Benarkah Tak Perlu Tes PCR Lagi Sesudah Isoman? Ini Jawabannya!
#LiputanMedia
Masih banyak perdebatan di antara masyarakat tentang perlu tidaknya test COVID-19 seperti PCR setelah menyelesaikan masa isolasi mandiri. Banyak yang bilang perlu, karena untuk memastikan bahwa ia sudah bebas dari virus dan tidak lagi menulari orang-orang di sekitarnya. Sementara itu, sebagian lagi bilang tidak perlu, karena dokternya memang tidak menyarankan.
Situasi ini cukup membingungkan. Soalnya, masih ada perusahaan yang meminta karyawannya untuk menunjukkan hasil PCR negatif, saat kembali bekerja. Ada pula ketua RT atau RW yang mensyaratkan hasil PCR negatif, jika warga yang isoman mau keluar dari rumah.
Pada prinsipnya PCR memang merupakan metode paling akurat untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi COVID-19, baik yang masih aktif maupun yang sudah mati. Namun, menurut National Institute for Communicable Diseases, tanpa PCR negatif pun seseorang sebenarnya sudah bisa kembali bekerja, asalkan telah memenuhi beberapa syarat.
Pertama, sudah menyelesaikan masa isolasi selama 10 – 14 hari. Kedua, kondisi seseorang sudah dinilai dan dinyatakan layak bekerja kembali oleh dokter. Ketiga, tetap mematuhi protokol kesehatan, saat kembali bekerja.
Setelah isoman, pada kasus yang ringan dan sedang, risiko penularannya dianggap sudah sangat minimal. Karena, menurut studi, virus sudah tak aktif lagi. Dr. Erlina Burhan, M.Sc, SpP (K), dokter spesial paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), juga mengungkapkan hal yang sama. “Pemeriksaan PCR di akhir isoman tak perlu dilakukan, jika Anda tak lagi merasakan gejala atau bergejala ringan,” katanya, mengutip laman Kompas.com.
Untuk mengetahui apakah virus masih aktif atau tidak, para ahli harus melakukan kultur. Namun, hal tersebut tak rutin dilakukan pada kasus COVID-19. Dan, untungnya, sudah banyak studi yang melakukan pemeriksaan kultur, sehingga bisa memprediksi sampai kapan virus masih dapat hidup.
Virus dapat hidup di tubuh tak lebih dari 10 hari, sejak gejala pertama muncul. Hanya saja, pada beberapa kasus memang bisa lebih dari kurun waktu tersebut. Biasanya hal itu terjadi pada pasien COVID-19 dengan gejala berat dan pada orang dengan penyakit imunitas, seperti misalnya HIV.
Memaksakan tes swab PCR ulang tak banyak manfaatnya. Tak ada jaminan bahwa hasilnya negatif. Bisa juga masih positif, bahkan hingga 3 bulan kemudian. Sebab, apa yang terdeteksi oleh tes swab PCR itu hanya menandakan sisa bangkai atau virus yang sudah tidak aktif. Padahal, kalau hasil tak kunjung negatif, bisa-bisa Anda justru akan makin terobsesi dengan hasil PCR negatif. Ujung-ujungnya, Anda jadi stres sendiri dan uang pun banyak terbuang.
Jika kantor masih bersikeras meminta syarat tersebut, berilah penjelasan kepada atasan atau HRD bahwa secara medis kondisi Anda memang sudah layak untuk kembali bekerja. Selain itu, Anda juga bisa menunjukkan surat keterangan sudah selesai menjalani isolasi mandiri yang dapat diperoleh dari puskemas atau klinik. (f)
Sumber berita: https://www.femina.co.id/…/benarkah-tak-perlu-tes-pcr…