Info FKUIUncategorized

Pasien Komorbid dan Pneumonia Berisiko Tinggi Alami ”Longcovid”

#LiputanMedia

Kompas.id — Sindrom Covid-19 persisten atau sindrom longcovid banyak dialami oleh pasien terinfeksi SARS-CoV-2 di Indonesia. Gejala dari sindrom ini secara signifikan lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan komorbid atau penyakit penyerta serta pasien dengan pneumonia.

Hal tersebut terungkap dari riset yang dilakukan oleh tim peneliti gabungan dari RS Umum Pusat Persahabatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Riset ini telah dipublikasikan di jurnal GERMS pada 2 Juni 2022.

Ketua Umum PDPI yang juga peneliti dari riset tersebut, Agus Dwi Susanto, Senin (18/7/2022), di Jakarta, mengatakan, dari total 385 responden yang diteliti, sebanyak 256 orang atau 66,5 persen mengalami sindrom Covid-19 persisten atau berkepanjangan yang dikenal sebagai longcovid. Sindrom ini lebih tinggi ditemukan pada pasien usia di atas 40 tahun, memiliki komorbid, dirawat dengan derajat klinis berat, dirawat di rumah sakit, memiliki pneumonia dengan temuan radiologis, dan pasien yang mendapat terapi oksigen.

”Kalau kita analisis lebih lanjut secara keseluruhan, ditemukan hanya ada dua parameter yang paling bermakna sebagai faktor yang memengaruhi longcovid pada pasien Indonesia, yaitu komorbid dan pneumonia,” katanya.

Pasien yang bergejala ringan pun diharapkan tetap waspada akan risiko tersebut. Sifat virus SARS-CoV-2 yang bisa menimbulkan proses sistemik inflamasi atau peradangan sistemik pada berbagai tubuh dapat memicu munculnya longcovid.

Sindrom Covid-19 pesisten atau longcovid merupakan gejala yang masih ada setelah periode dua minggu dari awal mula gejala pertama muncul pada pasien Covid-19 atau setelah terkonfirmasi negatif dari hasil tes PCR. Pasien Covid-19 persisten yang ditemukan dari riset tersebut setidaknya mengalami satu gejala yang menetap yang terjadi hingga tiga bulan.

Gejala pasca-Covid-19 yang menetap yang paling banyak ditemukan, adalah fatigue (lelah), batuk, nyeri otot, dyspnea atau sesak napas, dan sakit kepala. Gejala lain yang juga banyak dilaporkan berupa gangguan atensi, rambut rontok, dan gangguan kognitif.

Dokter spesialis paru divisi infeksi RSUP Persahabatan, Fathiyah Isbaniah, mengatakan, sindrom Covid-19 persisten di tingkat global juga cukup tinggi, yakni 43 persen dari seluruh penyintas Covid-19. Sindrom ini tidak hanya ditemukan pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit, tetapi juga pasien yang menjalani rawat jalan.

Meski demikian, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Antonelli dan kawan-kawan pada 2022 yang dipublikasi di jurnal The Lance menunjukkan, risiko sindrom pasca-Covid-19 lebih rendah ditemukan pada penularan Covid-19 varian Omicron. Vaksinasi Covid-19 dinilai berperan menurunkan risiko tersebut.

Vaksinasi

Agus menuturkan, vaksinasi Covid-19 menjadi amat penting untuk menekan risiko sindrom Covid-19 persisten. Melalui vaksinasi, risiko perburukan menjadi lebih rendah sehingga risiko sindrom longcovid pun bisa dicegah.

”Upaya pencegahan longcovid yang paling tepat ialah mencegah jangan sampai tertular. Selain itu, segeralah mendapatkan vaksinasi booster (penguat) untuk mendapatkan perlindungan yang lebih optimal,” katanya.

Kementerian Kesehatan mencatat, masyarakat yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis penguat baru sebanyak 53,1 juta orang atau 25,51 persen dari total penduduk yang menjadi sasaran vaksinasi. Jumlah masyarakat lanjut usia yang mendapatkan vaksinasi dosis penguat baru 25,8 persen dari target sasaran atau 5,5 juta orang.

Agus menambahkan, penanganan yang cepat dan tepat ketika tertular Covid-19 juga berperan untuk menekan risiko longcovid. Masyarakat diimbau untuk segera melakukan pemeriksaan apabila mengalami gejala ataupun kontak erat dengan pasien Covid-19.

”Apabila terkena Covid-19, harus segera konsultasi ke tenaga medis dan mendapatkan obat sesuai dengan tingkat keparahannya. Dengan demikian, kondisi yang lebih berat bisa dicegah. Risiko longcovid juga bisa dicegah,” katanya.

 

sumber berita: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/07/18/pasien-komorbid-dan-pneumonia-berisiko-tinggi-alami-longcovid