Info FKUIUncategorized

Hari AIDS Sedunia: Perkuat Solidaritas Tingkatkan Kolaborasi

#Liputanmedia

JAKARTA – Tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Virus HIV akan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga pasien yang terinfeksi oleh kuman HIV ini akan mengalami berbagai infeksi oportunistik yang bisa mematikan penderitanya.
Hasil penelitian terbaru yang dipublikasi pada Journal AIDS bulan November 2020, yang dilakukan dr. Evi Yunihastuti dari FKUI/RSCM bersama-sama dengan peneliti Indonesia lain serta peneliti dari Malaysia dan Thailand, mendapati bahwa pada kelompok men who have sex with men (MSM) dan transgender woman (TGW) dengan HIV mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang menetap. HPV merupakan risiko untuk terjadinya kanker anus.
“Saat ini data di Indonesia menyebutkan bahwa penderita HIV/AIDS mencapai hampir 650 ribu penduduk. Jawa Timur menduduki tempat pertama jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dilanjutkan kota Jakarta. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kedua Pemda agar secara serius mengurangi penyebaran penyakit ini di tengah masyarakat. Tema hari AIDS dunia seperti yang dirilis oleh WHO yaitu Global Solidarity, Resilient Services, Perkuat Solidaritas Tingkatkan Kolaborasi,” kata Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB melalui siaran resminya, Selasa (1/12).
Pada hari AIDS Sedunia ini, Prof Ari diingatkan kembali akan kasus HIV/AIDS yang ditemukan di ruang praktik. Sebagian besar tidak menyangka bahwa mereka terkena HIV/AIDS. Sebagian kecil sudah merasakan kemungkinan menderita HIV/AIDS karena perilaku seks bebas yang dilakukan.
Menurut Prof Ari, ada usia muda yang mendapat HIV/AIDS akibat kerap mencari hiburan dengan pergi ke tempat yang menyediakan wanita untuk dikencani.
“Ada seorang bapak yang sudah beristri didapat karena setiap dinas ke luar kota menyempatkan untuk pijat dan mendapatkan pelayanan plus-plus. Ada karyawan yang kadang kerja ekstra untuk melayani tamu bule sesama jenis. Umur pasien juga bervariasi. Ada yang baru berumur 25 tahun. Bahkan ada yang berumur 65 tahun. Profesinya juga macam-macam dari mulai penjaja seks sampai ibu rumah tangga,” jelasnya.
Melihat fakta tersebut, HIV dapat diderita oleh siapa saja dan dari semua kalangan. Sebagian besar pasien datang dengan diare kronis, diare yang sudah berlangsung lebih dari 2 minggu. Sebagian besar pasien datang dengan berat badan turun. Faktor risiko menjadi tidak jelas ketika pasien bukan pengguna narkoba jarum suntik, bukan pelaku seks bebas baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
“Gejala-gejala pertama yang muncul bisa macam-macam, ada juga pasien yang terdiagnosis setelah tindakan endoskopi ditemukan jamur pada kerongkongannya (esofagus). Lidah yang putih akibat jamur disertai berat badan turun juga perlu diduga disebabkan oleh virus HIV,” ungkap guru besar FKUI itu.
“TBC paru pada pasien dengan risiko tinggi menderita HIV/AIDS harus dievaluasi kemungkinan terinfeksi HIV. Pasien dengan HIV bisa juga di awalnya mengalami kelainan pada kulit, berupa kulit berwarna kehitaman. Pasien juga bisa datang dengan kejang-kejang akibat virus HIV-nya sudah mengenai otak,” lanjutnya.
Dengan semakin banyak kasus HIV di tengah masyarakat, mestinya kemampuan dokter untuk mendeteksi kasus ini meningkat. Semakin cepat diobati semakin cepat mencegah komplikasi yang terjadi. Seks bebas merupakan faktor risiko utama bagaimana virus tersebut berpindah dari satu orang ke orang lain. Suami atau istri yang menderita HIV akan menularkan kepada istri atau suaminya. Ibu penderita HIV bisa menularkan kepada anak-anak yang dilahirkan.
“Orang serumah atau orang sekantor atau teman sekolah dengan penderita HIV tidak akan tertular kalau hanya ngobrol atau bekerja dalam satu tim, makan bersama, berenang bersama, atau duduk dalam ruangan yang sama. Stigma yang menakutkan bahwa penderita HIV harus dikucilkan sebenarnya tidak perlu terjadi lagi saat ini,” ungkapnya.
“Buat para penderita pun dengan obat antiretroviral (ARV) saat ini yang tersedia mestinya tidak perlu bersedih hati mengenai masa depannya karena dengan minum obat secara teratur dan tidak terputus kualitas hidupnya juga akan membaik,” sambungnya.
Kasus HIV/AIDS bisa dicegah dan angka kejadiannya dapat ditekan dengan kesungguhan agar kasus tidak meningkat. Prof Ari menyarankan untuk melakukan pemeriksaan kepada siapapun yang berisiko untuk mengetahui apakah memiliki virus HIV atau tidak. Semakin cepat dideteksi, semakin cepat diobati, maka semakin rendah menularkan ke orang lain.