Pentingnya Survei Antibodi demi Jaga Tren Landai Kasus Covid
#Liputanmedia
Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama meminta Pemerintah Indonesia rutin melaksanakan survei antibodi atau serologi. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat antibodi masyarakat terhadap Covid-19 setelah program vaksinasi berjalan.
Tjandra menyebut India salah satu negara yang tren kasus Covid-19 tetap melandai sejak beberapa bulan lalu dengan cakupan vaksinasi di bawah 50 persen seperti Indonesia. Menurutnya, ini terjadi karena sudah cukup banyak penduduk India yang punya antibodi terhadap virus SARS CoV-2 penyebab Covid-19.
“India sudah sejak tahun yang lalu secara amat berkala melakukan survei antibodi pada penduduknya, bahkan sudah sampai enam kali di New Delhi dan lima kali di Mumbai, selain yang dilakukan oleh institusi kesehatan lain,” kata Tjandra dalam keterangan pers, Senin (22/11).
Tjandra menyebut dari data akhir Oktober 2021 menunjukkan 97 persen penduduk New Delhi sudah memiliki antibodi dalam derajat tertentu, baik karena sudah divaksin Covid-19 maupun karena sudah tertular secara alamiah. Angka-angka sebelumnya menunjukkan kenaikan secara bertahap, mulai dari 22,8 persen pada Juli 2020, 28,7 persen pada Agustus 2020, 25,1 persen pada September 2020, 25,5 persen pada Oktober dan 56,13 persen pada Januari 2021.
“Tingginya masyarakat yang sudah punya antibodi ini dapat saja dihubungkan dengan berhasilnya India menjaga kasus Covid-19 nya tetap terjaga rendah sekarang ini,” ujar Tjandra.
Oleh karena itu, Tjandra menyarankan Pemerintah RI meniru langkah India dengan meningkatkan kegiatan survei antibodi. Tujuannya meneliti secara lebih mendalam tentang kadar antibodi yang terbentuk sehingga dapat lebih diketahui kadar proteksi yang ada di masyarakat.
“Akan amat baik kalau kita juga secara berkala dan berskala luar melakukan survei antibodi Covid-19 di negara kita, setidaknya di beberapa kota besar. Memang sudah pernah ada laporan beberapa survei seperti ini, tetapi lebih baik kalau terus ditingkatkan dan hasilnya dianalisa dari waktu ke waktu sehingga dapat dilihat perkembangannya,” ucap Tjandra.
Sebelummya, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, strategi kebijakan penanganan Covid-19 diambil berdasarkan fakta dan data perkembangan kasus di lapangan. Untuk mengetahui kadar antibodi yang terbentuk di masyarakat baik akibat vaksinasi atau pasca-tertular di tengah tren penurunan kasus, pemerintah tengah melakukan sero survei.
“Saat ini pemerintah sedang melakukan sero survei untuk mengetahui kadar antibodi yang terbentuk di masyarakat baik akibat vaksinasi atau pasca-tertular,” kata Wiku saat konferensi pers perkembangan Covid-19, dikutip pada Jumat (22/10).
Jika Prof Tjandra meminta pemerintah menegakkan sero survei, Ketua Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan pentingnya tracing yang kuat sebagai standar utama dalam mengendalikan Covid-19.
“Memutus rantai penularan dengan mengisolasi mereka yang terkonfirmasi positif dan yang melakukan kontak erat. Itu yang harus kita kuatkan,” kata Masdalina dalam diskusi daring, Senin.
Menurut Masdalina, cepatnya penularan virus varian Delta harus dijadikan pelajaran. Dia menjelaskan, ketika ada satu virus varian Delta masuk ke satu wilayah dan tidak diisolasi maka dia akan meluas dengan cepat, terlepas dari ada atau tidak adanya mobilisasi.
Oleh karena itu, penegakan tracing menjadi sangat menentukan dalam pengendalian Covid-19. Ia mencontohkan kondisi saat ini di mana, mobilitas warga sudah seperti layaknya tidak ada pandemi, namun kasus Covid-19 relatif melandai.
“Atau saat ini, 12 minggu terakhir, PPKM ada di atas kertas, tapi faktanya mobilisasi warga sudah sama seperti tidak ada pandemi. Apakah kasusnya naik? Tidak,” tambah Masdalina.
Tidak adanya kenaikan kasus Covid-19 meski mobilitas warga sudah hampir kembali normal, kata Masdalina, disebabkan oleh teknik pengendalian yang tepat. Teknik pengendalian itu adalah tracing dan isolasi di tempat di mana ditemukan kasus Covid-19.
“Jadi selama kita mengikuti prosedur pengendalian yang tepat, maka akan terkendali,” ujar Masdalina.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry mengatakan, Indonesia masih perlu mewaspadai potensi lonjakan kasus positif Covid-19. Pemerintah mempelajari bahwa kasus positif Covid-19 dapat melonjak setelah libur panjang, karena mobilitas masyarakat meningkat tidak hanya antarkota di dalam negeri.
“Perkiraan terburuk, kasus akan naik sekitar 430 persen sampai 1 Maret 2022 kalau kita tidak melakukan upaya ketat, memperlemah penerapan protokol kesehatan, vaksinasi tidak mencapai target, dan testing serta tracing menurun,” kata Sonny dalam sebuah webinar, Senin (22/11).
Dalam 13 minggu setelah Natal dan tahun baru 2020, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 398 persen. Begitu pula saat varian Delta mulai menyebar di Indonesia setelah Idul Fitri 2021, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 900 persen dalam 8 minggu.
Namun demikian, dalam 2,5 bulan terakhir kasus positif harian berhasil diturunkan dari sekitar 56 ribu menjadi 314 kasus. Sementara itu, kasus aktif dapat diturunkan dari puncaknya 547 ribu menjadi 8 ribu.
“Kenapa kita bisa seperti itu, salah satunya kita belajar dari negara lain. Apa yang menyebabkan kasus kita bisa menurun, pertama penerapan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) secara disiplin dan konsisten,” katanya.
Untuk menjaga agar kasus positif Covid-19 tidak melonjak terutama setelah Natal dan tahun baru, pemerintah memperketat skrining bagi masyarakat dari luar negeri yang hendak masuk, menghapus cuti bersama Natal, membatasi pergerakan masyarakat, memperketat penerapan protokol kesehatan yang dipantau melalui aplikasi PeduliLindungi, dan mengawasi penerapan kebijakan sampai ke tingkat administratif terendah. Di samping itu, vaksinasi Covid-19 khususnya untuk orang lanjut usia juga terus digencarkan.
Sumber berita: https://www.republika.co.id/…/pentingnya-survei…