Soal Tidur dengan Mulut Diplester seperti Andien, Apa Kata Ahli?
#LiputanMedia
KOMPAS.com – Tidur adalah kebutuhan semua orang dan penting untuk kesehatan. Berbicara tentang tidur, salah satu tren yang sedang ramai dibicarakan adalah tidur dengan mulut diplester.
Salah satu yang mempraktikkan metode ini adalah penyanyi Andien Aisyah. Tak hanya Andien dan suami, anaknya yang akrab disapa Kawa juga dilatih tidur dengan memplester mulut.
“Setelah saya menjalankan tidur dengan diplester, ada beberapa kualitas baik yang saya rasakan. Jauh lebih mudah untuk mencapai deep sleep atau tidur yang berkualitas, ketika bangun badan lebih segar, tenggorokan tidak lagi kering, dan pas bangun enggak ada aroma mulut yang nggak sedap,” ujar Andien dalam postingan story instagramnya.
Meski begitu, tren menutup mulut saat tidur juga menimbulkan pro kontra di sosial media. Ada yang mendukung dan langsung praktik, ada juga yang masih meragukan.
Berkaitan dengan memplester mulut saat tidur, Konsultan Laring Faring Departemen THT-KL FKUI RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. dr. Fauziah Fardizza, SpTHT-KL (K) menjelaskan, secara fisiologis manusia bernapas melalui hidung.
Namun, ada saat-saat tertentu di mana mulut secara otomatis terbuka untuk membantu bernapas.
Misalnya saat hidung tersumbat karena sedang pilek atau jika seseorang memiliki anatomi hidung sempit yang membuatnya kesulitan bernapas dengan hidung sehingga membuat mendengkur.
Tidur mendengkur oleh para dokter dikategorikan sebagai Sleep Disorder Breathing (SDB), salah satunya adalah penyakit sleep apnea atau henti napas saat tidur.
Orang dengan gangguan sleep apnea tidak dianjurkan untuk memplester mulut saat tidur, salah satu upaya sederhana dalam metode buteyko breathing seperti dilakukan Andien. Metode ini lebih tepat dilakukan pada penderita asma.
Buteyko breathing adalah teknik pernapasan untuk memperbaiki udara yang masuk ke paru-paru agar kualitas udara bagus, yakni udara dengan suhu 37 derajat Celsius dan kelembaban 100 persen terjadi di carina yang disebut isothermic saturation boundaries.
Metode ini mengajarkan napas melalui hidung yang secara teknis akhirnya memperbaiki pola napas orang asma, di mana napas mereka cenderung hiperventilasi, atau bernapas dengan cepat dan dalam.
“Ketika asma kumat dan seseorang bernapas seperti itu (hiperventilasi), banyak CO2 yang terbuang dan akhirnya kadar CO2 di badan jadi rendah. Makanya orang asma disuruh napas pakai kantong supaya oksigen yang keluar diisap lagi,” jelas perempuan yang akrab disapa Ezzy kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (11/7/2019).
“Nah, mungkin metode ini bagusnya untuk orang asma dan tidak untuk semua kasus sleep disorder breathing,” tegas dia.
Orang dengan gangguan sleep apnea atau napas berhenti saat tidur, tidak bisa tidur dengan mulut diplester. Pasalnya hal ini justru membuat mereka lebih kesulitan napas.
“Bisa biru (badannya) jika orang dengan sleep apnea melakukan praktik ini karena mereka enggak bisa napas” ungkap Ezzy.
Soal tidur dengan mulut terbuka memang tidak disarankan, terutama bagi anak-anak. Selain udara yang dihirup mulut berbeda dengan udara yang dihirup hidung, bernapas dengan mulut dapat mengubah struktur gigi dan wajah anak.
Lebih lanjut Ezzy menjelaskan, kebiasaan bernapas dengan mulut dapat membuat gigi berantakan atau gigi maju di masa pertumbuhannya.
“Jadi, enggak semua mouth breather diterapi dengan plester. Kemungkinan, metode pernapasan ini bisa digunakan bagi mereka yang memiliki masalah pernapasan di paru-paru seperti asma, bukan sumbatan jalan napas atas,” tutup Ezzy.
Sumber berita: https://sains.kompas.com/…/soal-tidur-dengan-mulut-dipleste…