Ini Aturan Islam dalam Memandikan dan Memakamkan Jenazah COVID-19
#Liputanmedia
Wabah virus corona (COVID-19) masih belum dapat ditekan secara maksimal hingga saat ini. Merujuk data Johns Hopkins University per 13 Agustus 2020, COVID-19 telah menelan korban hingga lebih dari 750 ribu jiwa di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, COVID-19 setidaknya telah menewaskan 5.903 jiwa. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, pasti kita bertanya-tanya bagaimana cara mengurus jenazah COVID-19 yang sesuai protokol kesehatan sekaligus memenuhi syariat agama Islam.
Hal ini terjawab lewat webinar yang diselenggarakan pada Senin (10/8) yang berjudul “Tatalaksana Jenazah COVID-19 Sesuai Syariat Agama Islam”, yang menghadirkan dua narasumber, yakni Prof. dr. Budi Sampurna, Sp.F.M(K), S.H., DFM., Sp.KP, Guru Besar Forensik & Medikolegal FKUI RSCM, dan Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A, Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
Supaya lebih tercerahkan, simak penjelasan lengkapnya di sini!
1. Protokol kesehatan khusus untuk mengurus jenazah COVID-19 dibuat dengan banyak pertimbangan
Menurut Prof. Budi, ada banyak pertimbangan mengapa jenazah COVID-19 harus diurus dengan protokol kesehatan ketat. Ini karena COVID-19 menular lewat berbagai cara, mulai dari droplet, aerosol, muntahan, feses, serta kontak langsung dengan benda yang terkontaminasi.
Selain itu, COVID-19 masih mungkin menular melalui udara (airborne), virus bisa ditemukan di benda mati hingga beberapa jam, dan ditemukan di jenazah hingga 9 hari postmortem (sesudah kematian), sehingga dikhawatirkan dapat menular dari jenazah ke manusia yang masih hidup.
Selain itu, pada jenazah yang diautopsi, ditemukan bahwa reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) masih positif hingga hari ke-12, konsentrasi RNA SARS-CoV-2 masih tinggi di paru-paru, ditemukan virus dalam darah (viremia), dan titer RNA virus tinggi di organ hati, ginjal, dan jantung.
Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan orang yang hidup harus diutamakan. Menurut Prof. Budi, penularan bisa dihindari dengan mencegah virus keluar dari jenazah, mencegah kontak langsung, memakai alat pelindung diri (APD), menjaga kebersihan tangan, memiliki etika batuk atau bersin yang baik, serta menjaga jarak antara pelayat-jenazah dan pelayat-pelayat.
2. Jenazah harus disegerakan pemakamannya, pengawetan tidak direkomendasikan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan pengawetan jenazah, melainkan disegerakan untuk dimakamkan dalam waktu 24 jam. Menurut Prof. Budi, pengawetan jenazah dengan menyuntikkan formalin bisa memunculkan aerosol dan sebaiknya hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan dilengkapi dengan APD lengkap.
Dalam praktiknya, semua jenazah yang menunjukkan gejala klinis COVID-19, meski probable (belum sempat dilakukan pemeriksaan PCR) atau confirmed, jika meninggal harus diperlakukan dengan tata cara pengurusan jenazah COVID-19. Kecuali, jika ditemukan sebab kematian lain yang tak ada hubungannya dengan COVID-19, misalnya karena kecelakaan atau trauma.
Dikatakan oleh Prof. Budi, jika kematian terjadi di luar rumah sakit, maka petugas pemeriksa jenazah akan mencari dugaan penyebab kematian. Jika kematian dinyatakan berhubungan dengan COVID-19, maka jenazah akan diurus sesuai prosedur dengan menutup semua lubang di tubuhnya dan dimasukkan ke kantong jenazah yang kedap air.
