Pasien PPOK Bisa Alami Eksaserbasi, Bagaimana Pertolongan Pertamanya?
#LiputanMedia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Salah satu efek dari PPOK adalah pasien bisa mengalami eksaserbasi.
Apa itu eksaserbasi dan bagaimana pertolongan pertanyaannya? Ahli kesehatan paru dunia dari Universitas London St George, Inggris, Prof Paul Jones MD PhD, menjelaskan pasien PPOK bisa mengalami eksaserbasi, yaitu perburukan gejala pernapasan yang akut.
Eksaserbasi ini sering disalahartikan sebafau infeksi paru-paru. Disamping itu, ada istilah lain untuk menggambarkan eksaserbasi, yaitu just cold (cuma demam).
“Saya kurang menyukai istilah ‘just cold’ karena cold tampaknya mudah untuk diatasi, semacam demam. Namun, eksaserbasi itu jauh lebih mematikan dan buruk dibandingkan cold,” ungkap Prof Jones dalam acara media briefing “Kenali PPOK, Lindungi Parumu”, di Jakarta, Senin (29/5/2023)
Prof Jones mengatakan eksaserbasi yang sedang mengharuskan pasien dibawa untuk rawat inap di rumah sakit. Gejala pasien mengalami eksaserbasi adalah merasa sesak hingga satu sampai dua pekan, bahkan sampai harus dirawat. Gejala lainnya ialah pasien tidak bisa keluar dari rumah, bahkan melakukan aktivitasnya.
“Berbeda dengan cold, setelah eksaserbasi, pasien membutuhkan waktu bahkan bisa mencapai waktu tiga bulan untuk bisa pulih kembali,” ujarnya.
Selain itu, eksaserbasi juga meningkatkan risiko serangan jantung juga strok. Pasien PPOK pada umumnya cenderung mengalami eksaserbasi satu sampai dua kali per tahunnya.
Senada, Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof dr Wiwien Heru Wiyono PhD SpP(K) menjelaskan eksaserbasi dapat mempercepat penurunan fungsi paru. Inilah yang menjadi ciri utama perburukan PPOK.
Eksaserbasi dapat mengakibatkan berkurangnya aktivitas fisik dan kualitas hidup yang lebih buruk. Kondisi itu juga mendatangkan peningkatan risiko kematian pada kasus yang lebih berat.
“Setiap kali eksaserbasi PPOK terjadi, mungkin meninggalkan kerusakan paru permanen dan tidak dapat dipulihkan, sehingga lebih sulit bagi pasien untuk bernapas dan meningkatkan perkembangan gejala yang lebih buruk kedepannya,” ujarnya.
Ditambah lagi, lanjut Prof Wiwien, pasien PPOK umumnya enggan mengunjungi fasilitas kesehatan. Alahsil, keadaan ini sukar ditangani akibat kondisi pasien yang telanjur memburuk.
Pertolongan pertama eksaserbasi
Prof Wiwin mengatakan untuk pertolongan pertama eksaserbasi adalah tentukan dahulu derajatnya, apakah ringan atau berat. Penanganan akan tergantung derajat eksaserbasi.
“Kalau dia sesak, yang penting nomor satu adalah oksigen. Itu yang paling dibutuhkan,” ujarnya.
Selain itu, eksaserbasi memicu penyempitan saluran napas. Oleh karenanya, saluran napas harus dibuka secepat-cepatnyanya dengan memberikan obat-obat pelega dalam bentuk nebulizer.
“Sesuai dengan ketersediaan, kadang-kadang di fasilitas kesehatan tidak tersedia. Yang ada, apakah itu nebulizer atau injeksi atau pil. Yang ada saja,” ujar Prof Wiwien.
Menurut Prof Wiwien, yang paling disarankan yang paling cepat efeknya yang nebulizer. Sebab, obatnya dihirup.
“Itu nomor satu.”
Tak hanya itu, karena PPOK biasanya disebabkan oleh infeksi yang menimbulkan peradangan, penanganannya harus ditambahkan obat antiradang di samping obat lain. “Itu yang penting, baik sistemik, injeksi, maupun yang dihirup. Secepat mungkin dibuka,” ujarnya.
Kemudian, lihat respons pasien. Kalau membaik, pasien bisa dipulangkan.
“Kalau tidak membaik perlu dirawat. Bahkan, yang berat rawat harus dirawat di ICU,” ujar Prof Wiwien.
Sumber berita: https://ameera.republika.co.id/berita/rvff5j414/pasien-ppok-bisa-alami-eksaserbasi-bagaimana-pertolongan-pertamanya