hewan dan manusia, maka tubuh akan membentuk sistem kekebalan untuk menangkal virus rabies. Cara kerja VAR adalah dengan merangsang sistem daya tahan tubuh untuk membentuk imunitas terhadap virus rabies. Pembentukan antibodi tersebut memerlukan waktu. Namun, jika antibodi sudah terbentuk, dapat bertahan lama, yaitu sekitar satu tahun,” katanya.
Rabies termasuk dalam roadmap terbaru WHO 2021-2030. Sebagai penyakit zoonosis, diperlukan koordinasi lintas sektoral yang erat di tingkat nasional, regional, dan global. Pada tahun 2019 Gavi memasukkan vaksin rabies untuk manusia dalam strategi investasi vaksin pada 2021-2025 yang akan mendukung peningkatan PEP (post-exposure prophylaxis) atau pengobatan segera pada korban gigitan setelah terpapar rabies di negara-negara yang memenuhi syarat GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization).
Sumber berita: https://gaya.tempo.co/…/selain-pemilik…/full&view=ok