Namun, jika kematian terjadi di rumah sakit, protokol COVID-19 akan diterapkan, walau jenazah berstatus suspect, probable, atau confirmed. Tentu saja, komunikasi, informasi, dan edukasi yang baik harus diberikan pada keluarga pasien. Mereka memiliki hak untuk melihat jenazah sebelum ditutup, berhak mendoakan, melayat, menyalatkan (jika beragama Islam), dan memakamkan.
3. Jenazah boleh dimandikan dan dikafani sesuai dengan Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020
Ketika pasien sudah dinyatakan meninggal, peralatan medis akan dilepaskan dari tubuhnya, seperti selang infus, kateter, atau tube. Bekas suntikan harus ditutup dengan plester kedap air. Jika diperlukan, lakukan swab pada jenazah. Pastikan bahwa cairan tidak keluar dari lubang tubuh dengan menutupnya memakai kapas. Untuk mencegah keluarnya cairan dan aerosol, jangan menekan bagian dada dan perut jenazah.
Lebih lanjut, Prof. Budi mengatakan bahwa jenazah yang beragama Islam boleh dimandikan dan dikafani sesuai dengan Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020. Hal ini tertuang lewat Ketentuan Hukum poin 2 yang berbunyi:
“Umat Islam yang wafat karena wabah COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.”
Sesuai Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020, jenazah bisa dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. Selain itu, petugas wajib berjenis kelamin sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
Jika tidak ada, maka diurus oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian saat dimandikan atau ditayamumkan. Sebelum dimandikan, najis harus dibersihkan. Lalu, petugas memandikan jenazah dengan mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
Jenazah dikafani tiga lapis, lalu dibungkus dengan kain yang tidak tembus air atau plastik, dan pastikan tidak ada cairan yang keluar dari jenazah. Sebelum jenazah dimasukkan ke peti mati, keluarga inti bisa melihat jenazah untuk terakhir kalinya dari jarak 2 meter. Jenazah tidak boleh disentuh atau dicium demi mematuhi kewaspadaan standar, Prof. Budi menerangkan.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi dan harus segera dimasukkan ke peti mati. Lalu, peti mati disegel dengan plastik yang tak tembus air dan dieratkan dengan paku atau sekrup. Tak lupa, peti mati diberi identitas jenazah agar tidak tertukar. Peti mati juga harus disemprot dengan cairan disinfektan.
4. Anak kecil, lansia di atas 60 tahun, dan orang dengan penyakit sebaiknya tidak melayat
Menurut Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020, berikut ini adalah pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar COVID-19:
Disunnahkan menyegerakan salat jenazah setelah dikafani.
Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
Dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tak memungkinkan, boleh disalatkan dari jauh (salat gaib).
Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.
Untuk tata cara menguburkan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. Caranya adalah memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. Jika dalam keadaan darurat, beberapa jenazah boleh disemayamkan dalam satu liang kubur.
Saat dikubur, keluarga diberi kesempatan untuk melayat. Namun, anak kecil, lansia di atas 60 tahun, dan orang yang memiliki penyakit berisiko tinggi sebaiknya tidak ikut melayat. Jangan lupa untuk menjaga jarak antar pelayat minimal 2 meter atau 3 langkah kaki. Disarankan untuk segera mencuci tangan dengan air dan sabun, mandi, dan berganti pakaian sepulang dari melayat.
Untuk lokasi penguburan, WHO menyarankan untuk memberi jarak aman 250 meter dari sumur atau sumber air yang digunakan untuk minum dan 30 meter dari sumber air lainnya.
Itulah prosedur memandikan dan mengubur jenazah COVID-19 sesuai syariat Islam.
Mengingat pandemi masih jauh dari usai, kita harus melindungi diri sebaik mungkin dengan menerapkan pola hidup sehat, menjaga kebersihan diri dengan rajin cuci tangan, kelola stres dengan baik, istirahat cukup, dan olahraga rutin. Niscaya, tubuh kita akan terus fit dan terhindar dari berbagai penyakit.