Pentingnya Terapi Pendukung Untuk Tingkatkan Harapan Hidup Pasien Kanker Anak
#Liputanmedia
TEMPO.CO, Jakarta – Kanker pada anak tidak bisa dicegah, sehingga harapan hidup pasien sangat tergantung pada kecepatan deteksi dan pengobatannya. Konsultan hematologi onkologi anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Djajadiman Gatot mengatakan pengobatan kanker, baik pada anak maupun dewasa, membutuhkan pendekatan multidisiplin. “Komunikasi antara dokter dan pasien sangat penting,” kata Djajadiman dalam webinar ilmiah yang diselenggarakan Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), pada Sabtu, 28 November 2020.
Dalam paparannya tentang ‘Pentingnya Perawatan Suportif pada Penanganan Kanker Anak’, Djaja menjelaskan bila ada anggota keluarga yang sakit, maka dokter dan paramedis serta keluarga harus mengadakan komunikasi. Khusus pada pasien kanker anak, keluarga pasien berhak mendapatkan informasi tentang diagnosis, rencana terapi, kemungkinan komplikasi akibat terapi, hingga kemungkinan prognosis penyakit yang bisa memburuk.
Terapi kanker pada anak umumnya terdiri dari kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Kemoterapi kerap menimbulkan efek samping, salah satunya menekan sistem imun pasien. Penyebabnya, kadar leukosit pasien sangat rendah sehingga pasien rentan terkena penyakit infeksi. Selain menurunkan kekebalan tubuh, kemoterapi juga berisiko menyebabkan gangguan nutrisi akiat mual dan muntah, dan juga gangguan darah seperti anemia hingga trombositopenia.
Di sinilah pentingnya perawatan suportif pada pasien. Pasien membutuhkan terapi suportif berupa pemberian nutrisi yang adekuat misalnya pemberian nutrisi cair. “Untuk gangguan darah pasien memerlukan terapi suportif berupa transfusi darah atau komponen darah. Sedangkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah infeksi pasien memerlukan terapi pendukung berupa perawatan ruang isolasi steril,” kata Djaja.
Terapi pendukung yang sangat diperlukan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi adalah pemberian obat untuk mengatasi mual dan muntah dan manajemen nyeri. Selain terapi yang berupa obat-obatan, terapi pendukung yang tidak kalah penting adalah dukungan psikososial. “Anak-anak kadang trauma dengan proses terapi, sehingga perlu diberikan dukungan psikososial pada mereka. Termasuk dukungan saat pasien harus menjalani perawatan paliatif untuk penyakit yang tidak bisa disembuhkan,” kata Djaja.
Dokter Spesialis Anak dari Universitas Hasan Sadikin Bandung Susi Susanah menjelaskan salah satu jenis terapi pendukung yang sangat penting pada pasien kanker adalah transfusi darah. Menurut Susi, meskipun secara umum aman, namun dalam penggunaannya transfusi darah tetap berisiko, sehingga diperlukan pemrosesan penyediaan darah yang aman, terutama untuk pasien kanker anak. “Transfusi darah harus rasional, artinya berdasarkan indikasi medis yang kuat dan diberikan pada pasien yang benar-benar memerlukan, diperlukan pada waktu yang tepat, dosis yang sesuai dan mempertimbangkan manfaat dan risiko,” ujar Susi.
Transfusi untuk anak dengan kanker umumnya berupa komponen darah saja, misalnya plasma darah, baik plasma cair, plasma beku maupun kriopesipitat yang banyak mengandung protein pembekuan darah. “Keuntungan transfusi komponen darah adalah resipien hanya menerima komponen darah sehingga mengurangi risiko imunolgis, penularan infeksi melalui transfusi darah, dan lebih efisien,” kata Susi.
Sayangnya biaya untuk memisahkan darah dengan komponen darah tidak murah. Untuk memisahkan darah dengan komponennya dilakukan secara konvensional maupun menggunakan mesin aferesis. Mesin aferesis bisa memisahkan darah dari komponen yang diperlukan sehingga sangat efisien. Mesin ini juga bisa untuk terapi, misalnya mengurangi kadar leukosit atau trombosit pada pasien.
YOAI sendiri sudah memberikan donasi mesin aferesis ke beberapa senter antara lain RSK Dharmais dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUD dr Soetomo Surbaya, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, RS Hasan Sadikin Makasar, dan RS Hasan Sadikin Bandung.
Dalam menangani kasus kanker pada anak, tantangan lain adalah pengawasan jangka panjang pada penyintas kanker. Dokter Eddy Supriyadi dari RS dr. Sardjito, Yogyakarta menjelaskan, selalu ada efek jangka panjang pengobatan kanker yang berbeda-beda untuk setiap penyintas. Saat ini angka penyintas kanker anak diperkirakan 30-40 persen dari keseleruhan kasus. “Masih lebih rendah daripada di negara maju seperti Amerika,” kata Eddy
Secara klinis, pengertian penyintas adalah individu yang telah menyelesaikan terapi paling tidak 2-5 tahun untuk anak-anak maupun dewasa. Masing-masing penyintas memiliki pengalaman efek jangka panjang berbeda. Umumnya mereka akan mengalami efek jangka panjang akibat terapi yang dijalani, tergantung jenis kanker yang diderita.
Eddy memberi contoh, sebagian penyintas yang menjalani radiasi pada bagian dada akan berisiko mengalami gangguan pada jantung di masa depan.
Pemberian obat-obatan kemoterapi juga bisa meninggalkan jaringan paru pada pasien. Salah satu isu efek jangka panjang pengobatan kanker adalah infertitas. “Gangguan infertilitas Ini paling sering ditanyakan pasien, apakah pengobatan kanker akan berpangruh pada sperma pada pasien laki-laki atau sel telur pada pasien perempuan,” kata Eddy.
Dengan segala kemungkinan tersebut, maka pemantauan jangka panjang pada para penyintas kanker anak sangat penting.
Sumber berita: https://gaya.tempo.co/…/pentingnya-terapi…/full&view=ok