Ikhtiar Menegakkan Diagnosis Penyakit Langka di Indonesia
#LiputanMedia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Laboratorium diagnostik penyakit langka atau rare disease memang belum tersedia di Indonesia. Namun, bukan berarti diagnosis penyakit dan pengobatan pasien tak bisa dilakukan.
Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Cipto Mangunkusumo, Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif dalam paparannya mengenai penyakit langka secara daring, dikutip Selasa (2/3), mengatakan, RSCM-FKUI bisa membantu membentuk jaringan diagnosis dengan berbagai negara seperti Jepang, Australia, Malaysia, Hong Kong, Jerman dan Taiwan.
Dalam kasus pasien bayi perempuan bernama Gloria asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2019 misalnya, RSCM bekerja sama dengan Jerman untuk menegakkan diagnosis Galactosemia tipe-1. Penyakit itu muncul akibat tubuh tidak mempunyai enzim Galt sehingga galaktosa menumpuk pada tubuh dan merusak hati, ginjal serta mata.
Pada kasus lainnya, penegakkan diagnosis juga dicapai untuk seorang pasien anak berusia 3 tahun dengan keluhan tubuh pendek dan perut buncit. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan dia memiliki kadar gula rendah setiap pagi, sulit dibangunkan dan asam urat serta, kolesterol tinggi.
RSCM lalu mengirimkan sampel ke Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda. Di sana tim dokter melakukan pemeriksaan enzim dan menunjukkan diagnosis sang anak mengalami Glycogen storage disease tipe-IX. Glycogen storage disease sendiri memiliki 9 tipe.
Berbeda dengan tipe-I yang membutuhkan transplantasi hati, pasien Glycogen storage disease tipe-IX harus dijaga agar tidak mengonsumsi terlalu banyak karbohidrat mono atau disakarida. Mereka perlu diberi asupan karbohidrat kompleks untuk mempertahankan kadar gula darah yang baik dan menjaga asam urat serta kolesterol tidak tinggi.
Pada akhirnya, diagnosis yang tegak diikuti penanganan tepat, membuat sang anak bisa melalui masa remajanya dan terus bertumbuh. Kini dia yang sudah bebas dari penyakitnya itu dianugerahi satu orang putra sehat.
“(Kami) sudah bekerja membangun sistem untuk diagnosis melalui konseling genetik, merancang pengobatan yang bisa dikerjakan di Indonesia,” tutur Damayanti.
Jejaring juga dibangun RSCM untuk RSUP H. Adam Malik dengan Taiwan dalam menegakkan diagnosis Mukopolisakaridosis (MPS) tipe-II dan III pada dua pasien anak asal Lubuk Pakam, Deli Serdang dan Sidikalang, Dairi, ungkap dokter spesialis anak dari Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. Adam Malik, Wirna Pratita.
Dalam kasus lain, RSCM juga bekerja sama dengan RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk menegakkan diagnosis Glycogen storage disease tipe-IA pada seorang anak laki-laki berusia 2 tahun. Dokter spesialis anak dari RSUP Dr. M. Djamil Padang, Nice Rachmawati mengatakan, kini sang anak sudah berusia 6 tahun 5 bulan menempuh pendidikan di sekolah dasar dengan pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Menurut Damayanti, angka pasti suatu penyakit disebut langka tergantung dari fasilitas diagnostik di masing-masing negara. Di Eropa, suatu penyakit disebut langka apabila ditemukan 1 dari 2000 orang, sedangkan di Amerika 1 dari 200.000 orang.
Selain itu, untuk kepentingan diagnosis, pendidikan resmi untuk fellowship dokter spesialis anak konsultan gizi RSCM-FKUI juga dilakukan.
Penyakit langka di Indonesia
Salah satu ciri penyakit langka yakni sekitar 80 persen penyebabnya genetik. Sehingga penegakkan diagnosisnya harus menggunakan pemeriksaan laboratorium. Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang dialami 6-10 persen populasi di Indonesia atau sekitar 27 juta orang.
Menurut Damayanti, angka pasti suatu penyakit disebut langka tergantung dari fasilitas diagnostik di masing-masing negara. Di Eropa, suatu penyakit disebut langka apabila ditemukan 1 dari 2000 orang, sedangkan di Amerika 1 dari 200.000 orang.
Sementara di Indonesia dengan fasilitas diagnostik yang tidak memadai, penetapan langka apabila jumlahnya belum mencapai 2000 penderita.
Damayanti mengatakan, jenis penyakit langka bisa mencapai 8000 jenis dan setiap tahun akan bertambah 250 penyakit baru.
Di sisi lain, obat untuk penyakit ini baru tersedia 5 persen dari 7000 penyakit yang bisa diobati. Padahal, apabila penyandang penyakit langka tak segera mendapatkan penanganan, maka sebanyak 65 persen dari mereka akan mengalami masalah serius dalam kualitas hidupnya.
“Kalau dibiarkan maka 65 persen dari penderita penyakit langka akan mengalami masalah serius dalam kualitas hidupnya. Di awal kehidupan, 30 persen kematian anak disebabkan penyakit langka. Rare disease terus berlangsung sepanjang penderitanya masih ada,” tutur Damayanti.
Masalah lain yang juga masih menghantui penanganan penyakit langka yakni biaya terapi yang relatif terlampau mahal.
“Masih banyak pasien yang terdiagnosis namun karena biaya terapi terlalu mahal. Ini tantangan kami bagaimana mengobatinya. Indonesia sudah bisa bikin vaksin, mestinya kita juga bisa buat obat untuk mereka,” kata Damayanti.
Dia menyimpulkan, ada sederet pekerjaan rumah para dokter di Indonesia saat ini yakni mengembangkan pusat diagnostik dalam negeri dan ini membutuhkan dukungan dana, sumber daya manusia serta alat.
Kemudian, memungkinkan penyandang penyakit langka tidak mampu untuk mendapatkan fasilitas diagnostik genetik dan terapi dengan jaminan kesehatan nasional, dimulai dari poros RSCM-FKUI sebagai contoh serta mengembangkan terapi definitif yang mampu laksana di Indonesia teknologi chaperon dan mRNA. “Meskipun penyakit ini langka tetapi harapan tidak boleh langka,” demikian kata dia.
Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami menambahkan, anak-anak dengan penyakit langka di seluruh Indonesia berada di bawah pengawasan tim dokter Pusat Pelayanan Penyakit Langka Terpadu RSCM.Mereka ini sama seperti anak-anak lainnya juga berhak untuk mendapatkan pengobatan atau pelayanan kesehatan yang ada di negara ini.
Sumber berita: https://www.republika.co.id/…/ikhtiar-menegakkan…