Polusi Debu Batu Bara di Marunda, Ini Kata Warga dan Dinas LH DKI
#LiputanMedia
TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan dan Kebersihan (Kasi Wasdal) Sudin Lingkungan Hidup atau Suku Dinas LH Jakarta Utara Suparman menjelaskan sampai saat ini perusahaan PT Karya Citra Nusantara (KCN) belum menunaikan janjinya untuk memasang jaring basah dan membuat hutan mini untuk mencegah penyebaran polusi debu batu bara.
Suparman mengatakan pihaknya terus mengawal janji PT KCN itu terkait memangkas penyebaran polusi debu batu bara. “Harus dikawal kalau tidak pencemaran udara bisa merugikan masyarakat,” ujar Suparman saat dihubungi Tempo, Jumat, 26 Juli 2019.
Suparman mengatakan untuk mencegah debu batu bara tersebar, sejauh ini PT KCN hanya melakukan penyiraman ke tumpukan batu bara dan menutupnya dengan terpal. Namun cara itu tak begitu efektif mencegah polutan debu batu bara terbang dan sampai ke kawasan penduduk.
Polusi debu batu bara terbentuk saat proses bongkar muat dari kapal tongkang ke Pelabuhan Marunda milik PT KCN yang terletak di dalam Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Partikel debu itu lalu terbawa oleh angin ke daratan hingga berkilo-kilometer dan mengganggu kesehatan pernapasan masyarakat.
Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi berjanji pihaknya akan membuat jaring basah dan hutan mini di sekitar area pelabuhan. Namun renaca itu sampai saat ini belum terealisasi karena perusahaan tengah menghadapi permasalahan hukum dengan PT KBN.
“Jadi soal penanganan debu ini kami lagi ga fokus,” ujar Widodo di kantor Tempo.
Suwito Cahyadi, warga Cilincing yang rumahnya tepat di sebelah KBN, menjelaskan polutan debu batu bara membuat anaknya yang masih berusia lima tahun mengalami sesak napas. Selain itu, dia juga menemukan partikel debu batu bara mengotori lantai rumahnya hampir setiap pagi. “Saya sudah protes ke perusahaan dan pemerintah, tapi polusi debu masih ada,” ujar dia.
Agus Dwi Susanto, Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan menjelaskan debu batu bara dapat menyebabkan Pneumokoniosis batu bara atau black lung (paru paru hitam).
Penyakit ini timbul sebagai akibat debu batu bara yang terhirup dan menumpuk di paru, sehingga menimbulkan kekakuan pada jaringan paru dan membuat fungsi organ paru menurun. “Kasus ini (black lung) umumnya muncul pada pekerja batubara, nama lainnya coal workers pneumokoniosis,” ujar Agus.
Meskipun umumnya ditemukan pada pekerja tambang, Agus mengatakan masyarakat yang tinggal dekat dengan area yang terkontaminasi debu batu bara memiliki risiko yang sama.
Biasanya, seseorang baru menyadari terkena black lung setelah 10 tahun terpapar polusi debu batu bara, yang ditandai dengan sesak napas dan terkadang batuk dengan dahak bewarna hitam.
Selain black lung, dari hasil penelitiannya Agus mengatakan polusi debu batu bara juga dapat memicu penyakit pernapasan lainnya, antara lain infeksi saluran pernapasan, bronkitis kronis, hingga penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK. “Partikel-partikel debu batu bara itu yang bikin penyakit,” ujar Agus.
Sumber berita: https://metro.tempo.co/…/polusi-debu-batu-bara…/full&view=ok